Gavi memainkan pena diantara jemarinya, matanya masih menatap berkas yang berserakan di atas meja. Beberapa menit yang lalu pengacara yang ia sewa baru saja menjelaskan perihal kasus Sella, membuat pikiran Gavi kembali mengingat topik pembicaraan mereka tadi.
***
"Pada prinsipnya, hukum pidana adalah untuk mencari kebenaran materill yaiu kebeneran yang sesungguhnya mengenai siapa yang menjadi pelaku tindak pidana. Siapa yang harus dituntut dan didakwa. Hal itu pun tidak menutup kemungkinan bahwa korban bisa saja menjadi pelaku atau sebaliknya. Itu sebabnya penyelidikan dan penyidikan harus dilakukan dengan benar dan jujur antar korban dengan pihak yang berwajib. Apa sebelumnya Nona Sella sudah pernah melapor pada pihak berwajib terkait kasusnya?" tanya Pak Sam - selaku pengacara Sella.
Gavi menggeleng, "Sella tidak berani melapor karena ada ancaman dari pelaku, seperti yang saya ceritakan waktu itu pada anda."
"Kalau begitu sebelum kita melapor, korban harus punya alat bukti yang akurat untuk menjerat si pelaku. Apa pihak kita punya itu?"
Gavi langsung menyerahkan hasil visum yang dia dapatkan saat Sella memutuskan tinggal bersamanya waktu itu. Ya, benar. Sebelum Sella memutuskan untuk menyetujui tawaran Gavi, gadis itu akhirnya mau melakukan visum karena itu rules pertama yang Gavi berikan pada Sella.
Pak Sam tersenyum puas saat melihat kertas yang Gavi berikan.
"Baik, berkas ini akan saya simpan untuk bukti kita. Saya akan membuat surat laporan lebih dulu, lalu saya akan menghubungi anda kembali," Pak Sam mengulurkan tangannya.
"Mohon bantuannya, Pak," ujar Gavi, sambil menyambut uluran tangan Pak Sam.
"Sama-sama, mari kita bekerja sama agar kasus ini lekas selesai," jawab pria paruh baya itu.
***
Gavi menghela napas, kemudian menyenderkan tubuhnya pada senderan kursi. Pria itu memejamkan matanya sejenak, kepalanya mulai pusing karena terlalu banyak berpikir.
Namun, seperti tidak dikasih kesempatan untuk beristirahat, bunyi ketukan pintu membuat mata Gavi kembali terbuka.
"Pak, tamu anda sudah datang," lapor sekretarisnya.
"Suruh dia masuk."
"Baik," jawabnya dan pintu kembali tertutup.
Gavi langsung membereskan meja kerjanya, dan mengubah posisi duduknya menjadi tegak. Tidak lama, pintu kembali terbuka.
Gavi tertegun saat melihat penampilan Sella dengan baju kemeja putih disertai jas hitam yang pas, ditambah dengan rok span hitam sebatas lutut. Ootd yang normal untuk melamar kerja, hanya saja di mata Gavi terlihat cukup menarik.
"Lo gila?" tuduh Sella, membuat Gavi kembali tersadar. "Gavi, ini sama sekali gak lucu, lo nyuruh tim HRD buat pura-pura interview gue selama 30 menit, buat apa?"
Gavi menggaruk pelipisnya yang mendadak gatal, kemudian menatap Sella.
"Bukannya pura-pura interview lebih bagus? Lo gak cape mikir dan bisa langsung kerja mulai hari ini,"
Sella hampir saja menganga lebar saat mendengar jawaban Gavi tersebut. Apa pria ini memang suka mengatur segala hal sesuai kemauannya saja?
Menyebalkan.
"Itu namanya gue masuk kesini lewat jalur nepotisme, lo gak mikir apa kata karyawan yang lain kalau sampai mereka tau?
Gavi mengangkat bahunya, tidak peduli.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEVIL LIKE AN ANGEL
RomanceSella menggigiti kuku ibu jarinya berulang kali, jantungnya berdetak lebih cepat, matanya meniliti ruangan dengan rasa ketakutan, kepala gadis itu terasa penuh dengan bisikan-bisikan aneh. Sella memukul-mukul kepalanya beberapa kali, berharap suara...