26. Menyesal

1.2K 149 9
                                    

"Lisa, no!!!"

"Lisa bangun!!!" Jennie mengguncang-guncangkan tubuh Lisa yang terkulai lemas di pelukannya. Ia menangis histeris sembari berusaha menyadarkan Lisa.

Jennie menggeleng pelan. Air matanya terus jatuh. Ia tak kuasa melihat mata Lisa yang terpejam sempurna. Wajahnya di penuhi memar. Dengan gemetar, Jennie mengelus wajah itu dengan tangan yang berlumur darah Lisa.

Jennie benar-benar tak menyangka jika Lisa masih memiliki tenaga untuk mengubah posisi tubuhnya hingga pisau itu akhirnya menusuk pinggangnya dan tak melukai Jennie yang tiba-tiba memeluknya.

Lisa seolah tak mengizinkan Jennie berkorban untuknya dan Jennie benci akan hal itu.

"Nona, lebih baik kita ke rumah sakit sekarang."

Jennie mengangguk. Ia berjalan lunglai mengekori Jay yang menggendong Lisa ke mobil.

"Li, Please bertahan ya! Maaf kakak gak bisa jagain kamu."

Salah satu tangan Jennie menggenggam erat tangan Lisa sementara tangan satunya berusaha menahan pendarahan di pinggang Lisa dengan kemeja Jay. Ia mengecup lama dahi Lisa. Air mata itu bercampur dengan darah di wajah Lisa. Ia menyesal karena tak bisa menjaga adiknya. Ia menyesal karena menjadi kakak jahat yang hanya mengandalkan egonya. Memang kakak mana yang mau adiknya masuk penjara? Jennie tersenyum pahit mengingat betapa egoisnya dia.

Uhukk uhukkk

Jennie mengangkat kepalanya saat liur Lisa sedikit menyembur wajahnya. Jantungnya seolah berhenti saat Lisa memuntahkan banyak darah. Jennie semakin panik. Ia mengecek nadi Lisa yang nyatanya semakin melemah.

"Lisa please, bertahan sebentar lagi ya! Kakak mohon!"

.....

Jennie terduduk lemas di depan pintu UGD. Tubuhnya bergetar hebat saat sebelumnya ia melihat Lisa yang kembali batuk darah. Perasaannya benar-benar kalut. Ia sangat takut, takut kehilangan sosok yang sejak dulu didambakannya.

"Dok, gimana keadaan adik saya?" Jennie langsung berdiri saat pintu UGD terbuka.

"Kondisi pasien sangat mengkhawatirkan. Luka tusuknya sangat dalam, tulang rusuknya juga patah hingga melukai paru-parunya. Belum lagi luka-luka yang lain. Kita harus melakukan prosedur operasi secepatnya."

Jennie berpegangan kuat pada lengan Jay yang berdiri di sebelahnya. Rasanya ada sesuatu yang menghantam kuat dadanya. Ia sesak dan kesulitan berafas. Hatinya sakit mendengar buruknya kodisi Lisa.

Ia menyesal karena tidak tiba lebih awal di rumah Lisa. Ia menyesal karena tidak langsung ke rumah Lisa saat mengetahui jika Lisa adalah adiknya. Jika ia tiba lebih awal, mungkin saja ia masih bisa memeluk Lisa, melihat wajah Lisa yang dingin serta menjelaskan pada Lisa jika mereka benar-benar saudara.

Jennie tak peduli bagaimana respon Lisa nanti namun yang jelas bukan kondisi seperti ini yang Jennie inginkan.

"Segera lakukan dok!"

"Pasien kekurangan banyak darah. Golongan darahnya O. Stok darah di rumah sakit ini tidak mencukupi."

"Ambil aja darah saya."

"Butuh dua orang."

"Ambil aja semua darah saya dokter!" ujar Jennie berteriak keras.

"Jen, tolong kerja samanya. Kamu tau itu gak bisa kan?" Dokter itu berusaha memberi Jennie pengertian. Mereka memang saling mengenal karena ia merupakan dokter pembimbing koas Jennie.

"Bisa aja dok. Saya siap nanggung semua resikonya."

"Nyawa kamu bisa terancam Jennie."

"Saya gak peduli!"

I Hate HospitalsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang