[ENAMBELAS]

381 18 0
                                    

"Pokoknya kalau lo hadir di persidangan gue bakal ikut!"

Sella tersenyum tipis ketika mendengar suara Nasti yang menggebu-gebu, saat ini dia sedang memindahkan sprei yang sudah dicuci kedalam keranjang.

"Iya, gue juga gak mau sendirian. Gue takut kacaw," balasnya sambil memindahkan ponselnya ke telinga kanan dan dijepit dengan bahu. "Gavi juga bilang kalau Ryan bakal gak ada di ruangan sidang selama gue ditanya sebagai korban."

"Sukur deh, setidaknya itu bisa ngurangin trauma lo juga. Memangnya si bajingan itu gak bisa langsung dihukum mati aja apa ya? — eh, Yud itu bagian gue aja, lo sebelah sana — halo, Sell?"

"Kita kan negara hukum, Nas, udah pasti semuanya bakal pakai undang-undang yang berlaku. Lo satu shift sama Yudha terus?" tanya Sella, kali ini dia sudah membawa keranjang ke area tempat menjemur.

"Iya nih semenjak gak ada lo, temen gue cuma dia doang. Yaudah deh, gue lanjut kerja dulu ya. Lo juga sibukkan?"

"Iya, makasih ya Nas udah mau peduli soal kasus gue."

"Alah, lebay lo! Gue titip ya? See you!"

Sambungan pun terputus.

Sella kembali memasukkan ponsel ke saku rok, saat dirinya tengah sibuk dengan kegiataannya, tiba-tiba saja wajahnya memanas mengingat kejadian malam dimana dirinya memeluk Gavi.

Apa-apaan! Sella langsung memukul pipinya sendiri, membuat dia mengaduh kuat. Sella langsung berjongkok dan mengantukkan-antukkan kepalanya pada sisi keranjang.

Kenapa dia harus melakukan hal itu?

Sejujurnya setelah gerakan spontan memeluk Gavi malam itu, Sella langsung tersadar dan mendorong pria itu menjauh. Sella tidak masalah soal pelukan itu, hanya saja dia teringat akan janji yang ia katakan. Hal itu yang membuatnya sangat malu, sehingga tidak punya muka untuk menghadapi Gavi, alhasil dirinya terus menghindari pria itu sejak pagi tadi.

"Akan selalu ada, memangnya lo apotik 24 jam Sell! Aish, dasar bodoh!" omel Sella, sambil memukul kepalanya sendiri.

"Orang mah kalau bilang makasih ya makasih aja, gak usah pake janji-janji..." rengek Sella, dia benar-benar malu sekarang.

Bagaimana ekspresi Gavi kira-kira saat itu? Apalagi dirinya sedang menangis seperti bocah SD dengan ingus yang keluar masuk. Menyebalkan, kenapa sih tidak ada yang bagus dari dirinya sedikit pun!

Bunyi dering ponselnya membuat Sella tersentak, gadis itu langsung membetulkan posisinya ketika melihat nama siapa yang ada di layar.

"Halo?" ujar Sella, tentunya dengan suara yang ia buat setenang mungkin.

"Kesini sekarang,"

Sella melirik sekitarnya, tidak ada Gavi di tempat ini, "Kemana?" tanyanya.

"Ruangan gue, sekarang."

Sambungan langsung terputus begitu saja, menyisakan Sella dengan segala keheranannya. Tidak mau sampai membuat keributan dengan Gavi, Sella pun meninggalkan kerjaannya begitu saja membuat Indy yang baru saja masuk ke ruang penyucian langsung kebingungan.

"Lo mau kemana?"

"Dy, gue ada urusan bentar. Gue izin bentar ya, kerjaan gue dikit lagi siap kok nanti gue lanjut," jawab Sella, terkesan buru-buru.

Indy pun hanya bisa pasrah dan mengangguk saja, setelah tubuh Sella hilang ditelan pintu yang tertutup, Indy pun mulai merasa ganjil.

"Anak itu gue perhatiin sering banget izin kaya gini, apa dia ada kenalan om-om ya? Awas aja lo Sell!" ujar Indy, kemudian melanjutkan kegiatannya yang sempat tertunda.

DEVIL LIKE AN ANGELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang