34. Menginap

928 113 10
                                        

"Thanks."

Lisa meletakkan kepala Jennie secara perlahan. Ia menatap wajah lelap Jennie sebentar lalu keluar dari mobil. Hujan masih mengguyur deras jadi ia segera menutup pintu mobil dengan pelan.

"Payungnya, Li."

"Gak usah." Lisa lekas berlari memasuki gang rumahnya. Ia sebenarnya menyadari jika dibelakangnya ada orang yang berlari mengikutinya. Ia pikir itu suara bodyguard yang hendak menyerahkan motornya.

"Bisa tungguin gak?"

Mendengar suara itu, Lisa langsung berbalik. Perkiraannya tadi nyatanya salah karena yang ada di hadapannya kini adalah Jennie.

"Udah malem jangan hujan-hujanan," ujar Jennie lembut.

Lisa berdecak melihat Jennie yang berjalan mendekat dan berusaha memayunginya.

"Udah tau sakit. Ngapain masih nyusul sih!" gerutu Lisa kesal.

Selain karena Jennie yang menyusulnya, ia juga tak suka dengan tindakan Jennie yang lebih mencondongkan payung itu ke arahnya dan lihatlah sekarang! Lengan jaket Jennie jadi terkena air hujan dan berujung basah.

Ia paham maksud Jennie. Ia tau Jennie ingin mengantarnya sampai di depan rumah tanpa kehujanan. Jadi, yang Lisa lakukan saat ini adalah mengambil payung itu dan meletakkannya di antara mereka berdua. Ia bisa saja menyuruh Jennie pulang namun ia yakin Jennie akan menolaknya dan mereka mungkin akan berdebat lebih lama di bawah hujan. Hal itu bisa membuat kondisi Jennie yang sedang tidak fit ini memburuk.

Lisa merangkul bahu Jennie dan berjalan dengan sedikit cepat. Ia ingin Jennie segera pulang agar Jennie tak perlu berlama-lama di luar dengan kondisi seperti ini.

Setelah sampai di depan rumah, Lisa langsung menyerahkan payung itu pada Jennie.

"Pulang," ujarnya sebelum berbalik untuk membuka kunci pintu.

Namun bukannya pulang, Jennie malah menutup payungnya dan ikut masuk ke rumah Lisa.

"Gak ada yang ngizinin lo masuk ke rumah gue," ujarnya sinis.

"Aku gak perlu izin buat masuk ke rumah adik aku sendiri begitupun sebaliknya."

"Gue bukan adik lo!" ujarnya ketus dan berjalan acuh menuju kamarnya.

"Li, lo gak mau sekali aja berjuang buat jadi adiknya kak Jen? Gak perlu masuk ke dalam keluarga Theodora juga gak papa, asalkan lo jadi adik yang baik buat kak Jen. Itu udah cukup buat kak Jen. Kalo gak bisa juga setidaknya jaga sikaplo. Jangan bicara kasar ke kak Jen. Sebisa mungkin jaga perasaannya. Dia udah cukup lelah sama takdir yang misahin kalian."

Perkataan Rose tadi mendadak terngiang-ngiang di ingatannya. Ia berbalik dan melihat Jennie yang mulai menunduk lesu. Ia jadi merasa bersalah. Perkataannya tadi sudah tentu menyakiti Jennie.

"Mending lo pulang."

"Gak mau."

"Mereka nungguin lo."

"Mereka siapa? Daddy sama mommy lagi gak ada di rumah. Aku juga udah bilang ke Jisoo sama Rose."

"Terus mereka ngizinin?" tanya Lisa tak percaya.

"Aku cuma bilang, bukan minta izin." Jennie mengusap telapak tangannya tanda ia mulai kedinginan. Angin yang berhembus kencang masih bisa menerpa mereka karena pintu rumah belum ditutup.

Lisa berdecak kesal. "Udah gue bilang mending lo pulang. Lo bakal kedinginan kalo di sini."

Jennie menggeleng. Ia berjalan mendekat dan memeluk Lisa erat.

I Hate HospitalsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang