25. Mati?

1.1K 132 13
                                    

Welcome back guys!

I'm fine. Akhir-akhir ini aku sibuk nugas mungkin sampe bulan depan mangkanya gak sempet update. Itu juga buat aku kesulitan ngebangun mood nulisku.

So, i'm so sorry kalo bakal slow up. Makasih udah mau nungguin cerita ini.

Happy reading!!!

.....

"Nam, kamu ngajuin tes DNA di rumah sakit Abdi Waluyo?" tanya Jennie langsung saat Jay berhasil membawa Namu masuk ke mobilnya.

Namu terdiam sejenak. Ia sepertinya terkejut karena tugas rahasianya diketahui oleh nona mudanya

"Dari mana nona tau?" tanyanya takut-takut.

"Jawab aja Nam. Jangan malah tanya balik," ujar Jennie kesal.

"Maaf nona. Lebih baik tanyakan saja pada Tuan Minho. Saya permisi."

Setelah mengucap kalimat tersebut, Namu langsung keluar dari mobil Jay dan beralih memasuki mobilnya. Ia juga mengabaikan teriakan nona mudanya.

Jennie mendengus kesal. Ia bergegas menuju kamar orang tuanya. Ia harus menanyakan kebenarannya. Logikanya masih berusaha mencari celah kesalahan yang mungkin menyebabkan surat itu tidak valid. Siapa tau orang tuanya memanipulasi sampel. Entah apa tujuannya yang jelas Jennie hanya ingin memastikan apakah Lisa benar-benar adiknya.

Sampai di depan pintu, Jennie mengangkat tangannya hendak mengetuk. Sebuah kebiasaan yang ia lakukan sebelum memasuki kamar orang tuanya namun kali ini tangannya malah ia biarkan menggantung bebas.

Ia memilih memutar gagang pintu perlahan. Sedikit kurang sopan namun tetap ia lakukan karena ia lumayan penasaran. Beruntungnya kamar orang tuanya tak pernah di kunci.

"Syukurlah kita tak perlu memisahkan Jennie dengannya karena Jennie sendiri yang menjauh darinya. Yang jelas aku tak sudi jika anakmu yang lain dekat denganmu apalagi dengan Jennie."

"Anakmu yang lain? Jadi benar ia memiliki saudara?"

Jennie menggeleng pelan. Matanya kembali berkaca. Tubuhnya bergetar hebat. Ia terduduk pelan di depan pintu sambil berusaha mencerna perkataan mommynya. Ia masih belum mempercayai sebuah fakta yang jelas-jelas didengarnya itu.

"Semua akan berjalan sesuai dengan keinginan mommy asal kita merahasiakannya dari Jennie. Tapi mom, Lisa juga anakku---

Jennie enggan mendengar lebih jauh karena hatinya masih condong pada egonya. Ia memilih kembali ke luar rumah. Fakta yang diterimanya benar-benar membuat perasaannya bimbang.

"Kita ke rumah Lisa," ujarnya setelah memasuki mobil Jay. Ia menghapus air matanya cepat.

"Nona masih ingin memenjarakannya?" Jay bertanya takut-takut.

"Hm." Setelahnya hening sampai mereka tiba di depan gang rumah Lisa.

Jennie turun disusul Jay dengan lima bodyguard di belakangnya.

"Kalian berlima tunggu di sini aja," ujar Jennie. Ia tak ingin mengundang kerumunan hanya karena membawa banyak bodyguard. Ia ingin kembali diam-diam menuju rumah Lisa sama seperti waktu itu. Ia ingin tau apakah ada fakta lain yang akan kembali mengguncangnya. Ia ingin tau apakah kebusukan Lisa yang lain akan terungkap.

"Tapi nona---"

"Jay bakal telfon kalian kalo saya dalam bahaya."

"Nona---," kali ini Jay yang buka suara.

"Mau ngebantah?" Jennie menyilangkan tangannya angkuh. Ia menatap Jay tajam.

Jay menggeleng takut-takut. "Oke kalian tunggu di sini aja," ujarnya sambil berlalu menyusul Jennie yang sudah berjalan lebih dulu.

I Hate HospitalsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang