•
•
•
•
•"apa yang kau dapatkan?" tanya Damon dengan suara rendah. Ia sekarang berada di dalam ruang tempat kerjanya bersama Alex.
Alex, berdiri di hadapan Damon, menjawab dengan hati-hati, "Saya sudah menyelidiki ini, Tuan. Namun, nomor yang mengirimkan pesan kepada Anda tidak dapat dilacak. Kami sudah mencoba berbagai cara, tetapi tidak ada hasil yang memuaskan."
"Alex, berapa lama kau sudah bekerja dalam posisimu saat ini?" Suara Damon kali ini terdengar tenang, tetapi itu malah membuat Alex merasakan ketakutan.
"Sudah 13 tahun, Tuan," jawab Alex mantap, meskipun ia terlihat menahan ketakutannya.
"Sudah sangat lama, dan kau masih belum bisa menangani hal sekecil ini?" Damon memandang Alex dengan tatapan tajam.
"Maaf, Tuan, saya akan berusaha lebih keras," ujar Alex sambil menundukkan kepalanya.
Damon menghela nafas berat, mengalihkan pandangannya ke luar jendela. Semalam, penyakitnya yang sudah lama mereda kini kembali menderanya akibat pesan dari nomor yang tidak dikenal. Ia tak tahu bagaimana mereka berhasil menembus keamanannya sehingga mampu mendapatkan nomornya.
"Alex, kau pernah berkencan dengan seseorang?" Tanya Damon tiba-tiba, berhasil membuat Alex terkejut dengan pertanyaan itu dan mendongak menatapnya.
"Ya?" Balas Alex dengan wajah terperanjat, ia tidak pernah membayangkan pertanyaan semacam ini keluar dari tuannya.
Damon menatap datar Alex yang hanya menampilkan ekspresi kebingungan. Menyadari perilaku anehnya, Alex cepat-cepat mengubah ekspresi wajahnya.
"Tidak, tuan. Saya selalu bekerja untuk tuan, jadi tidak ada waktu untuk hal semacam itu," Alex menjelaskan dengan mantap, meskipun sebenarnya ia merasa bingung mengapa tuannya tiba-tiba menanyakan hal tersebut. Mungkin tuannya memiliki minat kepada seseorang dan ingin berkencan? Pikir Alex.
Damon mengangguk dingin. "Keluarlah," ucapnya. Suasana hatinya tiba-tiba berubah menjadi buruk, meskipun ia sendiri tidak benar-benar mengerti mengapa ia memunculkan pertanyaan tersebut.
"Baik, tuan" Alex menundukkan kepala sebagai tanda hormat sebelum meninggalkan ruangan itu.
Javiel sekarang berada di taman, meski ia terus mengunjungi tempat ini, ia tidak akan pernah merasa bosan melihat pemandangan taman ini. Yang penting baginya adalah tidak terkurung di dalam kamar, dia akan mati kebosanan jika hanya berdiam diri di dalam kamar tanpa merasakan udara segar.
"Zayas, tak adakah tempat lain yang lebih menawan daripada taman ini?" tanya Javiel sambil memandangi pemandangan, dengan punggung menghadap Zayas. Ia memejamkan mata menikmati kelembutan angin sore yang menyentuh wajahnya.
"Tentu saja, di sini ada sebuah danau kecil. Kalau kau berminat, ayo kita kesana," jawab Zayas, selalu setia menemani Javiel.
"Benarkah? Tolong tunjukkan padaku, aku ingin melihatnya," kata Javiel sambil berbalik arah dan memandangi Zayas dengan mata berbinar.
"Baiklah, ikuti saya," ucap Zayas, lalu memimpin langkah ke depan, sementara Javiel mengikutinya dengan penuh semangat.
Javiel dan Zayas melangkah menuju danau, merasakan hembusan angin yang menyegarkan saat mereka berjalan.
Namun, tiba-tiba, sesuatu menarik perhatian Javiel. Di kejauhan, ia melihat sosok Damon berada di taman, menuju rumah kecil yang selalu menarik perhatiannya. Ia terus memandang, hingga Damon masuk ke dalam rumah itu. Sekejap ia terperangah, namun suara Zayas memanggil namanya membuyarkan lamunan Javiel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ruthless Dominion
DiversosDentuman musik bergema, memenuhi ruangan dengan keharmonisan yang begitu nyaring, disertai sorakan riuh penonton yang memperheboh suasana. Namun, pria yang kejam namanya menjadi terhormat ini hanya duduk santai, mata terfokus pada seorang pria berwa...