•
~ Happy Reading ~
Kabar tentang konflik antara Salvatore dan Baron mulai menyebar di kalangan para mafia. Pertanyaan mengenai siapa dalang di balik kehancuran markas Salvatore akhirnya terjawab. Banyak dari mereka tidak dapat mengerti mengapa Baron berani kembali menantang Salvatore setelah kehancuran mereka tujuh belas tahun yang lalu, di masa kepemimpinan Damian, kakek Damon.
Para mafia ini memutuskan untuk tidak ikut campur dalam urusan kedua mafia tersebut, terutama jika melibatkan Damon. Semua orang tahu betapa kejamnya Damon dalam memimpin. Mereka hanya akan menunggu kabar kematian kedua mafia itu, terutama Damon.
Saat itulah mereka melihat peluang untuk mengokohkan posisi mereka dalam dunia bawah. Baron hanya dianggap sebagai mafia kecil, dan bukanlah ancaman besar. Menyingkirkan mereka dianggap sebagai tugas yang mudah, dan inilah mengapa banyak yang berharap akan kejatuhan Damon, meskipun sadar bahwa itu adalah hal yang sulit dicapai.
Salvatore memiliki pengaruh yang besar dalam dunia kriminal. Mereka terlibat dalam berbagai kegiatan ilegal seperti penjualan senjata, perdagangan organ manusia, perdagangan manusia sebagai budak, dan menyewa pembunuh bayaran. Namun, selama bertahun-tahun, kejahatan mereka berhasil disembunyikan dengan baik.
Darren Arsalan, identitas lain Damon yang dikenal publik. Masyarakat hanya mengenal Darren sebagai individu yang baik hati dan rendah hati. Keterlibatan Damon dengan pemerintah menjadi alasan mengapa tak ada yang mengetahui betapa gelapnya rekam jejak kejahatan yang sudah dilakukan olehnya.
"Apa kau yakin?" tanya Jarel kepada Damon yang sedang memeriksa senjata.
Sekarang, mereka berada di markas milik Jarel. Kalian pasti sudah tahu bahwa markas Salvatore sudah dihancurkan. Tidak mungkin Damon akan membawa anak buahnya yang begitu banyak ke kediamannya. Oleh karena itu, mereka berkumpul di markas Jarel.
Damon tidak merespon, ia mengabaikan pertanyaan Jarel dan hanya fokus memeriksa berbagai pistol yang tersedia.
"Hei, kenapa aku tidak bisa berada di depan bersamamu saja?" tanya Jarel lagi.
Damon berhenti dari kegiatannya dan menatap Jarel. "Lakukan saja apa yang telah kuperintahkan," katanya tegas.
"Bagaimana jika-"
"Lakukan saja," potong Damon, menatap Jarel dengan tajam.
"Baiklah, baiklah, aku hanya akan datang jika kau memberikan kode," Jarel mengalah. Ia tidak mengerti mengapa Damon tidak memberikan strategi yang lebih baik. Bukan bahwa ia meragukan rencana Damon, hanya saja ia tidak memahami mengapa Damon harus turun tangan langsung. Jika Damon mau, ia bisa memerintahkan Alex dan dirinya sendiri. Tetapi Damon tidak melakukannya.
'Apa karena Javiel?' Jarel memikirkan kemungkinan itu.
"Tuan," panggil seseorang dari ambang pintu. Mereka berdua menoleh, melihat Alex yang berdiri di sana.
"Semua perintah sudah saya lakukan, dia sudah saya pindahkan," ucap Alex.
"Apakah dia menanyakan sesuatu?" tanya Damon.
'Siapa yang dimaksud dengan 'dia'?' Batin Jarel. Kening Jarel berkerut, ekspresi kebingungannya tergambar jelas di wajahnya saat mendengar pembicaraan antara Alex dan Damon. Ia merasa bingung tentang sosok yang dimaksud oleh Damon dan Alex.
"Ya, tuan. Saya menjawab sesuai perintah tuan." Jawab Alex.
Damon mengangguk sebagai tanggapan, lalu ia keluar dari ruangan. Diikuti oleh Jarel dan Alex dari belakang. Di luar, banyak pria berpostur besar yang sudah siap dengan berbagai senjata mereka.
"Persiapkan diri kalian," suara Damon bergema di dalam ruangan. "Baron sudah berada di sana terlebih dahulu, mungkin saja mereka sudah mengepung tempat itu. Perhatikan sekeliling jika kalian tidak ingin terbunuh," lanjutnya dengan nada tegas, menciptakan ketegangan di udara.
"Siap, bos," jawab anak buah Damon dengan kompak, sehingga suara mereka terdengar nyaring memenuhi ruangan. Damon tersenyum sinis dalam hati, ia tidak sabar untuk segera bertemu dengan lawannya.
Di sebuah tempat yang jauh dari keramaian kota dan terpencil, tempat yang telah hancur seiring berjalannya waktu, terdapat reruntuhan bangunan tua yang kini hanya berdiri sebagai saksi bisu dari masa lalu yang pernah menjelma sebagai markas penting Baron. Desa terdekat berjarak beberapa kilometer, dan kota terdekat lebih dari seratus kilometer jauhnya. Di sini, mereka bisa bebas bergerak tanpa risiko mengundang perhatian yang tidak diinginkan.
Ketika Damon, Alex, dan anak buah Damon tiba di tempat tersebut, mereka menemukan Gavin, Maverin, dan Hagel sudah berada di sana. Ketiganya berdiri di antara reruntuhan, menatap kedatangan Damon dan rombongannya dengan tatapan remeh. Tempat itu sudah dikelilingi oleh para anggota Baron yang berjaga, senjata-senjata mereka siap terhunus.
Damon maju dengan langkah mantap, memancarkan aura dominasi dan ketegasan melalui tatapannya.
"Tuan Damon, lama tidak bertemu," ucap Hagel dengan suara yang terdengar menghina.
Damon hanya memandangnya dengan tatapan tajam yang tak tergoyahkan. Ia tak berniat membalas kata-kata Hagel. Ia sudah menduga bahwa pemimpin mafia yang pernah ia hancurkan ini akan bersekutu dengan Baron untuk membalaskan dendamnya.
"Di mana orang tua itu?" akhirnya suara dingin Damon terdengar, tatapannya menusuk tajam menatap ketiganya.
"Untuk apa kau menanyakan tentang ayahku?" balas Gavin. "Apakah kau merindukan ayahku yang pernah merawatmu saat masih kecil? Atau..." lanjut Gavin menggantungkan kalimatnya, lalu ia melangkah mendekati Damon, berdiri di hadapannya.
"Atau kau merindukan wajah orang yang membunuh ibumu?" lanjutnya dengan nada sinis sembari menatap Damon dengan tatapan remeh.
Click
Damon tiba-tiba menghunus pistolnya tepat di depan kening Gavin. Tatapan tajam Damon memancarkan kemarahan yang mendalam.
"Wow wow, tenang saja. Kau terlalu sensitif jika bicara soal ibumu," kata Gavin, sambil mengangkat kedua tangannya dan mundur perlahan.
"Tapi jujur saja, ayahku selalu mengagumi pelayanan ibumu. Sayangnya ibumu sudah tiada"
DOR!
Bunyi tembakan pertama menggema, lengan Gavin terkena tembakan Damon. Matanya kini memerah, kemarahannya telah menguasainya.
Gavin yang terkena tembakan hanya tertawa dan menatap Damon. "Kau benar-benar cepat tersulut kemarahan."
"Aku tak punya waktu untuk basa-basi," ujar Damon dingin.
Maverin tersenyum sinis. "Anjing kecilku semakin menakutkan."
Damon tidak menggubris celaan Maverin, ia hanya menatap mereka tanpa ampun.
Akhirnya, Hagel angkat bicara. "Baiklah, hentikan pertunjukanmu. Akan ada pertunjukan lain yang lebih menarik dari ini." ucapnya sembari mengangkat tangan, memberi kode entah pada siapa.
BANG!
Tiba-tiba, suasana semakin mencekam ketika terdengar tembakan kedua. Namun, tembakan itu bukan dari Damon atau anggota Baron, melainkan dari seseorang yang datang dari belakang kelompok Baron.
"Tuan Javiel," gumam Alex, matanya terbelalak melihat Javiel, yang baru saja melepaskan tembakan. Ia benar-benar terkejut, ini tidak sesuai dengan apa yang ia duga.
Hagel tersenyum sinis, melihat Javiel yang datang dengan berani, membawa senapan mesin di tangannya.
To be continued...
Sudah dikasih kode tidak
mau mengerti...041123.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ruthless Dominion
RandomDentuman musik bergema, memenuhi ruangan dengan keharmonisan yang begitu nyaring, disertai sorakan riuh penonton yang memperheboh suasana. Namun, pria yang kejam namanya menjadi terhormat ini hanya duduk santai, mata terfokus pada seorang pria berwa...