•
•
•
•
•Javiel memandang sekeliling kamar dengan seksama, takjub dengan kemewahan dan keteraturannya. Sebelumnya, ia membayangkan dirinya akan diurungkan di dalam penjara gelap, namun kenyataannya sangat berbeda. Ternyata, dia berada di dalam kamar yang terawat dengan indah. Ia duduk di tepi kasur, membenamkan diri dalam lamunan, mencoba merencanakan langkah selanjutnya.
Dalam ketenangan, Javiel memutuskan untuk menilai situasi dengan cermat. Ia mempertimbangkan opsi-opsi yang dimilikinya. Melarikan diri sepertinya bukanlah pilihan yang bijak. Damon sudah menunjukkan kekuasaannya. Mungkin ia bisa mencoba mempengaruhi Damon, berusaha mencari celah di antara dinding-dinding besi hatinya.
Namun, lamunannya terganggu oleh suara pintu yang tiba-tiba terbuka. Javiel menoleh dan melihat seorang pria membawa sebuah nampan makanan masuk ke kamar. Setelah meninggalkan makanan di atas meja, pria itu pergi tanpa sepatah kata pun.
Makanan itu menarik perhatian Javiel. Perutnya telah menjerit-jerit karena kelaparan, tetapi kecurigaannya membuatnya ragu untuk menyentuhnya. Bagaimana mungkin tahanan mereka akan diperlakukan dengan baik? Ia merasa sulit mempercayai bahwa mereka akan memberikan makanan dengan cuma-cuma.
Javiel memutuskan untuk tidak mengambil risiko dengan makanan itu, meskipun itu berarti harus menahan perut laparnya yang memilukan.
"Sial, Javiel, bodoh," bisiknya dalam penyesalan, merenungkan tindakannya di malam pertemuan dengan Damon.
Tiba-tiba, pria itu kembali, membawa sesuatu di tangannya lagi. Kali ini, tampaknya sebuah pakaian. Matanya meneliti makanan yang tak tersentuh, lalu beralih pada Javiel dengan pandangan tajam.
"Pakai ini," ucap pria itu sambil melemparkan pakaian tersebut ke arah Javiel dengan kasar.
"Anda harus mengenakan pakaian itu sebelum saya kembali," tambahnya, kemudian pergi tanpa menunggu jawaban dari Javiel.
Setelah pria itu pergi, Javiel memeriksa pakaian yang baru saja dilemparkan kepadanya. Matanya terbelalak kaget saat melihat pakaian tersebut.
'Sial, apa ini, sebuah lelucon? Untuk apa aku harus mengenakan pakaian seperti ini?' pikir Javiel dengan kesal, melihat pakaian yang terlihat aneh menurutnya.
Ia memutuskan untuk tidak memakai pakaian itu, rela menghadapi risiko daripada mengenakannya. Javiel bertekad untuk tetap mempertahankan martabatnya dan melawan kekuasaan Damon.
"Bawa dia ke sini," ucap seorang pria dengan suara maskulin yang dingin, suaranya memenuhi ruangan. Tidak lain adalah Damon.
"Baik, tuan," kata salah satu pelayan yang berada di dalam ruangan itu, menundukkan kepala sebagai tanda hormat sebelum pergi memanggil seseorang yang dimaksudkan oleh tuannya.
Clik!
Pintu terbuka dengan tiba-tiba, membuat Javiel terkejut dan ia segera berdiri ketika melihat pria yang sebelumnya membawa makanan dan pakaian kembali. Pria itu menatap Javiel dengan mata tajam, mencari-cari pakaian yang seharusnya ia kenakan.
"Kenapa anda tidak mengenakan pakaiannya?" Tanya pria itu dengan sebisa mungkin menahan emosinya, tetapi tatapannya tetap tajam.
"Bilang kepada tuanmu bahwa aku tidak akan mengenakan pakaian ini," jawab Javiel dengan tenang, mengabaikan tatapan tajam dari pria itu.
"Baiklah, jika itu yang anda inginkan," ucap pria itu, lalu ia menarik tangan Javiel keluar dengan kasar, menyeretnya keluar dari dalam kamar menuju tuannya yang sudah menunggu.
Dengan kasar, pria itu melempar Javiel tepat di hadapan Damon yang sedang duduk dengan angkuh, mengangkat satu kakinya.
Javiel terjatuh dengan tidak nyaman setelah dilemparkan dengan kasar. Ia menahan rasa sakit di lututnya akibat perlakuan kasar dari pria itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ruthless Dominion
AcakDentuman musik bergema, memenuhi ruangan dengan keharmonisan yang begitu nyaring, disertai sorakan riuh penonton yang memperheboh suasana. Namun, pria yang kejam namanya menjadi terhormat ini hanya duduk santai, mata terfokus pada seorang pria berwa...