Part 26: Helplessness

3K 289 70
                                    

~ Happy Reading ~

Javiel terduduk di kursi penumpang mobil yang dikendarai oleh anak buah Gerald, memandang keluar jendela dengan pandangan kosong, mempertahankan kesadarannya meskipun sakit di kepalanya semakin tak tertahankan. Sisi matanya memperhatikan setiap gerakan Gerald yang duduk di sebelahnya dengan senyuman menyeramkan.

Dalam keheningan, Javiel memutar otaknya mencari peluang melarikan diri. Pisau kecil yang selalu ada di sepatunya menjadi bahan pertimbangan. Dengan hati-hati, ia mencoba menciptakan situasi yang menguntungkan.

"Sekarang kau milikku," bisik Gerald dengan senyuman licik.

Javiel mengabaikan ucapannya, berbicara dengan suara yang selamah mungkin agar terlihat tak berdaya. "Air... aku butuh air."

Gerald terkekeh, menikmati keadaan Javiel yang tak berdaya, "Kau ingin air? Tunggu sebentar."

Gerald, yakin bahwa Javiel tidak bisa berbuat banyak, mengambil botol air dari laci mobilnya tanpa curiga. Memanfaatkan momen itu, Javiel dengan cepat mengambil pisau dari sepatunya yang tersembunyi di bawah celana. Dengan presisi, ia memotong ikatan tangan tanpa menarik perhatian.

Gerald, masih dengan senyum menyeramkan, tak menyadari rencana pelarian Javiel. Ketika Gerald memberikan air, Javiel tiba-tiba menusukkan pisau ke bahu Gerald, disusul dengan goresan tajam di wajahnya.

"ARGH," raung Gerald kesakitan.

Javiel tak menyia-nyiakan kesempatan ini, melompat ke depan, dan dengan cepat, ia memotong leher anak buah Gerald yang mengemudikan mobil di depan, menyebabkan mobil oleng dan menabrak tiang lampu jalanan dengan keras.

BRAAKK!

Mobil meluncur liar, menabrak tiang lampu dengan keras. Suara benturan logam dan kaca pecah menciptakan kekacauan di malam yang gelap.

Terluka parah, Javiel mengabaikan rasa sakit yang menusuk tubuhnya akibat benturan. Ia berjuang mendorong pintu mobil yang rusak dan keluar, langkahnya tertatih-tatih dan terluka, mengabaikan rasa sakit di kakinya. Entah kemana ia akan pergi, hanya satu tujuan dalam pikirannya, menjauh dari ancaman Gerald dan kelompoknya.

Javiel terus melarikan diri dengan kakinya yang terluka, tak mengetahui tujuan pasti, yang jelas ia ingin menjauh dari jangkauan Gerald.

Pikirannya tertuju pada satu orang, satu-satunya tempat yang mungkin memberinya perlindungan. Meskipun jauh dari tempat ia celaka, rumah orang itu menjadi tujuannya. Javiel berusaha mengatasi rasa sakit dan kelemahannya saat ia menuju rumah tersebut. Setiap langkahnya terasa berat, namun ia harus tetap berlari agar tidak tertangkap.

Setelah perjalanan yang sulit, Javiel sampai di depan rumah orang itu. Tanpa ragu, Ia mengetuk dengan sisa tenaga yang ia punya. Namun, tidak ada jawaban. Javiel terus mengetuk tanpa henti, meskipun kelelahan dan rasa sakit mulai merasuk ke seluruh tubuhnya.

Hingga akhirnya, pintu rumah itu terbuka perlahan. Seorang pria muncul, dan ekspresi terkejut melintas di wajahnya saat melihat Javiel yang terlihat terluka parah.

"Javiel! Apa yang terjadi padamu?" seru pria itu dengan panik, sambil membantu Javiel berdiri.

"Jio... tolong." ujar Javiel dengan suara serak sembari menatap jio dengan mata yang semakin redup.

Ekspresi cemas melingkupi wajah Jio ketika melihat luka-luka Javiel. Setelah meletakkan Javiel di sofa, Jio segera mengambil ponselnya dan memanggil bantuan medis saat melihat Javiel pingsan di sofa.

Sementara menunggu bantuan medis datang, Jio terus memandang wajah pucat Javiel dengan ekspresi campuran kekhawatiran dan penyesalan. Mereka terakhir bertemu di rumah sakit, di saat Javiel menghilang, dan sekarang, Javiel kembali di hadapannya dengan kondisi yang jauh dari baik.

Ruthless DominionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang