Bagian 9.3

216 12 2
                                    

"jangan bertengkar dengan pasangan lebih dari tiga hari"

"Jangan lebih dari tiga hari"

"Tiga hari"

Omongan antara Mbak Tuti dan Bu Ning terus bersarang di otakku. Walaupun samar samar aku mendengar percakapan mereka, aku terus mengingatnya. Ucapan mereka terus aku ulang ulang.

Apakah benar?

Mama dan Papa memang jarang sekali bertengkar. Pernah, tapi itu masalah pekerjaan. Dan juga keduanya memang jarang berinteraksi, jadi jarang bertengkar juga.

Mungkinkah aku harus meminta maaf lebih dulu?

Tapi aku tidak bersalah bukan?

Memang apa salahku?

Kan Kai yang mendiamiku. Benar?

Aku menatap bubur sumsum yang sudah habis setengah. Tiba tiba rasa tidak berselera makan datang. Karena terpikirkan omongan tadi.

Omong omong, kemana lagi Kai?

Laki laki itu sudah seperti jailangkung yang datang dan pergi seenaknya. Apa dia tidak tahu aku butuh makan? Memang aku tidak makan siang dan malam? Belum juga masalah cemilan atau sabun atau apapun itu. Sungguh tidak bertanggung jawab. Menyesal aku menikahinya.

"Aaaarggghhhhh"

Tanpa sadar aku memukul meja saking kesalnya. Tapi tanganku terkena paku yang sedikit menonjol di meja kayu ini. Hanya berdarah sedikit tapi sangat nyeri.

"Annelise!!!!"

Benar bukan?

Kai adalah jailangkung. Tiba tiba dia datang dan menggapai tanganku tiba tiba dengan nafas memburu. Tanpa omongan apa apa dia menyiram tanganku dengan air satu gayung. Lalu memberikan plester di tanganku.

"Makasih"

Kai tidak menjawab omonganku. "Ini, makanlah" ia menyerahkan kresek putih.

"Loh?" Ternyata isinya adalah rujak. Dapat darimana dia rujak sepagi ini?

"Kau ingin rujak kan?"

"Iya, tapi...." Aku hanya bercanda.

Ya Tuhan....

"Dapat darimana kau? Bukannya belum ada yang jual?" Tanyaku sembari mencicipi rujaknya. Rasanya enak, antara manis pedas dan asamnya pas.

"Enak..." Aku mengulurkan potongan nanas untuk Kai "cobalah"

Kai agak ragu. Tapi dia tetap memakannya. Dari tanganku. Aku kaget saat tanganku bersentuhan dengan bibirnya. Aku kira dia akan mengambil dengan tangan bukan dengan mulut.

"Enak" Kai mengangguk angguk merasakan nikmatnya. "Berikan aku lagi"

Sedangkan aku masih syok, jadi Kai mengambilnya sendiri. "Sudah makan bubur?" Aku mengangguk dan diam.

"Baguslah! Jadi perutmu tidak kosong sebelum makan rujak ini"

"Beli di warung Bu Ning"

"Ooh iya" Kai ikut mencemili rujaknya dengan semangat "aku mengambilnya dari hutan disebelah sana"

Aku terdiam. Effort Kai tidak main main. Padahal aku hanya bermain main dengannya semalam tapi dia menanggapinya dengan serius. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana  gelapnya malam hanya mencari nanas dan buah yang lain.

"Makasih Kai. Untuk semuanya. Aku hanya..."

"Apa?"

Aku ragu untuk memberitahunya "tidak ada"

Kopi SusuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang