Bab 7: King Demon

359 94 23
                                    

Setelah sempat melewati wilayah dengan pemandangan yang indah, kini pemandangan yang ditangkap manik Sherianne adalah tanah gersang yang dipenuhi bebatuan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah sempat melewati wilayah dengan pemandangan yang indah, kini pemandangan yang ditangkap manik Sherianne adalah tanah gersang yang dipenuhi bebatuan. Sama sekali tidak memanjakan mata. Debu yang berterbangan sesekali membuatnya terbatuk sebab saat ini Allan sedang terbang rendah.

Banyak hal yang sebenarnya Sherianne ingin tanyakan pada Allan. Termasuk ke mana Allan akan membawanya. Tapi sekarang tentu bukan saat yang tepat. Maka ia memilih memendam semua pertanyaannya terlebih dahulu. Tak berselang lama kastil yang berdiri kokoh di depan sana menarik perhatian Sherianne. Hal menariknya adalah kastil tersebut berada di atas aliran magma.

Wajah Sherianne berubah tegang.

"Aku tidak akan melemparkanmu ke bawah sana."

Penuturan Allan barusan membuatnya menghembuskan napas lega.

Sesaat kemudian, mereka melewati pintu gerbang kastil tersebut yang dijaga oleh dua sosok Demon yang memegang tombak dengan wajah siaga. Melihat kehadiran Allan, kedua Demon tersebut membungkuk memberi hormat sebelum kembali pada sikap semula.

Ballroom yang luas menyambut Sherianne saat Allan menurunkannya. Di sudut sana terdapat kursi berwarna keemasan yang terlihat seperti singgasana. Di sepanjang jalan menuju kursi tersebut terbentang sebuah red carpet beserta jajaran para Demon dengan sayap yang membentang lengkap dengan tombak yang sama seperti di pintu gerbang tadi.

"Hormat kami, Yang Mulia!" Para Demon yang jumlahnya ada sepuluh itu berujar kompak sembari membungkuk penuh penghormatan. Sesekali jubah hitam mereka berkibar diterpa angin. Di bawah kursi singgasana itu terlihat dua sosok gadis Demon yang juga sedang memberi hormat menyambut kedatangan Allan.

Bertambah lagi daftar pertanyaan yang ingin Sherianne tanyakan nanti. Mengapa semua yang ada di sini terlihat begitu menghormatinya? Bukankah Allan tak lebih dari sekedar seorang lelaki yang menyebalkan?

"Ck! Memangnya dia siapa sampai harus diberi hormat seperti itu?" Sherianne berdecak sembari melipat tangan di dada.

Semua mata kini tertuju pada gadis asing yang tadi datang bersama Allan. Sementara langkah Allan yang sedang menuju ke singgasananya mendadak berhenti dan melayangkan tatapan tajam pada Sherianne. Namun gadis itu membalasnya dengan tatapan mengejek.

Mendengar ucapan tidak sopan yang ditujukan untuk Raja mereka, salah satu dari para Demon tadi mengeluarkan sebilah pedang untuk memotong lidah gadis kurang ajar itu. Tetapi gerakannya ditahan oleh Allan.

"Dia tamuku, Lucian!" Allan menghentikan pergerakan Lucian.

Sementara Lucian menatap Sherianne dengan penuh kebencian. Kalau saja Allan tidak menahannya, gadis yang saat ini sedang menatapnya remeh sembari melipat kedua tangannya di dada itu akan ia buat kehilangan detak jantungnya.

"Bawa dia ke kamar kosong yang tersisa!" perintah Allan pada sosok dua gadis Demon yang sepertinya adalah pelayan di kastil itu.

Mereka menghampiri Sherianne dengan patuh. "Mari nona." Kedua gadis Demon dengan bola mata kelam itu mencoba bersikap ramah pada sang tamu. Nama mereka adalah Louisa dan Ileana.

Sherianne tersenyum canggung.

Sejak awal menginjakkan kaki di tempat ini, aura gelap yang membuat merinding menyergap Sherianne. Sebenarnya kastil itu lebih dari sekedar kata megah. Yang membuatnya tampak suram adalah design interiornya. Apakah pemilik kastil ini tidak memiliki cukup uang untuk menyewa seorang designer interior dengan selera yang baik?

Sherianne menduga, pemiliknya pasti tidak mengenal warna lain selain hitam. Lihat saja warna cat dinding, dan beberapa dekorasi yang didominasi dengan warna suram tersebut. Memang tidak sepenuhnya. Seperti halnya candle holder, lampu hias yang menggantung tinggi pada plafon, serta bingkai lukisan-lukisan abstrak yang dipajang di dinding. Benda-benda tadi berwarna kuning keemasan.

Namun yang terpenting dari sebuah ruangan agar terlihat menawan adalah warna cat dinding, kan? Sekiranya begitulah bagi Sherianne.

Tapi kira-kira siapa pemilik kastil ini?

Melihat Sherianne yang diam saja, Louisa kembai berkata. "Mari nona."

"Kami akan mengantar anda ke kamar," timpal Ileana.

"Uh, bolehkah aku bertanya sesuatu?" Sherianne memandang keduanya bergantian.

Kedua Demon Maid itu saling pandang sesaat sebelum pandangan mereka mengarah pada bentuk pakaian yang aneh dan kotor di tubuh Sherianne.

"Nona jangan khawatir. Kastil ini menyediakan banyak gaun-gaun indah yang bisa anda kenakan," ucap Louisa.

"Ah... tidak." Sherianne menggerakkan kedua tangannya. "Bukan itu yang ingin aku tanyakan."

"Lalu?" timpan Ileana bingung.

"Um..." Sherianne menimang sejenak. "Siapa pemilik kastil ini?"

Louisa dan Ileana mengangguk paham. Ternyata itu yang ingin ditanyakan oleh gadis asing ini.

"Anda bisa melihat siapa yang duduk di kursi singgasana itu, Nona!" Louisa menunjuk kursi singgasana dengan dagu. "Kami memanggilnya Yang Mulia Raja."

Sherianne mengikuti arah yang ditunjukkan Louisa. Lagi-lagi ia mendapat kejutan. Sosok yang sedang duduk dengan badan tegap dan wajah angkuh di singgasana itu adalah Allan.

"Allan Gorden Shancez?" pekik Sherianne tanpa sadar.

Karena ucapannya semua mata yang ada di sana kembali menjadikan Sherianne pusat perhatian. Lucian merangsek maju, mencengkram rahang gadis itu. "Jangan kurang ajar dengan Raja kami!" ia mendesis penuh penekanan. Tindakannya barusan membuat Sherianne gelagapan. Tenaga Lucian benar-benar di luar batas wajar.

Tapi sikap Sherianne juga tidak dapat dinormalisasi. Sebab kaum yang kastanya lebih rendah, tidak boleh memanggil sang Raja dengan sebutan namanya bahkan nama lengkapnya. Namun gadis itu dengan lanccang melakukannya tanpa merasa bersalah.

"Hentikan Lucian!" bentakan Allan membuat Lucian melepaskan tangannya. King Demon itu beranjak dari singgasananya, menatap Lucian dengan tidak suka. "Dia tamuku, aku sudah mengatakannya bukan? Jangan kurang ajar!"

"Tapi Yang Mulia..."

"KAU MEMBANTAHKU?!" Suara Allan menggelegar. Para Demon yang ada di sana menunduk takut. Manik Allan beralih pada Sherianne. "Kau harus istirahat," ucapnya dengan intonasi lebih rendah. Ia memberi intruksi pada Louisa dan Ileana agar segera membawa gadis itu enyah dari sini.

"Tapi..."

"Sebaiknya anda menurut, Nona. Percayalah tidak ada yang suka melihat Yang Mulia Raja marah." Ileana memberi tahu dengan berbisik.

"Dan percayalah itu bukan pemandangan yang bagus," timpal Ileana.

Sherianne menghela napas kasar. Padahal ia tidak sabar ingin bertanya banyak hal pada Allan. Namun sepertinya lagi-lagi ia harus menundanya.

***

SherianneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang