9. VC

784 100 12
                                    

Untuk : Bapak Minho yang Terhormat

Saya membawa berita buruk bahwa Lisa bukanlah anak suami saya. Kemungkinan besar dia adalah anak Anda. Tapi tenang saja, saya sudah pindah kota untuk berjaga-jaga jika kehadiran Lisa akan merusak keutuhan keluarga Anda dan beruntungnya, suami saya juga belum mengetahui ini. Pesan saya, jika nanti Anda sempat bertemu dengan Lisa, tolong perlakukan dia dengan baik meskipun Anda enggan berperan sebagai ayahnya.

Hasil Identifikasi DNA dengan terduga ayah Adrean Manoban, anak Lalisa Cassie Manoban dinyatakan negatif.

"Jelasin!"

Jennifer baru buka suara saat dokter yang menanganinya keluar dari ruang rawatnya. Sejak tadi ia berusaha mengatur emosinya saat mengingat fakta baru yang ia temukan di gudang.

"Sayang, kamu baru aja sadar. Emosi kamu belum stabil aku takut---"

"Cuma serangan jantung ringan."

"Tapi itu bisa mematikan sayang." Minho menghela nafas lalu membawa telapak tangan Jennifer ke pipinya. "Aku gak bisa bayangin kalo tadi aku telat nemuin kamu."

Jennifer mendengus lalu menarik tangannya dari genggaman Minho.

"Cepetan jelasin! Gak usah ngulur-ngulur."

"Tapi janji ya jangan emosi." Minho menyodorkan jari kelingkingnya. "Kalau kamu udah mulai emosi kamu harus suruh aku berhenti."

"Hm."

"Janji dulu."

Jennifer dengan terpaksa menautkan jari kelingkingnya. "Iya."

"Aku berani sumpah kalo aku belum pernah baca surat itu," ujar Minho serius.

Jennifer menatap Minho intens. Ia berusaha mencari celah kebohongan dari mata suaminya.

"Terus gimana ceritanya surat itu bisa ada di gudang? Kamu sembunyiin?"

Minho mengendikkan bahunya. "Mungkin dia emang ngirim, tapi yaa aku belum sempat baca. Kamu kan tau aku cuma bakal baca berkas dari bawahanku kalo mereka ngirim email. Apalagi kerjaanku banyak. Aku sering gak sempat baca berkas atau surat yang gak jelas pengirimnya."

Minho menopang pipinya dengan kedua telapak tangannya. Sikunya bertumpu pada pinggir ranjang yang ditiduri Jennifer. Matanya menatap lembut wajah istrinya yang masih pucat.

"Beneran?"

"Iya sayang. Dulu aja kita pernah berantem gara-gara aku gak baca surat dari kamu. Waktu itu kamu sok misterius tiba-tiba ngasih surat. Karna aku gak tau kalo itu dari kamu, ya aku cuekin lah."

Jennifer mengangguk paham. Ia tentu masih ingat kejadian itu. Minho memang sering terlalu sibuk dengan berkas kantornya.

"Tapi dia beneran anak kamu?"

"Entah. Aku gak bakal percaya sebelum tes DNA."

"Secara gak langsung kamu ngaku kalo kamu pernah---"

"Sayangg, dengerin dulu." Minho kembali menggenggam tangan Jennifer. "Semua itu murni kecelakaan. Dulu kamu marah besar karna aku pake narkoba sampe kamu mau cerain aku padahal kita punya Jennie. Aku frustasi banget mangkanya aku ke bar dan hal itu terjadi gitu aja. Aku gak sadar sayang. Perempuan itu juga gak sadar."

Jennifer kembali menarik tangannya. "Dia juga mabuk?"

"Hm," Adrean mengangguk. "Temannya juga kenapa jahat banget sih ngasih dia obat perangsang!"

Adrean menghela nafas. Ia menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi lalu menatap langit-langit kamar. Pikirannya suntuk terlebih mengingat kejadian beberapa tahun silam yang selalu ia kubur dalam-dalam. Ia kira kejadian itu tidak akan terungkit lagi tapi ternyata ia salah.

I Hate HospitalsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang