•
•
•
•
•" Jangan percaya kepada siapapun semua penuh tipu daya."
"Bagaimana?" tanya seorang pria yang duduk di kursi besar, tatapannya menusuk tajam ke arah bawahannya yang berdiri dengan kepala tertunduk.
Bawahan itu, yang masih berdiri di depan, menelan ludah dan mengusap keringat dingin dari dahinya. "Maaf sebelumnya, tuan. Kami telah mencoba, tapi kami masih belum mendapatkan jejaknya," katanya dengan suara yang gemetar, berusaha menjaga sopan santun di hadapan kemarahan bosnya.
Wajah pria yang duduk di kursi tersebut merah padam oleh amarahnya. "Mencari satu orang saja, itu sangat sulit untuk kalian?" bentaknya dengan nada yang penuh amarah. Matanya menatap tajam bawahannya yang menunduk, membuat suasana semakin tegang di dalam ruangan mewah itu.
"Aku memberimu waktu satu minggu terakhir. Jika tidak berhasil, nyawa kalian yang akan menjadi taruhan." pria itu melanjutkan dengan suara rendah yang menakutkan.
Bawahan itu menelan getir, "Baik tuan, saya mengerti."
"Sekarang, keluar." Bawahan itu menunduk hormat sebelum berbalik dan melangkah keluar, meninggalkan ruangan penuh dengan ketegangan yang mencekam.
Saat pintu tertutup rapat, pria di kursi besar itu menggenggam tangannya erat-erat. Kepalanya terasa berdenyut hebat, pikirannya berputar-putar mencoba mencari jalan keluar dari teka-teki ini. Ia tidak bisa mengerti bagaimana seseorang bisa menghilang begitu saja, seolah lenyap dari muka bumi. Hilangnya orang yang ia incar tidak dapat dijelaskan dengan mudah, dan perasaan kebingungannya semakin dalam.
"Zayas, sekarang bolehkah aku pergi ke taman?" tanya Javiel kepada Zayas, yang baru saja menata makanan di meja.
Zayas menghentikan kegiatannya, ia menatap Javiel sejenak sebelum kembali melanjutkan menata makanan di meja. "Saya kira itu tidak perlu lagi ditanyakan, mengingat kau sudah keluar dari kamar dan pergi ke taman dengan diam-diam," ucap Zayas dengan suara datar, membuat Javiel terbelalak.
Bagaimana bisa dia mengetahuinya? Bukankah seharusnya hanya Damon yang mengetahui? Pikir Javiel.
Melihat reaksi Javiel, Zayas melanjutkan, "Kami semua tahu bahwa kau keluar dari kamar dengan diam-diam, jangan berpikir bahwa kami tidak mengetahuinya."
Javiel menatap Zayas setelah menyadari keterkejutannya. "Lalu mengapa kalian tidak menghentikanku dan membawaku kembali ke kamar?" tanya Javiel bingung. Jika mereka tahu, mengapa mereka membiarkannya bebas begitu saja?
Zayas tidak memberikan jawaban, ia terus sibuk dengan makanan, seolah-olah tidak peduli dengan pertanyaan Javiel.
Melihat ketidakterbalasan dari Zayas, Javiel mendapatkan firasat curiga. Mungkin saja ada rencana berbahaya terhadapnya. Bagaimana mungkin seorang tahanan bisa dibiarkan bebas berkeliling begitu saja.
"Saya pikir kau cukup cerdas untuk menghubungkan semua ini," ucap Zayas tiba-tiba, membuat Javiel mengernyit bingung, tidak mengerti maksud dari kata-katanya.
"Jika kau ingin pergi ke taman, saya akan menemanimu," lanjut Zayas.
"Benarkah? Aku sangat ingin ke taman lagi!" ucap Javiel dengan suara cerianya, wajahnya berbinar-binar karena senang akhirnya bisa bebas lagi dari kamar ini.
Zayas hanya mengangguk sebagai respons. "Tapi sebelum itu, makanlah terlebih dahulu."
Javiel mengangguk antusias dan mulai menyantap makanannya. Entah mengapa kali ini ia tidak mendapat respons ketus dari pelayan ini lagi. Meskipun responnya tetap terlihat datar, itu tak mengganggu Javiel sama sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ruthless Dominion
RandomDentuman musik bergema, memenuhi ruangan dengan keharmonisan yang begitu nyaring, disertai sorakan riuh penonton yang memperheboh suasana. Namun, pria yang kejam namanya menjadi terhormat ini hanya duduk santai, mata terfokus pada seorang pria berwa...