•
•
•
•
•Pagi terasa segar, sinar matahari perlahan menyinari bumi. Javiel membuka mata perlahan, masih setengah sadar dari tidurnya. Ia merasa hangat dan nyaman, tetapi juga merasakan sesuatu yang keras di sekitar tubuhnya. Dalam keadaan separuh sadar, ia memeluk benda itu erat, mencari kenyamanan tambahan.
Namun, saat setelah beberapa detik berlalu, kesadaran mulai menyusup perlahan ke dalam pikirannya. Dia sadar bahwa yang ia peluk bukanlah sesuatu yang biasa, namun sesosok tubuh manusia. Javiel membuka matanya dengan cepat.
Namun, sebelum ia bisa bergerak lebih jauh, sesuatu menahan pergerakannya. Jantungnya berdegup kencang saat menyadari siapa yang berada di hadapannya.
"Damon," gumam Javiel dengan suara terbata-bata.
Mata Javiel membulat, tak percaya pada apa yang ia lihat. Ia berusaha bergerak, ingin melepaskan diri dari pelukan tiba-tiba ini. Namun, Damon hanya mempererat pelukannya, tak memberi kesempatan bagi Javiel untuk melepaskan diri.
"Tenanglah," bisik suara lembut di telinganya. Suara itu membuat Javiel terkejut dan ia segera menatap ke arah sumbernya.
"Jangan coba-coba bergerak terlalu banyak," kata Damon lagi dengan suara yang masih tenang, tetapi terdengar jelas sebagai peringatan.
Javiel terdiam berada di dalam pelukan Damon. Ia merasakan denyutan jantung keduanya yang saling berdentingan. Satu sisi dirinya terkejut dengan apa yang baru saja terjadi, sementara sisi lainnya merasa anehnya nyaman.
Javiel mencoba mengingat bagaimana ia bisa berada dalam situasi ini. Ia mengingat bahwa tadi malam, ia dan Damon sedang makan bersama tetapi berakhir dia dengan muntah muntah akibat melihat isi kotak tersebut. Tetapi, bagaimana mereka bisa berakhir dalam posisi seperti ini? Dan mengapa mereka berdua tidur dalam satu ranjang? Ingatannya masih buram, dan ia tidak dapat mengingat dengan jelas bagaimana ia bisa tidur bersama Damon.
"Pagi, Javiel." kata Damon dengan suara yang tenang, meskipun matanya masih terpejam.
Javiel tidak tahu harus berkata apa. Ia masih terkejut dengan situasi ini. "Apa yang terjadi?"
Damon membuka mata dan menatap Javiel dengan intens. "Kau telah memelukku semalaman. Terasa nyaman, jadi aku biarkan saja."
Javiel merasa wajahnya memanas. Ia tidak tahu bagaimana dia bisa sampai pada titik ini. "Apa yang terjadi semalam?"
Damon tersenyum tipis, wajahnya penuh dengan ekspresi yang sulit diartikan. "Kita tidur bersama, bukan? Hanya tidur. Tidak perlu terlalu khawatir."
Javiel mencoba untuk memproses semuanya. Ia tidak tahu apa yang harus dia pikirkan. Damon, yang biasanya begitu dingin dan tak terjangkau, tiba-tiba ada di sampingnya, dan perasaan dalam dirinya mulai bergejolak.
Setelah beberapa menit, Damon melepaskan pelukannya dari Javiel dan bangkit dari tempat tidur dengan anggun. Sorot matanya masih terpaku pada Javiel, mengisyaratkan sesuatu yang sulit diartikan.
"Mandi sekarang. Kau bisa mengenakan pakaianku," ujar Damon, lalu pergi tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut, meninggalkan Javiel yang masih kebingungan.
Ketika Damon menghilang dibalik pintu, Javiel mulai merasa kesadaran kembali. Ia menyadari bahwa mereka masih berada di markas Salvatore. Dalam keadaan yang masih setengah bingung, Javiel bangkit dari tempat tidurnya dan mulai mencari kamar mandi yang berada di dalam kamar itu, mengikuti perintah Damon yang menyuruhnya untuk mandi. Air hangat menyambutnya, membasuh kebingungannya sejenak.
Setelah sekitar setengah jam, Javiel keluar dari kamar mandi mengenakan pakaian Damon yang disiapkan. Pakaian itu terasa besar, melingkupi tubuhnya dengan longgar, membuatnya merasa seperti tenggelam di dalamnya. Ia memperhatikan dirinya sendiri di cermin, sedikit tidak terbiasa dengan penampilannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ruthless Dominion
LosoweDentuman musik bergema, memenuhi ruangan dengan keharmonisan yang begitu nyaring, disertai sorakan riuh penonton yang memperheboh suasana. Namun, pria yang kejam namanya menjadi terhormat ini hanya duduk santai, mata terfokus pada seorang pria berwa...