Aku tidak bisa mencerna makan malam ku kali ini. Pembicaraan siang tadi di gubuk sawah bersama Kai terus menghantuiku. Tawaran Kai yang begitu menggiurkan, membangun sebuah keluarga yang harmonis.
Tapi aku tidak bisa. Aku tidak mau mempertaruhkan mentalku karena belum bisa menerima Kai sepenuhnya. Kai jelas mencintaiku, dari sorot matanyapun aku bisa melihatnya.
"Anne... apa ada sesuatu yang menganggu pikiranmu?"
Aku tersentak dari lamunanku saat tangan Nenek May mengelus tanganku. "Tidak Nek.. hanya saja bayiku sedang tidak nafsu makan sepertinya"
Nenek May tersenyum "tidak apa ... atau kau mau memakan sesuatu?"
Aku ingin bubur kacang hijau.
Aku menggeleng. Tidak berani mengatakan apa yang aku idamkan. Hari sudah malam dan sebentar lagi sudah pukul dua puluh. Aku tidak mungkin repot di dapur karena itu akan membuat Nenek May juga ikut membantuku. Lebih baik aku diam saja.
Nasi yang tinggal setengah porsi itu terpaksa aku buang ke tempat sampah. Setelah mencuci dua piring milikku dan Nenek May, kami duduk santai di depan TV. Nenek May ingin menonton sinetron kesukaannya.
"Nek..."
"Iya Anne.."
Aku gundah "apakah aku boleh tahu lebih tentang Kai?"
"Apa dia mengganggumu lagi?"
Mendengar pertanyaan Nenek May, aku menggeleng. Aku duluan yang mengganggunya. "Tidak Nek. Hanya saja aku melihatnya seorang diri. Apakah dia tidak tinggal dengan Neneknya?"
"Neneknya sudah meninggal dua tahun yang lalu"
Nenek May turun dari kursi. Dia ikut duduk di karpet denganku. "Neneknya Kai adalah seorang pengrajin tas rotan. Dulu usahanya cemerlang sampai bisa membeli sawah. Sampai akhirnya Kai datang ke rumahnya seorang diri seperti yang Nenek ceritakan tempo lalu"
"Jadi Kai sekarang tinggal di sini atau di desa lain Nek?"
"Kai tidak mempunyai rumah yang tetap Anne. Nenek harap dia tidak lagi mengganggumu. Kai adalah orang yang sulit dicari"
"Apakah tidak ada gadis yang dekat dengannya?" Ahh.. Annelise. Kau sangat bodoh menanyakan itu kepada Nenek.
Nenek tertawa "apa kau menyukainya Anne?"
"Tii... tidak Nek. Aku hanya penasaran"
"Selama ini belum ada gadis yang dia la....."
"Assalamu'alaikum..."
Suara Nenek May terhenti. Kami mendengar pintu rumah di ketuk oleh seorang laki laki. Ada kepentingan apa seorang tamu berkunjung malam malam?
"Ya... wa'alaikumsalam. Sebentar"
Aku berinisiatif membuka pintu. Tapi kenyataannya aku menyesal sudah membukakan pintu. Sekarang Kai sedang berdiri di depan pintu dengan pakaian yang rapih. Di tangannya dia membawa sebuah paper bag bermotif batik yang tidak aku tahu merk apa itu.
Senyum tulus terpancar dari wajah Kai. Dia masuk ke dalam rumah tanpa dipersilahkan olehku terlebih dahulu. Kemudian dia menyalimi Nenek May yang sudah bangun dari duduknya. Karena memang antara ruang TV dan ruang tamu tidak bersekat.
Kami bertiga duduk di sofa. Aku duduk disebelah Nenek May yang bersebrangan dengan Kai. Tampaknya laki laki itu sudah tidak gugup seperti malam itu.
"Ada kepentingan apa ya?"
Aku menunduk mendengar nada tidak suka dari Nenek May. Padahal aku sudah tahu maksud kedatangan Kai kesini. Tapi tidak menyangka dia akan seberani ini.
Kai berdehem pelan sebelum mengeluarkan suaranya "saya.. ingin melamar Annelise untuk dijadikan pendamping hidup saya kedepannya Nek"
Aku tahu.. Nenek May sangat terkejut mendengarnya. Baru saja tadi kami sedang mengobrol tentang gadis yang akan Kai nikahi. Ternyata laki laki itu sudah bergerak memilihku.
Nenek May hanya menggeleng ringan. "saya tidak bisa Kai. Annelise bukan cucu saya. Jika kau mau menikahinya. Mintalah dia pada orang tuanya."
Ucapan Nenek May ada benarnya. Aku memandang Nenek May menyalurkan ucapan terimakasih. Jujur aku tidak ingin menikah sekarang, aku masih mempunyai perasaan yang mengganjal dengan Kai.
"Baiklah.. tapi kalau saya sudah mendapatkan restu dari kedua orang tua Annelise, saya harap Nenek May juga setuju"
Mendengar ucapan tegas dari Kai, aku tahu itu adalah serius. Tapi Nenek May sepertinya masih enggan untuk memberi restu. Walaupun bukan kerabatku, Nenek May adalah orang yang menolongku.
Dan malam itu, Kau pulang dengan perasaan tersinggung. Setelah malam itu, Kau tidak pernah lagi terlihat di desa. Ketakutan Nenek May terus berlanjut, dia takut hidupku akan menderita memiliki suami yang tidak jelas kepribadian dan asal usulnya.
Akupun takut. Takut jika saja Kai tidak memperlakukanku dengan baik kelak.
-Kopi Susu-
Yang menjadi perhatian pertamaku pada pagi hari ini adalah sebuah mobil yang jelas aku kenal. Sebuah mobil jazz warna merah menyala berhenti di halaman rumah Nenek May. Sang pemilik keluar dengan banyak barang di tangannya.
Aku tersenyum menyambutnya. Gadis yang baru saja keluar itu langsung memelukk. Begitupun aku, membalas pelukan orang yang sudah lama aku rindukan. Lauda.
Ternyata dia datang tidak sendirian. Dia bersama Phine, mereka sengaja mengunjungiku dan membawa perlengkapan baju hamil. Katanya, sebentar lagi aku membutuhkan banyak daster. Memang baju santai yang aku punya sekarang sudah sedikit sesak.
Saat ini aku dan Lauda sedang berada di kamarku. Kamar yang dulunya dijadikan kamar Lauda kalau saja dia sedang menginap disini.
"Anne ..."
"Iya?" Jawabku sembari melihat koleksi daster yang dia bawa.
Tiba tiba Lauda memelukku sebentar " Nenek sudah cerita kalau ada seorang pemuda yang melamarmu"
Aku hanya mampu tersenyum. Kami melepaskan pelukan. "Kai. Namanya Kai"
"Yah... aku sudah tahu Anne. Aku tidak begitu mengenalnya tapi mendengar gosipnya"
Aku menunduk mendengar ucapan Lauda. Kai dan segala cap jelek dari kebanyakan orang memang susah untuk terlepas. "Aku bingung La... Dia tertarik denganku, dia menawarkan rumah tangga yang harmonis"
Lauda menatapku dengan tatapan yang dalam. Keluarga yang harmonis adalah hal yang sensitif untukku. Dan dia paham betul betapa aku mendambakan itu.
"Apa dia tahu kau sedang mengandung? Apa dia akan menerima anakmu?"
Jelas iya. Ini adalah anaknya
"Aku tahu Anne... tapi masih banyak laki laki yang mau denganmu. Kau pintar, setelah melahirkan mari kembali ke kota. Tata masa depanny Anne, aku akan membantumu. Mari wujudkan semua yang kau cita citakan"
"Tapi....anakku La.."
"Kita bawa, kau boleh membawa anakmu kemanapun. Mari tidak usah bergantung dengan kedua orang tuamu. Kau bisa memulai bisnis kue yang menjadi hobimu. Atau kau bisa mencari pekerjaan di kantor Phine"
Sebuah ucapan yang indah saat Lauda mengatakannya. Mimpi mimpiku yang sering aku ceritakan kepada Lauda dulu. Membangun sebuah cafe dengan menu menu tradisional. Atau bekerja kantoran seperti kebanyakan orang lain. Tapi itu dulu, sebelum bayi ini lahir.
Apakah aku bisa menggapainya lagi? Tapi Kau menawarkan sebuah keluarga yang harmonis. Pilihan yang sangat sulit. Apa yang harus aku pilih?
-Kopi Susu-
Salam hangat, Fi
KAMU SEDANG MEMBACA
Kopi Susu
Fiksi UmumAnne suka susu. Cairan putih yang menghilangkan rasa dahaganya. Yang bisa menghilangkan crunky-nya. Tapi sayangnya dia membenci kopi karena sudah menodai warna putihnya. Kai adalah kopi. Pria hitam manis yang selalu membuat hangat orang di dekatnya...