"Kamu tidak niat menikah, Gav?" Indri menatap wajah putranya yang sedari tadi fokus membantunya memindahkan tanaman hias dari polybag ke pot yang tersedia. Gavi sempat tertegun sejenak, tak urung dia pun tersenyum kecil.
"Tumben, Bunda bahas nikah?"
"Ya, kamunya sih gak ada pergerakan ngenalin calon pacar ke Bunda. Makanya Bunda tanya, kamu niat nikah atau gak? Umur kamu bentar lagi kepala 3 loh, Gav."
Gavi berdiri dari posisinya kemudian, membawa pot yang sudah terisi bunga ke rak yang kosong. Pria itu menepuk tangannya yang kotor akan tanah, kemudian menatap Indri yang masih terus mengharap jawaban pasti darinya.
Gavi terkekeh kecil, terkadang saat cuti kerja seperti inilah dirinya baru bisa melihat sisi cerewet Indri.
"Malah ketawa, kamu ini kalau Bunda udah nanya gitu selalu gak pernah kasih jawaban yang pasti," dengus Indri dan kembali fokus pada tanah di depannya.
"Apa kamu Bunda jodohin sama anaknya teman Bunda aja ya, Gav? Ada yang dokter, ada yang pengacara, ada yang pinter bisnis kaya kamu loh, ada juga tuh yang jago masak bahkan udah punya resto sendiri. Ada juga yang..."
"Gavi gak mau," potong Gavi.
Indri mendelik kaget, "Kenapa, kamu udah punya calon sendiri?"
Gavi mendekati Indri, mengajak wanita kesayangannya itu untuk berdiri dari posisinya. Kemudian membersihkan tangan Indri yang terkena tanah walaupun sudah memakai sarung tangan.
"Bunda tenang aja, Gavi punya niat menikah kok. Tapi, gak dalam waktu dekat. Bunda gak usah jodoh-jodohin Gavi, lagian umur itu gak jadi patokan buat Gavi. Mending kita makan siang sekarang, bentar lagi jamnya Bunda minum obat kan?" ujar Gavi penuh kelembutan, bagaimanapun dirinya tidak mau membuat Indri tersinggung.
Indri mendengus sebal, "Kamu ini kalau sudah merayu paling jago, sama seperti Ayah kamu dulu." Gavi hanya tersenyum singkat sambil merangkul Indri keluar dari rumah kaca tempat tanaman hias Indri berada.
***
Sella menggigit bibir bawahnya ketika merasakan sesuatu yang sangat mengganjal di bawah sana. Sial, sepertinya hari ini adalah jadwalnya datang bulan. Padahal dirinya sangat yakin kalau itu akan datang seminggu lagi.
"Lo kenapa? keringat dingin udah kaya orang nahan boker aja," ujar Nasti yang baru saja selesai memesan makanan. Keduanya sedang hangout berhubung Sella cuti kerja hari ini dan Nasti yang shift malam.
"Nas, kayanya gue datang bulan deh,"
"Serius? Coba berdiri!" ujar Nasti ikut panik, pasalnya pakaian yang Sella gunakan saat ini adalah dress berwarna biru langit. Bayangkan saja betapa kontrasnya baju tersebut kalau terkena darah miliknya.
Sella menggeleng malu, dirinya sudah sangat yakin karena bagian pahanya sudah terasa basah.
Nasti tidak habis pikir, kenapa harus disaat seperti ini?
"Mana lagi rame, Sell. Gimana dong?" Nasti melirik sekitar cafe mall tempat mereka duduk saat ini.
"Lo bawa jaket atau cardigan atau apa gitu?" tanya Nasti lagi, kali ini kembali menatap Sella yang wajahnya sudah basah karena keringat dingin. Kebiasaan jika sedang panik.
"Gak ada, Nas. Gimana dong?" rengeknya, membuat Nasti menghela napas berat.
"Ada jas Tio sih, tapi di mobil. Lo tunggu bentar mau?"
Masa bodoh, lebih baik dia menunggu daripada harus menanggung malu seperti ini. Sella mengangguk cepat tanpa pikir panjang.
"Oke, jangan banyak gerak lo, tunggu gue!"
KAMU SEDANG MEMBACA
DEVIL LIKE AN ANGEL
RomanceSella menggigiti kuku ibu jarinya berulang kali, jantungnya berdetak lebih cepat, matanya meniliti ruangan dengan rasa ketakutan, kepala gadis itu terasa penuh dengan bisikan-bisikan aneh. Sella memukul-mukul kepalanya beberapa kali, berharap suara...