21. Plan

749 105 11
                                    

Jisoo dan Rose langsung memeluk Jennie yang berdiri mematung di depan minimarket. Mereka mengarahkan Jennie untuk masuk ke dalam mobil. Mereka tentu khawatir dengan kondisi Jennie yang seperti mayat hidup. Pandangannya kosong dan tubuhnya hanya terbalut selimut putih.
Rose mendadak geram pada Kookie karena meninggalkan Jennie sendirian di sini.

"Kak Jen---" Rose menggantung ucapannya saat melihat bercak kemerahan di leher Jennie.

Jennie tak merespons. Ia masih menatap lurus dengan pandangan kosong. Perlahan Rose menggenggam tangan Jennie yang dingin dan barulah Jennie merespons dengan tatapan sayunya.

"L-lisa jahat, Rose." Bibir Jennie bergetar. Air matanya kembali jatuh.

Rose menggeleng pelan. Ia tak ingin percaya ucapan Jennie begitu saja.

"Kak Jen, Lisa gak---"

"Dek, kalo kamu mau belain temen kamu mending kamu diem deh," tegur Jisoo sambil membawa Jennie ke dalam pelukannya. Ia mengelus lembut surai Jennie berusaha menenangkan Jennie yang sangat kacau.

"Jen kamu tenangin diri kamu dulu ya. Ceritanya nanti aja kalo kamu udah tenang."

"Aku udah gak suci Jis," racau Jennie dalam pelukan Jisoo.

Rose yang mendengar itu mengepalkan kedua tangannya kuat. Air matanya juga sudah jatuh entah sejak kapan. Ia tidak bodoh untuk memahami jika Jennie merupakan korban pelecehan seksual.
Ia harus bertanya pada Lisa untuk mengetahui dalang di balik semua ini. Ia harus membalas semua perbuatan keji yang diterima oleh Jennie. Jika perlu lebih parah.

"No! Kamu masih Jennie yang suci. Tenang ya," ujar Jisoo berusaha menetralkan nada suaranya yang ikut bergetar. Ia berusaha menahan tangisnya sambil terus menenangkan Jennie.

Siapa yang begitu jahat membuat sahabatnya menjadi seperti ini? Apa salah Jennie? Mengapa orang sebaik Jennie harus mendapatkan perlakuan sejahat ini?

.....

Lisa membuka matanya perlahan dan memperhatikan sekitar. Nuansa kuning yang selalu menjadi favoritnya sejak dulu jelas membuatnya tau di mana ia sekarang.

Ia berada di kamarnya, lebih tepatnya kamar yang dipersiapkan oleh keluarga Kookie khusus untuknya. Setiap ia menginap, ia selalu tidur di kamar ini.

"Li, lo udah sadar? Bund!" Kookie berteriak memanggil Airin.

"Kenapa Kook? Lisa? Alhamdulillah kamu udah sadar sayang. Gimana perasaan kamu? Ada yang sakit?" Airin memeluk Lisa sekilas.

Lisa tersenyum tipis. "Lisa gak papa bund."

"Gak papa gimana. Kamu pingsan gitu. Demam tinggi juga." Airin kembali mengecek suhu tubuh Lisa.

"Sekarang jujur sama bunda, apa yang kamu rasain sekarang?"

"Pusing sama lemes aja bund."

"Yaudah bunda buatin bubur dulu ya. Setelah itu kamu minum obat."

Bibir Lisa mengerucut. "Kok bubur bund? Lisa maunya masakan bunda kayak biasa aja," rengeknya sambil memeluk Airin. Ia mulai menampilkan puppy eyesnya. Ia tidak suka makanan lembek seperti bubur.

"Bunda udah cek lab. Ternyata kamu kena tipes. Jadi makan yang halus-halus dulu ya sayang," ujar Airin lembut sambil mengelus surai Lisa.

"Iya deh bund." Lisa akhirnya menurut meskipun terpaksa. Terbukti dari bibirnya yang masih mengerucut.

"Yaudah bunda ke dapur dulu."

"Udah jangan manyun gitu nanti gue cipok tau rasa lo," ujar Kookie menepuk pelan bibir Lisa.

I Hate HospitalsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang