Aku mengingat ingat berapa hari Kai sudah memarahiku. Sejak tadi pagi aku mengatakan nama Kaisa, Kai sama sekali tidak menggubris ku. Aku dianggap patung olehnya.
Entah kemana laki laki itu sekarang. Jam sudah menjelang magrib. Tapi Kai belum pulang sejak dua jam yang lalu. Setelah membanting pintu tadi pagi, ia hanya duduk diam di meja.
Sebenarnya siapa si Kaivan? Kenapa dia tidak pernah membuka diri untukku? Masa aku harus bertanya kepadanya? Aku tidak mau. Toh, dia duluan yang menyukaiku, seharusnya dia harus terbuka denganku lebih dulu.
"Sudah pulang?"
Pertanyaan bodoh macam apa itu Anne!
Aku menyayangkan otakku yang mendadak tidak berfungsi seperti dulu. Apalagi saat Kai pulang, aku mencium tangannya. Hal yang tidak pernah aku rencanakan dan lakukan selama ini. Mungkin gara gara aku merasa bersalah.
"Hmmm"
Kai hanya bergumam. Ia melepaskan sendal jepit yang sudah buluk itu. Kemudian merebahkan dirinya di kursi panjang yang biasa tempat kami makan.
Aku tidak tahu harus apa. Kai masih saja diam. "Kai!" Aku hampir menjerit memanggilnya.
Tapi Kai hanya melirik sejenak. Kemudian menarik nafas panjang dan berbalik memunggungi ku. Hey, tidak sopan sama sekali.
Dengan perasaan kesal aku masuk kedalam kamar dan mengunci pintu. Masa bodo dengan laki laki itu. Memangnya aku tidak ada perasaan?
Kesal.
Saking tidak sadarnya, aku terbangun saat sudah tengah malam. Aku menemukan lampu kamar sudah dimatikan, tersisa pantulan lampu dari luar sana. Rasanya sangat lapar karena aku tertidur dalam keadaan perut kosong.
Apakah masih ada makanan sisa tadi pagi? Tapi... Mungkin sudah dihabiskan Kai, kan laki laki itu belum makan sedari pagi. Tapi, coba sajalah.
Sosok Kai tidak ada di bangku panjang. Aku memilih untuk mencari makanan di dapur lebih dahulu. Seingatku Kai membeli biskuit kelapa beberapa hari lalu. Semoga saja masih ada.
Aku tersenyum bahagia saat menemukan toples itu. Toples bekas sosis yang diisi dengan biskuit kelapa itu masih tersisa setengah. Akan aku habiskan malam ini, aku tidak berselera makan nasi tengah malam seperti ini.
Dalam perjalanan kembali ke kamar, setitik cahaya menghalangi fokusku. Sebuah cahaya terang yang terselip diantara sela rumah dan tanah berada di depan. Ngapain Kai disitu?
Awalnya aku ingin menghiraukan laki laki itu. Tapi rasa penasaranku lebih mendominasi. Jadi aku mengendap endap mendekati pintu masuk rumah.
Dari balik sela gorden tua itu, aku melihat Kai sedang menyulutkan rokoknya. Ditangannya ada sebuah senter jadul yang masih menggunakan baterai. Ia menyoroti jalan di depan rumah dan menembus kedalam hutan.
Apa laki laki itu tidak ngeri melihat itu?
Sepertinya tidak. Karena Kai masih anteng duduk disitu sampai aku hampir menghabiskan biskuit kelapa yang tadinya aku bawa. Kini tersisa lima keping lagi.
"Bawa aja deh"
Aku membuka pelan pintu itu. Kai reflek bergerak menoleh ke belakang. Laki laki itu tampak terkejut. Aku hanya diam menanggapinya.
"Kenapa keluar?" Kai berdiri. "Masuk!" Perintahnya.
Namun aku masih diam ditempat. "Aku tidak bisa tidur" ungkapku. Enak saja dia menyuruhku dengan mudahnya.
Kai tampak pasrah saat aku duduk jongkok di tempatnya semula. "Tidak usah menghiraukan aku. Duduk dan bersemedi-lah seperti tadi"
"Apa?!" Kai melotot. "Aku tidak bersemedi"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kopi Susu
General FictionAnne suka susu. Cairan putih yang menghilangkan rasa dahaganya. Yang bisa menghilangkan crunky-nya. Tapi sayangnya dia membenci kopi karena sudah menodai warna putihnya. Kai adalah kopi. Pria hitam manis yang selalu membuat hangat orang di dekatnya...