Chapter 25

143K 6.9K 88
                                    


HAPPY READING

***

Setelah Doni pergi meninggalkan mereka berdua yaitu Arga dan Tania melalui pintu yang dilewati Tania saat masuk tadi kemudian Tania membalikkan badan menghadap Arga  yang sedang berdiri didepannya.

Arga meringis tertahan akibat pecutan yang diberikan sang papa. Tania yang melihat ringisan Arga merasa bersalah.

Karena salah satu penyebab papanya Arga marah adalah dirinya. Karena Arga membela Tania saat kejadian di sekolah tadi. Dan itu semua ada sangkut pautnya dengan Ana.

Ana selalu mengadu kepada Doni, papanya Arga. Ana selalu berkata jika ia terus mendapatkan Bullyan dari Misya sahabatnya Tania. Sejak Ana mengatakan hal tersebut, Doni langsung tidak menyukai Tania, gadis yang biasanya datang kerumahnya membawa buku dan bertemu dengan Arga.

Ana juga sering mengatakan jika Arga, kakak tirinya tidak pernah membela dirinya saat ia di bully oleh Misya. Saat mengatakan hal tersebut, Ana juga menangis. Doni yang mendengarkan dan melihat tangisan Ana mulai merasa geram kepada Arga.

Saat pertama kali, Doni hanya menegur Arga untuk dia agar bisa membela Ana. Tetapi Ana terus mengadu jika dirinya tidak pernah mendapatkan pembelaan dari Arga dan Arga hanya diam saja. Sejak saat itu Doni dengan Arga bertengkar karena Arga tidak menuruti kemauan Doni.

Dan untuk pertama kalinya Arga mengatakan jika itu bukan urusannya. Doni yang mendengarkan ungkapan Arga merasa geram. Doni langsung membogem wajah Arga. Arga hanya diam saja saat mendapatkan kekerasan dari papanya.

Arga merasa papanya bukan tandingannya. Ia takut jika ia melawan dengan pukulan maka ia akan menyesal. Alhasil ia hanya pasrah diperlakukan seperti itu oleh sang papa.

Dan sekarang, Doni mendapatkan aduan lagi dari Ana. Ana mengatakan jika ia di fitnah disekolah melalui video dan foto. Ana juga mengatakan jika penyebar itu semua adalah Tania. Dan Arga malah membela Tania saat disekolahan tadi. Alhasil Doni langsung menghukum Arga.

Dulu. Doni juga sering melihat Tania yang tidak jadi masuk ke dalam rumahnya karena melihat dirinya memberikan kekerasan kepada Arga. Tak jarang Tania juga mendengarkan semua ucapan yang dilontarkan papanya Arga untuk Arga. Sejak saat itu Tania jadi mengetahui penyebab Doni memperlakukan Arga seperti itu.

**

Arga sadar jika ia sedang diperhatikan oleh gadis di depannya yang tingginya hanya sampai sebatas dagunya. Arga langsung menatap mata gadis tersebut.

Tania yang awalnya merasa sedih melihat Arga yang menahan ringisan kini malah menjadi gugup kala Arga menatap matanya intens.

Tania harus menyingkirkan rasa gugupnya. Ia harus bertanggung jawab karena perlakuan Doni kepada Arga yang sampai menghasilkan luka di lengan atas Arga.

Tania menggerakkan tangannya menyentuh bagian yang terkena luka di tubuh Arga. "Aku obatin." Ucap Tania.

"Pulang."

Tania kaget melihat ucapan Arga yang begitu dingin padanya.

"Hah?"

"Pulang. Gue gapapa."

Arga menolak bantuannya dan mengusirnya secara bersamaan? Tania benar-benar merasa bersalah sekarang.

"Aku penyebab kamu begini, jadi aku harus tanggung jawab Ar."

"Boleh ya aku obatin?" Tania membujuk Arga agar bisa menerima tawarannya. Jujur jika Tania tidak mengobati luka Arga maka ia akan benar-benar sangat merasa bersalah.

"Hm."

Setelah itu Arga langsung berjalan menuju sofa dan mendudukkan tubuhnya di sofa.

Tania berlari keluar menuju mobilnya. Ia tidak tau dimana keberadaan kotak P3K dirumah Arga. Jika ia bertanya maka akan mustahil dengan sikap Arga yang menurut Tania sedang buruk. Mana mungkin juga ia mencari - cari sendiri kotak P3K dirumah Arga, menurutnya itu sedikit tidak sopan.

Untungnya Tania selalu membawa kotak p3k nya di dalam mobil. Tania mengambil kotak tersebut kemudian berjalan menemui Arga.

"Loh non Tania disini."

Tania memberhentikan langkahnya kala mendengar suara seseorang. Ia melihat ke sumber suara. "Eh bik Asih." Sapa Tania saat melihat orang tersebut.

Bik Asih merupakan pembantu keluarga Arga. Bi Asih yang membantu mamanya Arga untuk merawat Arga dari kecil. Jadi Bi Asih sudah belasan tahun bekerja di keluarga Arga.

Bik Asih cukup mengenal Tania karena sejak kepergian mamanya Arga, Tania tak jarang datang ke rumah Arga.

"Makasih ya non udah hadir di kehidupan den Arga."

Tania tertegun mendengar penuturan Bik Asih.

Arga? Seburuk itukah perlakuan om Doni sampai pembantu di rumah Arga mengatakan hal tersebut.

Tania jadi ingin selalu ada untuk Arga. Dan ia harus membuang rasa malunya saat mendapatkan penolakan dari Arga. Sekarang tujuan dia hanya ingin selalu ada untuk Arga meskipun perasaannya masih belum hilang.

"Iya Bik sama-sama. Em Tania ke dalem dulu ya." Ucap Tania sambil tersenyum kemudian melanjutkan langkahnya yang terhenti.

***

"Kamu gimana si sampe bisa ketauan. Nanti kalo papa kamu tau kalau itu benar kamu gimana!"

"Mereka juga semakin menjadi-jadi kalau kamu diemin terus An!" Tambahnya.

"Mama tenang aja, mereka itu kecil bagi Ana."

Dua orang tersebut adalah Ana dan Mira mamanya Ana. Kini mereka sedang berada di apartemen yang di belikan suami mamanya. Apartemen tersebut adalah milik Ana. Permintaan Ana selalu dituruti oleh sang papa tirinya. Kenapa tidak? Jika dirinya adalah anak dari seseorang yang sangat sangat di cintai oleh papa tirinya.

Doni tidak tau saja jika mereka hanya mengincar hartanya.

"Kamu juga harus bisa luluhin hati kakak tiri kamu juga."

"Mama ngga liat? Ana selalu ngadu ke papa biar Arga bisa simpati ke aku. Tapi apa? Bahkan dia rela di kasari papa demi ngga ngebelain aku doang."

"Tapi kamu tau kan? Kalau Arga pemilik saham terbesar di perusahan. Jadi kamu coba buat luluhin dia dan ambil semuanya."

Perusahan yang dipimpin Doni merupakan milik papanya mamanya Arga, sebut saja kakeknya Arga. Dan Arga merupakan pewaris setelah mamanya, meskipun Doni yang memimpin perusahaan tersebut, tetapi tetap saja jika kepemilikan perusahaan tersebut atas nama Arga.

***

Sekarang di kediaman Mahatama terdapat dua orang paruh baya sedang memandang anaknya dengan tatapan bertanya.

"Kamu ngapain lagi si Sya, bisa-bisanya diskors selama tiga hari." Omel Rani.

Kini mereka. Rani, Cakra dan Misya sedang berada di ruang keluarga.

"Ya maaf." Ucap Misya sambil cengengesan.

"Mala cengengesan lagi."

"Udahlah Ma, pasti ini ada alasannya." Cakra selalu menjadi penengah. Ia tim netral saja.

Rani hanya mendengus kesal mendengar penuturan suaminya. "Misya udah kelas dua belas pa, dia harus bisa jadi lebih baik dong." Ucap Rani sambil melirik ke arah Cakra.

Rani mengalihkan pandangannya melihat ke arah Misya sebelum berkata. "Pokoknya mama ngga mau tau, ini harus menjadi terakhir kalinya mama dapat surat dari sekolahan." Ucap Rani dengan kesal.

"Kalau kamu ngga nurut, mama bakal kirim kamu ke asrama!" Tambahnya.

Misya terkejut dengan ucapan Rani. Asrama? What the? Padahal tinggal menghitung bulan loh dirinya lulus.

"Ke sekolah anaknya Dirga aja ma." Cakra menimbali ucapan sang istri.

Rani melirik tajam ke arah Cakra, bisa-bisanya ia lagi emosi, sang suami mala seperti itu.

Tbc

22.34
01/10/23

TRANSMIGRASI REVAZATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang