[DUAPULUHEMPAT]

344 14 0
                                    

Gavi membaca pesan terakhir dari Sella dengan perasaan yang sangat sulit di jelaskan. Alhasil, pria itu memilih mengabaikannya. Tiba-tiba saja dia merasa gelisah sekarang, dengan langkah cepat dia bergerak ke arah kulkas untuk mengambil sekaleng soda. Setelahnya ia kembali duduk di sofa bersama berkas dan laptop miliknya.

Cipratan air di wajahnya membuat Gavi berdecak kesal, siapa lagi pelakunya kalau bukan Aldi.

"Berkas gue basah Di!"

Aldi pun menghentikan aksinya sambil tertawa receh, pria itu mengambil soda di tangan Gavi dan meminumnya hingga setengah.

"Ngelamun kenapa lo?" tanyanya, sambil menyerahkan kembali kaleng soda tersebut pada Gavi. Gavi memutar matanya malas.

"Mana ada gue ngelamun,"

Aldi mencibir, "Mang eak?"

Malas menjawab, Gavi pun kembali fokus pada laptopnya. Lebih baik dia melanjutkan pekerjaannya daripada berdebat tidak jelas dengan makhluk seperti Aldi. Gavi jadi menyesal karena mengizinkan pria itu menumpang tidur di rumahnya selama tiga hari.

Itu sebabnya Gavi ingin menjelaskan soal Aldi yang menginap pada Sella agar gadis itu tidak terkejut nantinya, tapi gadis itu tidak ada saat Gavi sampai di rumah sore tadi. Bi Mari bilang, Sella memang belum ada pulang sama sekali sejak pergi kerja tadi pagi alhasil Gavi menghubungi gadis itu.

Gavi pun menghela napas kembali ketika perasaan asing itu kembali menyerang dirinya. Kenapa dia sangat terganggu dengan Sella yang pergi ke makam orang tuanya?

Ayolah Gavi, itu bukan salah mu, batin Gavi terus berbisik.

"Sella kemana, Gap?"

"Pergi,"

"Ya gue tahu dia pergi, tapi kemana?" desak Aldi.

"Gak tahu, gak nanya,"

Aldi mencibir pelan, baginya bicara dengan Gavi seperti bicara dengan bocil komplek. Ngeselin.

"Sebenarnya lo nolongin si Sella sampai sejauh ini karena apa, Gav?" tanya Aldi, lagi-lagi membuat fokus Gavi terpecah.

Sebenarnya, sebelum Gavi bertindak sejauh ini ia memang berniat untuk menolong Sella hanya karena rasa kemanusiaan saja. Tapi, ketika dirinya mendapat info bahwa Sella adalah anak kandung Rashita, membuat sisi gelap Gavi ingin untuk berada di dekat gadis itu.

Bukan, bukan untuk membalaskan dendamnya yang tidak tuntas, melainkan ada perasaan lain yang menyergap dirinya jika menyangkut keluarga Rashita.

Sebuah penyesalan, kah?

Entahlah, Gavi bahkan tidak bisa menjawab pertanyaan simpel dari Aldi.

Kesal tidak mendapat jawaban yang pasti, Aldi pun melempar Gavi dengan handuk basah yang ia gunakan untuk mengelap rambutnya.

"Lo kek anjing, sumpah, Gav!" ketusnya.

"Apasih, Di? Jorok amat, jemur handuk lo sana!"

"Bodo, gue nanya gak lo jawab. Gak usah suruh-suruh gue, kita gak kenal," ucap Aldi, asal. Pria itu langsung membelakangi Gavi sembari memainkan ponselnya, membuat Gavi menghela napas sabar.

Sepertinya dia harus bisa lebih bersabar sampai tiga hari ke depan. Kalau saja Aldi tidak bertengkar dengan orang tuanya, pasti saat ini Gavi bisa menuntaskan pekerjaannya dengan tenang.

"Eh iya, btw katanya Joan lo ikut kencan buta ya?" usik Aldi, kembali membuat Gavi menelan sisa-sisa kesabarannya.

"Iya," jawab pria itu, sekenanya.

"Kok lo mau? Bukannya lo paling anti sama soal begituan ya?"

"Bunda yang suruh,"

"Lah, kemaren gue nawarin ke elo, kok lo gak mau?"

DEVIL LIKE AN ANGELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang