31. Alasan

995 127 11
                                        

"Gue udah denger versi kak Jen sama versi Jay. Jadi sekarang gue mau denger versi lo." Rose langsung berdiri di depan Lisa yang sedang membaca buku. Ia berniat menghalangi cahaya dengan bayangannya agar Lisa berhenti membaca.

Lisa menghela nafas lalu menutup bukunya. "Versi Jay sama Jennie beda?"

"Nggak."

"Terus ngapain masih tanya versi gue? Versi gue juga sama kayak versi mereka."

"Mau sama ataupun nggak, lo harus tetep cerita." Rose ikut duduk di sebelah Lisa.

Bangku itu hanya muat untuk dua orang. Aron sengaja membuatnya untuk Lisa karena Lisa sangat suka membaca sore di taman ini.

"Males."

"Oke. Gue anggep itu emang sama tapi gue mau tau apa alasan lo."

"Alasan apa?"

"Alasan lo gak mau terima kak Jen sebagai kakak lo."

"Karena dia penjarain ayah gue."

"Yakin cuma karena itu doang? Padahal jelas-jelas lo khawatir banget sama kak Jen waktu itu. Lo bela-belain nolongin kak Jen dan sikap lo itu nunjukin banget kalo lo gak setuju dengan apa yang dilakukan ayah lo. Jadi harusnya lo setuju kalo ayah lo dipenjara."

"Gue emang gak pernah setuju sama tindakan buruk ayah gue tapi gue juga gak mau ayah gue dipenjara, Rose! Emang anak mana yang mau liat ayahnya dipenjara?" Lisa mulai meninggikan nada bicaranya.

"Oke. Gue sedang berusaha memahami alasan lo tapi gue tetep yakin ada alasan lain yang lebih penting kan, Li?"

"Terserah lo mau ngomong apa," ujarnya beranjak masuk ke dalam kamar.

"Please Li, kasih tau gue apa alesannya."

Lisa menghela nafas lalu membalik badannya mengahadap Rose.

"Rose. Stop ikut campur," ujarnya dengan nada rendah.

Alis Rose berkerut marah. "Gak bisa! Kak Jen itu udah jadi bagian dari keluarga gue jadi masalah kak Jen adalah masalah gue juga."

Lisa memutar bola matanya malas lalu melanjutkan langkahnya menuju kamar. Ia duduk di kursi, mengambil earphone dan menyetel lagu dengan volume keras. Ia enggan meladeni Rose yang masih berusaha mengajaknya mengobrol.

"Li, astaga! Gue belum selesai ngomong!" Rose mencabut paksa earphone ditelinga Lisa. Ia juga merebut ponsel Lisa dan meletakkannya di sakunya.

"Kembaliin!"

"Dengerin gue dulu!"

"Apalagi?" teriak Lisa kesal.

"Lisa! Sejak dulu kak Jen pingin banget punya adik bahkan sampe kak Jisoopun nyaranin gue jadi adiknya kak Jen. Apa susahnya sih Li terima kak Jen?"

"Emang pak Minho dan bu Jennifer nerima gue? Hah?!"

"Li---" Rose menggantungkan ucapannya saat melihat mata Lisa yang mulai berkaca.

"Rose, hidup Jennie itu sempurna meskipun tanpa kehadiran sosok adik. Gue gak mau ngehancurin itu semua," ujarnya sendu sambil menatap Rose.

"Gue masih inget gimana ayah ninggalin bunda pas tau kalo gue bukan anak kandung ayah. Rasanya sakit, apalagi setelahnya bunda pergi ke pangkuan Tuhan. Gue gak mau kejadian itu juga menimpa Jennie. Gue mau keluarganya tetep utuh dan harmonis."

Rose menghela nafas. Ia menangkup pipi Lisa lalu menghapus airmatanya.

"Kan belum tentu juga mereka gak nerima lo, Li. Gak usah mikir yang aneh-aneh ya," ujarnya dengan mata yang ikut berkaca. Ia memeluk Lisa erat lalu mengelus pelan punggung itu. Air matanya juga perlahan mengalir.

I Hate HospitalsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang