Cahaya kekuningan yang masuk menembus tirai pink bermotif angsa berhasil membuatku terbangun dengan kaget. Dilihatnya jam jadul yang ada di dinding. Ternyata sudah mulai memasuki jam setengah tujuh pagi. Sial sekali aku bangun kesiangan. Padahal aku harus memasak cukup banyak pagi ini karena Phine dan Lauda memutuskan untuk menginap barang sehari dua hari di sini.
Phine sedang menyuci mobil saat aku baru saja keluar dari rumah untuk mencari keberadaan Lauda dan Nenek May. Aku meneguk ludahku saat melihatnya bertelanjang dada. Oh.. astaga Anne! Kemana pikiranmu? Dia adalah pacar sahabatmu.
Ternyata Phine mulai menyadari kehadiranku. "Lauda and Nenek May sedang pergi ke pasar" ucapnya saat aku masih diam saja.
"Oh.. iya Phine. Apa kalian sudah sarapan? Aku bangun telat hari ini, maafkan aku"
Phine tersenyum "It's not a big problem Anne. Kami sudah makan lotang dan bawan"
"Lotang dan bawan?" Ulangku, karena tidak menangkap apa yang dibicarakan Phine. Setahuku tidak ada makanan bernama lotang dan bawan.
"Yes.. nasi bungkus bungkus daun and like a tepung krispi. And there is carrot, cabbage..."
Aku tertawa "itu lontong dan bakwan, Phine"
Phine ikut tertawa menyadari kesalahan biacranya. Pria berdarah Jerman dan Indonesia itu memang tidak pandai bicara. Dia masih kaku kalau ingin menggunakan bahasa Indonesia walaupun sudah tinggal disini sekitar sepuluh tahun kata Lauda.
Karena mereka sudah makan, aku sedikit lega. Setidaknya aku tidak terburu buru untuk memasak. Aku memutuskan untuk memakan lontong dan bakwan yang ada di meja. Meninggalkan Phine dan pekerjaannya.
Tapi entah kesialan apalagi yang datang, aku mendengar suara gaduh di luar sanam seperti orang berantem. Setahuku hanya ada Phine di luar. Tidak mungkin bukan, bule itu membuat huru hara dengan warga desa?
Karena khawatir aku langsung meninggalkan sarapanku dan keluar mencari tahu. Tapi kesialan kembali datang kepadaku pagi ini. Phine ternyata memang sedang berantam, ah tidak, dia sedang dipukuli oleh seseorang. Dan pelakunya adalah Kai.
Kai terus membabi buta memukuli Phine yang pasrah di bawahnya. Entah darimana laki laki itu datang. Dan alasan apa yang mendasarinya melakukan hal itu?
"SSSSTTTOOOOOOOOPPPP!!!!"
Aku mengatur nafas setelah berteriak cukup kencang. Ternyata itu membuahkan hasil. Kai berhenti memukuli Phine dan menatapku, dengan kecewa?
"Anne..."
Kai memanggil, namun aku tidak mempedulikannya. Aku bergerak menuju Phine dan membantunya untuk berdiri. Setelah itu aku mendudukkan pria bule itu di kursi yang ada.
Urusanku tinggal menghadapi Kai yang seperti setan itu "pikiran gila mana yang membuatmu memukuli temanku?" Tanyaku dengan berapi api.
"Kau jelas jelas menatapnya dengan memuja. Jelas aku cemburu!"
"Apa hakmu untuk cemburu?" Tantangku. Aku tidak suka dengannya, aku tidak suka dengan sifatnya yang posesif. Aku milikku sendiri, bukan miliknya. Walaupun bayiku mengalir darahnya.
Tapi sepertinya Kai tidak terima ditantang begitu. Dia bergerak mendekat dan mencengkeram tanganku. Aku ingin merintih kesakitan tapi aku tahan agar laki laki itu tahu, kalau aku tidak main main dengan ucapanku.
"Kamu.milikku. Annelise"
Kai semakin mendekat. Dia menatapku dengan tajam. Aku tidak ingin lemah, tapi tiba tiba pusing menyerangku dan membuat mataku melemah. Sampai aku mendengar teriakan yang aku kenali.
"APA YANG KAU LAKUKAN???"
-Kopi Susu-
Suara bising orang mengobrol mengusik pendengaranku. Perlahan aku membuka mata dan mencerna apa yang terjadi. Ah... ternyata aku sedang di rumah sakit. Kemungkinan mereka -Nenek May, Phine, Lauda, Kai- yang membawaku kemari.
Seharusnya ada Kai. Yah, seharusnya ada laki laki itu. Dia harus bertanggung jawab karena telah datang dan membuatku pusing dengan kelakuannya. Hingga aku sampai berada di tempat ini. Oh.. ya Tuhan, bagaimana keadaan anakku?
Tanganku bergerak mengelus perut yang Alhamdulillah masih sedikit menonjol. Aku merasa kelegaan begitu mengetahui bahwa kamu baik baik saja. "La.." panggilku.
Lauda mendekat dan memelukku dengan erat. "Aku tidak tau apa yang terjadi sebenarnya. Phine memberitahuku kalau kau pingsan"
Aku menguraikan pelukan kami "aku baik baik saja La... Dimana dia?" Tanyaku menanyakan keberadaan Kai.
Namun nampaknya Lauda tidak mengetahuinya. Aku melirik Phine, dia hanya tersenyum tipis "Kai... Laki laki itu dimana?"
"Kai?"
Aku melihat raut Nenek May terkejut. Begitupun dengan Lauda. Entah kenapa aku merasakan raut muka Lauda seperti cemburu? Apakah dia marah karena tidak tahu soal Kai? Ohh... Sahabat macam apa aku ini?
"Ashh...." Lenguhku saat merasakan sedikit sakit di area perut.
"Kau baik baik saja?" Tanya Lauda khawatir. Dia maju mendekat dan menelisik semua area ranjang. Sepertinya dia mencari tahu sesuatu yang tajam yang menyakitiku.
Aku tersenyum "aku baik baik saja. Tidak usah khawatir La... Bayi juga baik baik saja" ucapku seraya mengelus perutku yang sedikit menonjol.
"Bolehkah aku berdua saja dengan Anne?"
Mendengar permintaan Lauda, aku tahu sekarang adalah saatnya. Phine dan Nenek May langsung keluar dari ruangan. Mungkin mereka menunggu di kursi depan kamar.
Lauda mendudukkan dirinya dipinggiran brankar rumah sakit. Dia menatapku dengan tajam. "Apa yang sudah kau sembunyikan Anne?"
Aku meneguk ludahku. Sepertinya dia sudah mendengar gosip di desa ini. Tidak mungkin dia tidak mendengar gosip yang sedang hangat hangatnya. Tentang aku dan Kai yang sempat terlihat bersama.
"Aku mendengar kau dekat dengan seorang pemuda. Kai, right?"
Aku mengangguk, tidak mungkin aku mengelak karena sudah tersebar luas gosipnya "iya... Aku tidak sengaja bertemu dengannya..."
Jemari Lauda menggenggam tanganku erat. Aku bisa merasakan tangannya yang semakin dingin. "Apa... Ap... Apakah dia...?"
"Yah... Dia adalah ayah dari bayiku" aku paham maksudnya. Aku paham sekali arti tanda tanya besar yang akan Lauda tanyakan.
Tapi aku tidak paham kenapa Lauda menangis. Dia menitikkan air mata dan lama kelamaan semakin deras. Aku hanya bisa mengelus tangannya. "Maafkan aku tidak memberitahumu dari kemarin" Karena merasa bersalah, aku menceritakan garis besar kenapa aku bisa mengandung anak Kai.
"Jadi ini semua terjadi gara gara aku" Tidak. Semua bukan salah Lauda "aku yang membawamu ke desa ini. Seandainya, seandainya saja aku tidak membuatmu ikut kesini semua tidak akan terjadi Anne.... Maafkan aku.. hiks... Hikks...."
Aku tidak tahu kenapa pikiran Lauda sampai situ. Tapi aku tidak menyalahkannya atas semua yang terjadi. Aku hanya menyalahkan diriku yang tidak berdaya setiap kali Kai berada di dekatku. Sampai tadi pagi, andai saja aku lebih peka mungkin Kai dan Phine tidak akan bertarung.
Kami pun berpelukan erat. Rasanya sangat lega setelah Lauda juga ikut mengetahui hal besar ini. Kini aku mendapatkan kekuatan baru. Lauda berjanji akan menemaniku disini. Dia akan rehat dari dunia modelnya.
To be continue
Salam hangat, fi.
17Nov23
KAMU SEDANG MEMBACA
Kopi Susu
General FictionAnne suka susu. Cairan putih yang menghilangkan rasa dahaganya. Yang bisa menghilangkan crunky-nya. Tapi sayangnya dia membenci kopi karena sudah menodai warna putihnya. Kai adalah kopi. Pria hitam manis yang selalu membuat hangat orang di dekatnya...