[ DUABELAS ]

822 26 5
                                    

Sella berulang kali tidak fokus pada kerjaannya, membuat gadis itu sering ditegur oleh Indy. Seperti saat ini, lagi-lagi Indy mengerang kesal ketika melihat Sella yang menaruh selimut kotor ke dalam mesin cuci khusus sprei.

"Sell, lo kenapa sih hari ini? Gue sengaja ngatur lo di bagian ini biar lo gak ribet ngebersihin kamar. Padahal lo sendiri yang mau bertanggung jawab di bagian ini, lihat sekarang kerjaan lo gak ada yang becus dari tadi!"

Sella menunduk dalam, walaupun Indy tidak lagi semenyebalkan saat hari pertama mereka bertemu, perempuan itu masih saja terlihat ketus saat bicara. Tidak dengan Sella saja, hampir dengan semua anggotanya.

"Sorry," hanya itu yang bisa ia katakan.

Indy menghembuskan napasnya, kemudian memindahkan selimut putih itu ke mesin cuci satu lagi. Kemudian, kembali menatap Sella dengan mimik kesal.

"Ayo ikut gue," ujar Indy sambil berlalu lebih dulu, tanpa banyak bicara Sella mengikuti tubuh Indy keluar dari ruangan tersebut.

Kini keduanya sudah bersisihan di lorong hotel, Sella masih terus menunduk bahkan sampai mereka masuk ke dalam lift. Jujur saja, sebenarnya yang membuat dia tidak fokus adalah tindakan Gavi kemarin malam. Sella bahkan tidak bisa tidur ketika berusaha mencari maksud ucapan pria itu, menyebalkan.

Bunyi dentingan lift membuat lamunan Sella buyar, kakinya kembali mengikuti Indy. Mereka saat ini sudah turun ke lantai satu, dimana tempat kantin khusus karyawan berada.

"Lo cari tempat duduk, gue pesan makan dulu."

Setelah Indy pergi, Sella langsung mencari kursi kosong dan pilihannya terjatuh pada pojok kantin yang berada di dekat dinding kaca, mengarah ke area lobi hotel. Tidak lama kemudian Indy datang membawa nampan berisi dua gelas kopi latte dan dua  roti kering yang berada dalam satu piring kecil.

Indy memang tidak searogan yang Sella pikirkan saat pertama kali berinteraksi dengannya waktu itu, tapi tipikalnya yang terlalu tegas dan ceplas-ceplos itulah yang kadang membuatnya terlihat menyebalkan.

"Ini bukan waktunya kita santai," ujar Sella, membuat Indy mengangkat bahunya tidak peduli.

"Kerjaan lo udah selesai, kerjaan gue udah aman. Lagian kan ada ini," Indy mengangkat walkie-talkie khusus staff housekeeper hotel.

"So, apa yang bikin lo gak bisa fokus sama kerjaan?" tanya Indy, setelah menyeruput kopinya.

Sella menggeleng, mereka belum terlalu dekat untuk saling curhat. Lagipula Sella tidak mau kalau sampai teman kerjanya tahu perihal kisahnya, cukup Nasti saja.

Ah, apa kabar anak itu ya?

Indy berdecak, membuat Sella menatap gadis itu heran.

"Lo gak mau cerita karena tau gue suka gosipkan?" tuduhnya, membuat Sella kaget.

"Enggak, siapa bilang?"

"Anak-anak lain bilang gitu. Apa gue terlalu ikut campur ya, Sell? Kayanya gue keliatan gak banget, dimata yang lain," Indy menatap Sella lesu. "Lo juga pasti punya pikiran yang sama kan?"

Sella berdeham, ya sedikit banyaknya sih dia sempat berpikiran kalau Indy memang terlalu ikut campur sama urusan orang lain. Tapi, sekarang mereka kan sudah damai.

"Dulu," jawab Sella.

Indy mendengus, kemudian menatap ke area lobi. Mendadak senyumnya melebar ketika melihat sosok yang sangat ia kagumi, Indy menatap Sella yang asik memakan roti keringnya membuat Indy kembali mendengus.

"Sell, lo tau Jwanda Grup gak?"

Sella berhenti mengunyah, kemudian terlihat berpikir sejenak. Mukanya udah kaya orang bener, tapi nyatanya ia menggeleng cepat, membuat Indy berdecak.

DEVIL LIKE AN ANGELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang