'Ibrahim untuk Syaqira'
______•••______
Hari ini liburan para santri telah usai. Sejak kemarin sore sudah banyak santri-santri yang kembali ke pondok. Seperti Lisa dan Atika. Kini ketiga manusia itu duduk didepan pintu asrama mereka, Menatap orang-orang yang berlalu lalang di area pesantren.
Syaqira sudah mulai bosan. Dirinya seperti tidak ada semangat sebab ia belum mengisi perutnya. Pagi tadi pun ia tidak mengambil jatah makannya. Padahal sudah diperintah oleh mba Janah.
"Laper, jajan yuk." Ajak Syaqira.
"Koperasi nya masih tutup." Ujar Atika yang kini terbengong seraya menopang dagunya.
"Keluar aja, dideket pesantren kan ada tuh banyak yang jualan." Ujar Syaqira dengan sumringah.
"Ngga ah! Kita kan ngga boleh keluar sama gus nya." Tolak Lisa.
"Izin sama kakang yang jaga itu tuh, pasti dibolehin." Ujar Syaqira seraya menunjuk beberapa keamanan pondok yang berjaga didepan pintu gerbang sembari menyambut orang tua yang menghantar putra-putrinya kepesantren.
"Susah, malesin aku liat muka dia." Ujar Atika.
"Aku belum ambil jatah makan, Tikaaaa." Ucap Syaqira dengan wajah memelas.
"Lah, kenapa ngga ambil?" Tanya keduanya kompak.
"Ya lupa, tadinya kan mau sambut kalian." Ucap Syaqira karena temannya tiba dipesantren pagi tadi.
"Ambil dulu sana, barang kali masih ada sisa untuk kamu." Ujar Lisa.
"Kayaknya habis deh, udah jam segini." Ucap Syaqira menatap keduanya dengan memelas.
"Hehh, coba dulu. Kalau kamu ngga cari disana mana bisa makan. Atau minta sama mba-mbanya." Ujar Lisa.
Syaqira tampak berfikir sejenak, dirinya bingung hendak mengambil makan dimana. Kalau minta mba Janah pasti akan dimarahi karena tidak ambil sejak pagi tadi. Juga sisa makan untuk dirinya sudah pasti sangat kecil.
"Apa minta didalem ya?" Batin Syaqira.
"Yaudah aku kendalem dulu." Ucap Syaqira lalu bangkit meninggalkan kedua temannya.
Syaqira berjalan dengan lesu menuju ndalem. Bahkan, setelah sampai didepan teras, Dirinya hanya berdiam didepan pintu rumah Kyai Abdullah. Dirinya seperti belum terbiasa masuk kedalam, padahal ia sudah sangat sering piket di ndalem.
"Gimana bilangnya?" Tanya Syaqira dengan pelan. Dirinya bimbang antara malu dan sungkan ingin meminta makan di ndalem.
"Ira, ada apa?" Tanya seseorang yang berada dibelakang nya.
Syaqira memutar tubuhnya guna mengecek sang pemilik suara. Senyumnya mengembang begitu mendapati suaminya lah yang berdiri dibelakang tubuhnya. Syaqira bergerak mendekat kearah Gus Ibra dengan tangan yang saling menaut.
"Gus, Ira lapar." Adu Syaqira dengan pelan.
"Lalu?" Tanya Gus Ibra seraya menahan kedutan dibibir nya.
"Ira belum makan, pagi tadi Ira ngga ambil jatah makan ditempatnya mba Janah. Mmm....Ira boleh minta makan ngga gus?" Cicit Syaqira.
Mendengar suara Syaqira membuat Gus Ibra terkekeh pelan. Melihat Syaqira yang memelas dan tidak bertenaga itu membuat dirinya merasa kasihan pada Syaqira.
"Boleh." Jawab Gus Ibra yang membuat Syaqira langsung mengembangkan senyumnya.
"Tapi ada syaratnya." Lanjutnya membuat Syaqira kembali lesu.
KAMU SEDANG MEMBACA
IBRA [Sudah Pernah Terbit]
General FictionIni kisah Syaqira yang harus menerima kenyataan jika dirinya akan menikah dengan gus nya sendiri, juga Gus Ibra yang harus membimbing santri Abinya yang kini berubah status menjadi istrinya. Sifat keduanya sungguh berbanding berbalik, Gus Ibra yang...