Bab 8: Here is Vissarion

326 88 25
                                    

Saat pintu kayu berukuran besar itu didorong, sebuah kamar dengan ukuran yang luas menyambut Sherianne. Decakan kagum gadis itu membuat dua Demon Maid yang sedang bersamanya tersenyum tipis.

"Anda menyukainya, Nona?" tanya Louisa.

"Tentu!" Sherianne tersenyum sumringah.

Kamar itu tidak terlihat buruk. Bahkan tampak nyaman untuk ditempati. Meski masih didominasi dengan warna hitam, setidaknya dekorasinya cukup baik. Terlebih dengan adanya kasur king size yang berada di tengah ruangan. Kasur tersebut seolah memanggil Sherianne untuk segera merebahkan tubuh di atasnya. Tiba-tiba Sherianne menguap.

"Kalau begitu kami permisi dulu," pamit Ileana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kalau begitu kami permisi dulu," pamit Ileana.

"Kalau anda membutuhkan sesuatu, penjaga selalu siaga di depan pintu kamar anda Nona." Louisa menambahkan.

"Penjaga?" Kening Sherianne mengerut. Kerutan tersebut mengendur saat menyadari suatu kemungkinan mengenai siapa seseorang yang memberi perintah tersebut. Siapa lagi kalau bukan sosok yang disebut-sebut sebagai King Demon itu?

Setelah merasa tidak ada yang perlu dilakukan lagi, kedua Demon Maid itu undur diri. Menyisakan Sherianne sendirian di kamar itu yang masih belum puas mengagumi ruangan yang bahkan lebih mewah jika dibandingkan dengan kamar kecilnya di rumah.

Selain ruangannya yang luas, di dalamnya terdapat kamar mandi yang unik. Sebab di sana tidak hanya terdapat bathtub, tetapi juga kolam kecil dengan ukuran 5 x 5 meter. Dindingnya dibuat dengan batu cadas dan dihiasi dengan tumbuhan-tumbuhan merambat sehingga memberi kesan menyatu dengan alam.

Tidak hanya itu, di kamar tersebut juga terdapat walk in closet yang berisi gaun-gaun indah yang tampak mahal. Sherianne jadi bertanya-tanya, berapa banyak jumlah kekayaan yang dimiliki Allan? Satu hal yang pasti, tidak ada Raja yang miskin bukan? Walau entah mengapa saat di kampus, lelaki itu memilih berpenampilan sederhana. Namun tak dipungkiri penampilan yang sederhana itu tidak mengurangi ketampanannya sedikitpun.

Tapi jika memang Allan adalah seorang King Demon di negeri asing ini, untuk apa ia repot-repot menyamar menjadi seorang mahasiswa? Ya meski usianya memang sepantaran umur mahasiswa pada umumnya di Bumi. Sherianne akan menanyakannya nanti.

Tiba-tiba Sherianne membayangkan bagaimana jadinya jika ia menikah dengan Allan. Ia pasti tidak perlu lagi menggantungkan hidupnya kepada dia. Kendatipun jika hal tersebut benar terjadi, berarti ia akan menikah dengan sesosok Demon.

Wajah Allan memang tampan dan Sherianne akui itu. Tapi bagaimana dengan statusnya? Terlepas dari itu, satu hal yang penting adalah meski Allan sesosok Demon, selagi ia bersikap baik bukankah itu tidak menjadi masalah? Sherianne berseru gemas dengan wajah yang bersemu merah.

"Eh?" Ia tersentek dengan pemikirannya barusan. "Jangan gila Sherianne!" Gadis itu memukul-mukul kepalanya. Mengusir halusinasi konyol tersebut.

Belum tentu juga Allan akan tertarik pada gadis biasa sepertinya, kan? Dasar wanita! Bukannya ingin bersikap matrealistis, tapi wanita mana yang tidak ingin menikah dengan lelaki yang dapat memberikan kehidupan yang layak untuknya? Lagipula masih banyak lelaki normal yang kaya lainnya selain Allan, pikir Sherianne.

Pintu kamar tersebut tiba-tiba dibuka tanpa diketuk terlebih dahulu. Wajah Allan muncul di baliknya. "Sedang memikirkanku?" tebaknya.

Rona merah kembali menghiasi wajah Sherianne. Tanpa diundang, potongan halusinasi saat membayangkan dirinya menikah dengan Allan kembali datang. Ia membuang muka agar Allan tidak dapat melihat wajah meronanya. "Rasa percaya dirimu tinggi juga. Tidak takut jatuh?" Sherianne mengembalikan ucapan Allan yang sama persis dengan saat di mana mereka berada di The Grizzle of Museum.

Allan tersenyum miring. "Aku memiliki sayap dan sudah mahir menggunakannya. Bukankah kau yang seharusnya merasa takut?" Ia tersenyum penuh kemenangan.

"Terserah!" sahut Sherianne dengan wajah merengut. Ia mencoba merubah topik pembicaraan. "Lain kali kau harus mengetuk pintu terlebih dahulu jika ingin masuk ke kamar yang ditempati oleh seorang gadis." Kemudian ia berjalan menuju balkon, meninggalkan Allan yang masih menatapnya lekat.

Allan menyusul gadis itu. "Tanyakanlah," ucapnya. "Kau pasti sudah menyimpan seribu tanda tanya dalam kepalamu yang keras itu."

Sherianne mendengus. "Sejak tadi aku ingin melakukannya tapi kau tidak memberiku kesempatan."

"Dan sekarang kesempatan itu sudah ku berikan," balas Allan.

Gemeletuk magma yang mengalir di bawah sana menarik perhatian Sherianne. Ia menghela napas. Baru kali ini ia melihat kastil yang dibangun di kawasan tidak biasa seperti ini. Dan ajaibnya, kastil tersebut tampak berdiri kokoh. Tak terganggu sedikitpun dengan aliran magma di bawah sana yang sewaktu-waktu bisa saja menguap naik dan menyapu habis kastil ini.

"Sebenarnya aku sedang berada di mana?" Sherianne melontarkan pertanyaan pertamanya.

"Vissarion."

Nama yang disebutkan Allan barusan terdengar asing bagi Sherianne. "Aku belum pernah mendengarnya. Kira-kira Visaarion itu berada di belahan bumi bagian mana?"

"Siapa bilang kita sedang berada di Bumi?"

"Apa?" Sherianne mengernyit tidak mengerti. "Lalu kalau bukan di Bumi, ini di mana?"

"Bumi dan Vissarion adalah dunia yang berbeda." Allan menyandarkan tangannya pada pagar pembatas balkon. "Menurutmu sejak kapan di Bumi ada makhluk-makhluk seperti Werewolf, Vampire, dan makhluk lainnya? Bagi manusia mereka hanyalah karakter fiksi, kan?"

Sherianne menggaruk kepalanya sambil meringis. Yang dikatakan Allan benar. Tapi hal tersebut belum bisa diproses dengan baik oleh logikanya.

"Jadi sekarang aku sedang berada di tempat antah berantah dan yang jelas ini bukan di bumi?" Sekali lagi, Sherianne memastikan. "Lalu bagaimana mungkin aku bisa berada di sini?"

Kepala Allan berputar cepat. Manik hitamnya menatap Sherianne dengan sebelas alis terangkat. "Seharusnya aku yang bertanya seperti itu." Ucapannya kemudian terdengar lebih seperti sebuah cibiran. "Asal kau tahu, tidak ada manusia yang bisa menembus batas dimensi."

"Kenapa?"

"Tentu saja karena kalian makhluk lemah."

Dada Sherianne memanas. Sikap menyebalkan lelaki itu bertambah satu. Yaitu sombong. "Siap Yang Mulia Raja Allan Gorden Shancez si makhluk paling kuat!" Sherianne meletakkan tangannya di pelipis. Terlihat seperti sedang memberi sebuah penghormatan, namun sebenarnya ia sedang meledek Allan.

"Kau tidak seharusnya berada di sini Sherianne."

Sherianne menurunkan tangannya. "Lalu kau pikir aku mau berlama-lama di sini?" Ia menunjuk lantai yang mereka pijak dengan jari telunjuk. "Apalagi bersamamu," cibirnya. "Kau harus segera membawaku kembali ke duniaku. Bumi."

Untuk sesaat tidak ada jawaban apapun dari Allan. Lelaki itu tampak sedang berpikir dengan raut datarnya yang tetap terjaga.

"Bagaimana? Bisa, kan?" Sherianne menginterupsi.

"Beristirahatlah. Dan jangan pernah mencoba untuk kabur." Allan menuju ke pintu keluar meninggalkan Sherianne begitu saja. Tidak memberi gadis itu kepastian sama sekali mengenai permintaannya.

Sayang sekali Sherianne tidak sempat melampiaskan kekesalannya pada lelaki yang suka bersikap seenaknya itu. "Siapa juga yang berniat kabur," rutuknya. Melihat aliran magma yang mengalir di bawah sana saja sudah membuat nyalinya ciut. Sherianne tidak ingin mati konyol hanya karena salah pijakan lalu beakhir dengan terpeleset ke bawah sana.

Tapi sepertinya ia melupakan sesuatu. Ah, benar. Sherianne lupa menanyakan tentang mengapa Allan meyamar sebagai mahasiswa di kampus. Kekesalannya pada lelaki itu membuatnya lupa menanyakan hal tersebut. Sherianne menghentak-hentakkan tubuhnya di atas kasur sambil sesekali memukuli bantal.

***

Derap langkah Allan yang lebar dan penuh wibawa itu menggema di sepanjang lorong. Para Demon yang berjaga membungkuk hormat saat King Demon itu melintas. Saat ini pikirannya tertuju pada seorang Eclessie yang tinggal di lembah Aether. Ia harus menemuinya sekarang juga untuk mengurai tanya.

***

SherianneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang