•
~ Happy reading ~
Javiel membuka matanya perlahan, menatap langit-langit kamar dalam keheningan. Tubuhnya terasa kaku, tak sanggup untuk digerakkan, dan kelemahan merayapi setiap serat ototnya. Ingatannya melayang ke penyiksaan yang dialaminya dan sosok pria yang terakhir kali dilihatnya.
Clek..
Suara pintu terbuka memecah lamunannya. Javiel menoleh dengan ekor matanya dan melihat seorang pria keluar dari kamar mandi hanya mengenakan celana pendek selututnya dan menampilkan otot-ototnya yang kuat. Terlihat segar, seolah baru saja selesai mandi. Javiel merasa ada yang familiar dengan pria itu, dan ketika pria itu mengangkat kepalanya, pandangan mata mereka bertemu, dan detik itu membuat Javiel tersentak - pria itu adalah Damon.
Melihat Damon, Javiel merasakan sentuhan batin yang rumit. Damon dengan cepat berlari mendekati Javiel dan memeluknya erat. Javiel merasakan detak jantung Damon yang kencang dan mencoba memproses kehadiran pria itu di hadapannya.
"Damon," gumam Javiel, suaranya rapuh dan lemah. Ia tidak tahu apa yang diharapkan dari pertemuan ini setelah segala penderitaan yang telah ia alami.
Damon tetap memeluk Javiel, dan wajahnya tersembunyi di rambut Javiel. Tidak ada kata-kata yang diucapkan, namun Javiel merasakan getaran yang rumit dari tubuh Damon, seolah pria itu membawa beban yang berat.
Javiel merasa hatinya berdebar-debar. Ia merasakan getaran hangat dari pelukan Damon, dan rasanya seolah waktu berhenti sejenak. Javiel ingin bertanya, ingin tahu apa maksud kedatangan Damon setelah semua yang telah terjadi. Tetapi untuk saat ini, ia hanya membiarkan Damon memeluknya, mencoba memahami perasaannya sendiri dalam momen yang penuh ketidakpastian ini.
Damon melepaskan pelukan, menatap Javiel dengan raut wajah yang penuh rasa lega dan kebahagiaan. "Javiel, kau akhirnya sadar. Kau baik-baik saja sekarang. Kita berada di tempat aman, jangan khawatir lagi."
Javiel terdiam, mencoba memproses situasi yang semakin rumit ini. Matanya memandang Damon dengan lemah, entah apa yang ia pikirkan sekarang.
"Kenapa Damon? Kenapa kau menolongku?" tanya Javiel dengan suara lemah, terdapat sedikit frustasi dalam suaranya.
Damon tersenyum lembut. "Karena aku tahu apa yang mereka lakukan padamu salah. Kau bodoh. Aku di sini untuk melindungi mu, Javiel."
"Aku mencoba membunuh mu."
"Aku tidak akan mati hanya dengan satu kali tembakan."
"Tapi aku.."
Damon dengan cepat membungkam mulut Javiel dengan ciuman mendalam. Javiel terkejut, namun tanpa ragu, ia membalas ciuman dengan antusias, melingkarkan tangannya di leher Damon. Tidak ada alasan baginya untuk menolak; ia tidak lagi akan menyangkal perasaannya.
Javiel menyadari bahwa sejak kejadian tragis itu, perasaannya terhadap Damon tumbuh, tetapi karena dendam, Javiel selalu menyangkal perasaannya itu. Terlebih saat itu ia mempunyai Hagel. Namun, kenyataannya terungkap dengan khianatnya Hagel.
Bunyi kecupan terus berbunyi dalam keheningan ruangan, Damon menopang tubuh Javiel dalam pelukan erat. Javiel hampir kehabisan napas jika Damon tidak segera melepaskan ciuman mereka. Terengah-engah, Javiel mencoba mengambil sebanyak mungkin oksigen setelah ciuman mereka terlepas.
Damon menatap Javiel dengan lembut, lalu mengecup bibir Javiel yang terbuka. "Aku tidak ingin mendengar apapun," ucapnya dengan penuh kelembutan.
Javiel menunduk. "Maaf..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ruthless Dominion
De TodoDentuman musik bergema, memenuhi ruangan dengan keharmonisan yang begitu nyaring, disertai sorakan riuh penonton yang memperheboh suasana. Namun, pria yang kejam namanya menjadi terhormat ini hanya duduk santai, mata terfokus pada seorang pria berwa...