[ SEPULUH ]

743 25 2
                                    

"Kamu yakin Bibi gak perlu nyusul kesana?"

Tanpa sadar, kepala Sella mengangguk cepat. Saat ini dirinya sedang melakukan panggilan telepon dengan Bibinya, itu pula yang membuat Sella berhenti membersihkan area walk in closet kamar Gavi.

"Gak usah, lagipun Sella tinggal di rumah Nasti karena masih cari apartemen yang nyaman," ujar Sella, bohong.

"Nasti gak keberatan? Kalau apa, balik saja ke kampung Sell, Bibi masih sanggup biayai kamu kok, kita olah kebun sawit punya paman sama-sama."

"Bi, kita udah bahas ini sebelumnya. Ayolah, Sella gakpapa, Nasti juga gak keberatan. Pokoknya Bibi tenang aja, Sella aman kok," Sella mendengar bunyi pintu yang terbuka, membuat gadis itu panik seketika.

"Bi, nanti aku hubungi lagi, aku sedang kerja. Jaga kesehatan Bibi ya." tanpa menunggu jawaban, Sella langsung mematikan ponselnya dan berjalan keluar dari walk in closet.

Tubuhnya membeku ketika melihat Gavi yang sudah tertidur di atas ranjang, dengan kemeja yang kancingnya terbuka sempurna. Tangan pria itu berada di atas matanya yang terpejam, kakinya menjutai ke lantai, begitupun dengan jas miliknya yang sudah terlempar ke atas sofa secara asal.

Apa sebegitu lelahnya pria itu, sampai tidak menyadari kalau ada Sella di ruangan ini?

Memang jam sudah menunjukkan pukul 7 malam, dan Sella terakhir bertemu pria itu tadi pagi saat dirinya selesai interview bohongan.

Apa meeting-nya baru selesai?

Malas dengan segala pertanyaan di otaknya, Sella bergerak untuk memindahkan jas Gavi ke gantungan baju yang tersedia di walk in closet.

"Setidaknya gue udah bersihin ini kamar, kalau sampai gue denger dia ngomel gak jelas, awas aja!" sungut Sella.

Setelah memastikan benda itu tergantung dengan sempurna, Sella tersenyum puas dan segera memutar tubuhnya.

"Bangsat!" umpat Sella, ketika melihat tubuh Gavi yang sudah bersender di dinding pembatas.

"Kok lo ada disitu?"

Alih-alih menjawab, Gavi malah menaikkan alisnya.

"Harusnya gue yang nanya, ngapain lo disitu? Bukannya gue bilang harus udah beres sebelum meeting gue selesai?"

Sella mendengus, "Kerjaan gue emang udah selesai kok, ini mau keluar," jawabnya.

Gavi menhela napas pelan, "kenapa belum pulang?" tanyanya.

"Karena masih staff baru, jadi hari ini kerjanya sampai jam 10 malam sekalian belajar melayani,"

Gavi tidak pernah mau tahu soal jadwal kerja setiap staff di hotel ini, tapi untuk kali ini dia merasa sedikit terganggu dengan jadwal Sella. Gavi langsung mengancing kemejanya, membuat Sella menatap pria itu heran.

Gavi melangkah mendekati Sella membuat gadis itu tanpa sadar melangkah mundur, keduanya sempat beradu tatap namun Gavi membuang pandangan lebih dulu.

"Ikut gue," ujarnya sambil mengenakan jasnya kembali dan langsung menyeret Sella.

Sella mengerut heran, "Kemana?"

"Pulang."

Sella mendelik kaget, buru-buru melepaskan tangannya dari genggaman Gavi.

"Jam kerja gue belum selesai, lo mau gue di pecat?"

"Gak ada yang berhak mecat lo, kecuali gue. Ayo pulang," Gavi kembali menarik tangan Sella, membuat gadis itu kembali berontak.

DEVIL LIKE AN ANGELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang