•
~ Happy Reading ~
Damon menatap Javiel dengan tatapan yang sulit diartikan saat Hagel merangkulnya. Mata mereka bertemu, dan keheningan terasa memanjang di tempat itu. Javiel, dengan sikap tenangnya, membalas tatapan Damon dengan senyuman sinis. Tatapannya penuh dengan provokasi, seolah-olah mengisyaratkan bahwa kehadirannya bersama Baron bukanlah kebetulan.
Tak ada reaksi apapun dari Damon melihat Javiel bersama dengan Hagel. Wajahnya tetap dingin dan tanpa ekspresi.
Sementara itu, Ekspresi terkejut tergambar jelas di wajah para bawahan Damon. Mereka tahu betul siapa Javiel, mengingat pernah melihatnya di markas utama Salvatore. Kehadiran Javiel bersama Hagel, menimbulkan gelombang pertanyaan di benak mereka. Dan dari sini mereka bisa menebak, bagaimana Baron mengetahui lokasi markas utama Salvatore.
Dalam keheningan, suara Damon akhirnya terdengar. "Apa maksud permainan ini?" ucap Damon dengan nada yang tenang dan tegas.
Javiel hanya membalas dengan senyuman menantang, tanpa menjawab pertanyaan Damon.
Hagel, yang masih merangkul Javiel, menambahkan, "Jangan pura-pura bodoh, aku tahu kau bisa langsung menebaknya."
Damon hanya diam, tak membalas ucapan Hagel, sampai akhirnya suara Javiel terdengar.
"Apa yang salah, Damon? Apakah ini membuatmu tidak nyaman?" Javiel berkata dengan nada mencemooh. Suaranya, meski tenang, terdengar seperti ton murni provokasi.
"Ah sebentar, ijinkan aku memperkenalkan diriku dengan benar," lanjut Javiel kala tak mendapatkan respon dari Damon.
"Aku, Javiel Kalandra Alastair. Anak dari keluarga yang telah kau bunuh itu," Javiel berkata dengan nada dingin, tatapannya tajam saat menatap Damon.
Alex, yang berada di antara anak buah Damon, menyembunyikan kejutan di balik ekspresinya yang tenang. Sebagai pengikut setia Damon, ia tahu bahwa situasi ini bukanlah sesuatu yang diharapkan oleh bosnya.
"Bodoh," ucap Damon, membalas tatapan Javiel sembari terkekeh sinis. Suaranya terdengar jelas di keheningan itu.
"Apa kau mempunyai bukti bahwa aku yang membunuh keluarga mu?" tambah Damon.
"Permasalahanmu dengan pamanku itu sudah menjawabnya dengan jelas, kau ingin membalaskan dendam dan ingin menghancurkan Keluarga ku," jawab Javiel dengan sinis.
"Lalu bagaimana dengan ibuku yang dibunuh oleh pamanmu itu? Apakah aku salah membalaskan kematian ibuku?"
Javiel terdiam, rasa keraguan memenuhi hatinya mendengar ucapan Damon. Ia tidak mengetahui tentang ibu Damon yang dibunuh oleh pamannya, tetapi setelahnya ia berucap dengan nada tegas. "Aku tidak peduli."
"Maka, aku juga tidak peduli dengan kehancuran Keluarga mu," ujar Damon dengan nada dingin, tatapannya datar menatap Javiel.
"Dan kau bisa menganggap bahwa aku yang membunuh keluarga mu," lanjut Damon.
Javiel bungkam, rasa kemarahan dan keraguan memenuhi hatinya. Entah kenapa ucapan Damon membuatnya merasa tidak nyaman dan ragu.
"Kau memang pembunuh," seru Javiel. Ia masih menatap Damon dengan tatapan sinis.
"Sudah sejauh mana mereka membodohi mu?" tanya Damon dengan nada tak seperti biasa.
"Apa maksudmu?" Javiel membalas dengan nada kebingungan.
DOR!
Suasana yang tegang terputus oleh suara tembakan yang tiba-tiba menggema. Tatapan semua orang beralih pada sosok yang tengah duduk di bebatuan bangunan yang runtuh, sembari menertawakan situasi. Gavin, anggota Baron yang dikenal sebagai sosok licik, memegang senjata di tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ruthless Dominion
AcakDentuman musik bergema, memenuhi ruangan dengan keharmonisan yang begitu nyaring, disertai sorakan riuh penonton yang memperheboh suasana. Namun, pria yang kejam namanya menjadi terhormat ini hanya duduk santai, mata terfokus pada seorang pria berwa...