Aku menghela nafas panjang mendengar setiap kata yang keluar dari mulut Lauda. Wanita itu sudah berceramah panjang sekitar tiga puluh menit yang lalu. Aku heran, tidakkah dia merasa haus? Tidakkah dia bosan?
Topik yang dibicarakan oleh Lauda pun tidak berganti. Sedari tadi dia bercerita tentan Phine yang melamarnya. Bagaimana pria itu mengutarakan keinginannya dengan romantis di bioskop kemarin malam.
Seharusnya aku ikut senang, begitupun dengan Lauda. Tapi, gadis itu malah menolaknya. Mengatakan ingin mengejar karirnya sebagai model. Aku tidak tahu apa yang terjadi dengan Phine sekarang.
Pria itu tidak bisa di hubungi sampai sekarang. Lauda hanya bisa pasrah, dia meminta untuk Phine menunggunya. Tapi aku yakin, Phine sedang memberi ruang untuknya berpikir.
Mengajukan lamaran adalah bukan hal yang mudah. Dan langsung di tolak saat percobaan pertama pasti membekas dalam ingatan. Ah... Beruntungnya Lauda yang mendapatkan Phine di sisinya selama ini.
Dan aku sedang pusing memikirkan nasibku dan anakku. Aku belum cerita dengan Lauda. Aku tidak mungkin siap.
"Lauda... "
Aku dan Lauda menoleh ke arah pintu. Mama sedang berdiri di sana. "Kenapa Ma?" tanyaku.
Mama mengacuhkanku.
"Tante mau pinjam Anne sebentar boleh? "
"Ah.. Iya tante silah.. Kan"
Aku memandang Lauda yang tampak kebingungan. Aku tahu, Lauda merasakan bagimana Mama dingin kepadaku padahal baru kemarin Lauda melihat aku dibanggakan. Maaf teman, aku belum bisa bercerita.
Aku mengekor langkah Mama menuju perpustakaan sekaligus ruang kerja Mama dan Papa. Pria paruh baya yang mengadzankanku dulu sedang duduk di kursi. Menatap kami berdua yang datang.
"Anne... Papa sudah siapkan berkasmu untuk pergi ke Inggris. Lanjutkan kuliahmu disana setelah wisuda" Ucap Papa yang mengagetkanku.
"Pa.... "
Dulu, dulu sekali aku memang ingin melanjutkan kuliah di tempat ratu Elizabeth tinggal. Tapi, sekarang aku sedang mengandung dan itu bukan hal yang mudah. Perkataan Papa sudah jelas, aku harus menggugurkannya kalau aku menyetujui Papa.
"Papa tega dengan cucu sendiri?" Desisku. Untuk pertama kalinya aku membenci kedua orang tuaku begitu dalam.
Mama hanya bisa terdiam di samping Papa. Bahkan wanita yang melahirkanku itu juga tidak bisa ku percyaa. "Ma... Say something. Aku mohon, aku sedang mengandung"
"Keputusan kami sudah bulat kemarin" Ucap Mama dengan tegas.
"Janin ini tidak bersalah" Lirihku. Air mata sudah menumpuk di pelupuk mataku.
"Kalau begitu tinggalkan rumah ini besok. Kami hanya akan melihatmu saat wisuda. Setelah itu kau bebas. Pergi cari laki laki itu dan minta pertanggung jawaban. Anak manja sepertimu tidak mungkin tahan untuk hidup melarat"
Aku menegang mendengar ucapan Papa. Apakah selama ini Papa dan Mama tidak bisa melihat anaknya? Sejak kecil sudah di tinggal jadi pribadi yang mandiri adalah hal yang kecil.
"Aku bisa membesarkan anakku sendiri" Teriakku tidak tahan mendengar celaan tadi.
Pyyyaaaarrrr!!!!
Suara pecahan benda kaca terdengar tiba tiba. Baik aku dan kedua orang tuaku menoleh ke arah pintu yang sedikit terbuka. Mama langsung mengecek keadaan di luar.
"Ma.... Maa... Maaf tante, aku tidak.. Ah.. Maaf"
Ya Tuhan! Lauda berdiri dengan gemetar di luar. Raut wajahnya nampak kebingungan dan gugup. Dia berulang kali membungkukkan badan. Kemudian dia langsung pamit untuk pulang.
![](https://img.wattpad.com/cover/248833006-288-k500222.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kopi Susu
Fiksi UmumAnne suka susu. Cairan putih yang menghilangkan rasa dahaganya. Yang bisa menghilangkan crunky-nya. Tapi sayangnya dia membenci kopi karena sudah menodai warna putihnya. Kai adalah kopi. Pria hitam manis yang selalu membuat hangat orang di dekatnya...