24. Gak mungkin

1K 130 32
                                    

Lisa bersiap mengantar pesanan tamu terakhirnya sebagai penutup tugasnya hari ini. Sebentar lagi jam kerjanya akan segera berakhir. Ia mengetuk sopan kamar di hadapannya sambil berusaha menyunggingkan senyum profesionalnya namun setelah pintunya terbuka, senyumnya mendadak luntur.

Di depannya ada Jennie yang memasang wajah datarnya. Jennie membuka pintu kamarnya lebar-lebar, seolah mempersilahkan Lisa masuk.

"Aku gak pesen orange jus," ujarnya tanpa bersalah menepis orange jus yang masih ada di atas nampan yang dibawa Lisa. Otomatis jus itu tumpah mengenai baju Lisa. Yang lebih parahnya gelas jus itu juga menggelinding hingga jatuh ke lantai dan pecah.

"Sorry gak segaja," ujar Jennie dengan wajah yang dibuat sedih.

Lisa hanya menatapnya datar dan meletakkan nampannya ke meja yang seharusnya. Ia langsung berbalik badan karena malas meladeni Jennie.

"Pelayan!"

Lisa menghentikan langkahnya lalu kembali berbalik menghadap Jennie. Ia berusaha memaksakan senyumnya.

"Apa ada yang Anda butuhkan lagi, nona?" ujar Lisa sedikit menekankan kata di setiap kalimatnya.

"Hm. Wisky."

Lisa tak bisa menahan diri untuk tidak berdecak. Entah kenapa ia menjadi lebih kesal saat mendengar Jennie ingin memesan wisky dari pada saat Jennie menepis jusnya.

"Silahkan pesan menggunakan telepon yang sudah di sediakan. Saya permisi."

Lisa kembali berbalik dan hendak membuka pintu namun lagi-lagi ucapan Jennie menghentikan langkahnya.

"Lisa! Kamu gak mau minta maaf ke aku? Lucu banget sih gak ngerasa bersalah. Mana pake ngehasut Rose lagi biar belain kamu."

Lisa hanya diam tak bergeming meskipun di hatinya ia berkali-kali mengatakan jika ia tak bersalah. Lagi pula wajar jika Rose membelanya karena Rose sudah paham dengan apa yang sebenarnya terjadi.

"Sejujurnya, aku cuma pengen liat kamu merasa bersalah terus minta maaf. Tapi nyatanya hal sesederhana itu aja kamu gak bisa ngelakuinnya padahal kesalahan kamu besar banget. Aku harus ngelakuin apa sih Li, biar kamu sadar kalo kamu salah?"

"Terserah lo."

"Termasuk penjarain kamu?"

.....

Rasanya Jennie sudah berada di titik jenuhnya menghadapi Lisa. Pikirannya benar-benar kalut akan kekecewaan. Mungkin saja karena harapannya pada Lisa terlalu tinggi bahkan untuk hal yang paling sederhana sekalipun.

Benar kata orang, semakin tinggi harapanmu pada seseorang maka semakin besar pula kekecewaan yang akan kamu dapat. Jennie merasakan hal itu sekarang.

Jennie bahkan seperti mati rasa. Ia yang awalnya enggan mengungkap kasus pelecehannya kini malah bergerak sendiri mengungkap kasus tersebut. Ia tak peduli lagi jika nanti Lisa harus tinggal dalam jeruji besi. Bukankah itu memang salah Lisa?

Jennie mencari berkas-berkas yang dibutuhkannya dengan tergesa. Di sampingnya juga ada Jay yang sibuk membantunya. Mereka ada di ruang kerja Minho. Berkas-berkas penting milik Jennie memang selalu berada di ruangan Minho. Ada rak khusus untuk meletakkannya karena jika diletakkan di kamar Jennie, Jennie selalu tanpa sengaja menghilangkannya.

Setelah dirasa semua cukup, matanya tertarik pada buku di rak pojok atas. Jennie hendak mengambilnya namun tak sampai.

"Jay, ambilkan aku itu."

"Yang ini nona?"

"Bukan. Yang bisnis internasional."

Ngomong-ngomong soal bisnis, sebenarnya Minho berharap Jennie bisa meneruskan perusahaannya namun ternyata Jennie lebih memilih menjadi dokter. Minho sebenarnya tak masalah namun hari ini sepertinya Jennie sedikit tertarik untuk mempelajarinya karena ia menginginkan buku itu.

I Hate HospitalsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang