Bagian 1.3 (21+)

133 4 0
                                    

Annelise adalah namaku. Nama yang tersemat selama dua puluh dua tahun ini. Yang darimana ini adalah nama pemberian nenekku di Jerman. Annelise yang berarti cahaya kecantikan dalam bahasa Jerman.

Aku tumbuh menjadi gadis cantik sesuai harapan mereka. Aku yang adalah bukti kecantikan di keluargaku. Karena aku adalah cucu perempuan satu satunya baik di keluarga Papa dan Mamaku.

Sama seperti Annelise, Petrichor adalah bau yang paling cantik menurutku. Aku menghirup dalam dalam aroma ini. Aroma yang menguar setelah hujan jatuh sore ini.

Mataku terus tertuju ke jalan aspal yang masih terlihat baru. Desa ini adalah desa yang sangat jarang ada kendaraan. Jadi jalanan yang di sediakan pemerintah masih sangat bagus.

Air yang menggenang di cekungan aspal menimbulkan efek pelangi sangat indah. Senja di ujung sana mempercantik desa ini. Burung burung mulai berterbangan kembali ke rumahnya masing masing.

Dan aku masih berjalan jalan menapaki setiap jalanan yang baru ku lalui. Gila memang, karena senja dan aroma petrichor membuatku terlalu jauh melangkah.

Aku menatap kesekelilingku. Pepohonan jati dan gemuruh suara air yang ditangkap oleh indraku. Aku tersesat di sebuah desa yang sama sekali aku tidak tahu.

Sekarang aku menyesal telah pergi tanpa meminta Lauda untuk menemaniku. Seharusnya aku mengiyakan tawarannya. Dan seharusnya aku tidak perlu sok pemberani untuk menjelajah desa ini sendirian dengan alibi sudah besar.

Aku mencoba mengikuti jalan yang tadi ku lalui. Tapi entah mengapa rasanya berbeda. Aku semakin tersesat di sini. Sama sekali tidak ada pencahayaan padahal langit sudah mulai menggelap.

"Aaakkhhh... "

Sialnya aku terpeleset diantara jalan tanah merah. Aku menatap tangan dan kakiku yang terkena tanah. Dan jangan lupakan bajuku yang sudah berlumur tanah itu.

Ya Tuhan. Aku sangat frustasi. Satu satunya cara aku harus membersihkan diri di sungai sana. Tanpa memikirkan apapun, aku berjalan menuju sungai.

Dengan indra pendengaran dan pencahayaan minim aku harus membuka lebar mataku. Akhirnya aku sampai di sungai yang jernih airnya. Untungnya aku tidak bertemu hewan melata disini. Semoga saja tidak.

Setelah mengusap seluruh tanah merah itu, aku kembali ke jalan aspal tadi. Aku terus merapal sepanjang perjalanan. Semoga Tuhan masih berbaik hati padaku. Ampunilah aku karena tidak pernah menjalani kewajibanMu.

"Mbak?"

"Astaga!!!"

Aku berteriak kaget. Seseorang kini sedang berdiri di belakangku setelah menepuk pundakku. Dia tampak lusuh dengan pakaian yang penuh dengan lumpur.

Laki laki itu menyodorkan senter kepadaku. "Maaf? Anda siapa?"

"Namaku Kaivan. Kau bisa memanggilku Kai"

"Ah... Aku Annelise, panggil saja Anne"

"Kenapa kau berjalan malam malam sendirian di sini?"

Aku tersenyum kikuk. Konyol memang aksiku. "Aku tersesat" Akuku dengan malu. Sungguh, aku sudah besar dan masih tersesat.

Kai mengangguk angguk. "Ini sudah malam. Kalau kau mau kau bisa mampir ke rumahku untuk beristirahat sejenak. Setelah itu aku akan mengantarkanmu"

Terimakasih Ya Tuhan kau masih berbaik hati padaku!

Aku langsung mengiyakan ajakannya. Aku tidak mau membuang kesempatan ini begitu saja. Takutnya kalau aku menolak aku akan berada di hutan ini sampai besok pagi. Dan hal itu sangat tidak baik.

Untung saja rumah Kai tidak terlalu jauh dari tempat kita bertemu. Rumahnya sederhana terbuat dari bambu. Dan belum memiliki lantai yang memakai keramik.

Penerangannya hanya ada lampu seadanya di setiap ruangan. Setidaknya bisa menghalau angin malam dan rasa dingin yang datang.

"Kau bisa duduk terlebih dahulu. Aku akan membersihkan diri"

Kai menghilang di balik korden penghubung antar ruangan. Aku duduk di bangku panjang yang terbuat dari bambu. Rasanya tidak terlalu buruk untukku yang memang terbiasa duduk di sofa.

Tak lama Kai datang membawa baju dan celana. Sepertinya itu untukku karena dia sendiri sudah tampak segar dengan rambut yang masih basah.

"Kau bisa memakai bajuku. Bajumu ditaruh di kantong ini saja. Kau bisa memakai kamar mandi di belakang"

Aku menerima baju dan kantong plastik itu. "Terimakasih"

Hal pertama yang aku lihat di dalam rumahnya adalah sederhana. Semuanya masih memakai kayu atau bambu. Untungnya kamar mandinya memakai pintu plastik seperti di kamar mandi umum.

Aku segera mengganti baju yang tampaknya terlalu besar. Setidaknya aku memakai baju yang kering. Setelah selesai aku keluar menuju ruangan tadi.

"Ahhh..... "

Tiba tiba dari dalam ruangan seperti ada yang menarikku. Aku membuka mata setelah merasa kalau aku ditidurkan di kasur dari kapuk. Oh tidak! Pencahayaan  dimatikan. Lampu itu dimatikan oleh Kai.

Kai kini sedang menindihku dengan mata menyala. "Maafkan aku Anne"

Aku ingin menangis sejadi jadinya. Kai menutup mulutku dengan tangannya. Dia mencium setiap jengkal leherku dan meninggalkan bekas disana.

Aku tidak pernah melakukan hal tidak senonoh seperti ini. Aku tidak ingin menyerahkan keperawananku dengan cara seperti ini. Tapi semua yang ku jaga sia sia.

Kai sudah menanggalkan seluruh pakaiannya. Dia mulai menurunkan semua celanaku. Dia menaikan kaos yang dia pinjam dan merangsangku dengan menyedot payudaraku.

"Ashh.... Pelan.... "

Aku ingin berteriak. Tapi justru erangan yang keluar dari mulutku. Aksinya malah bertambah beringas. Kai meremas keras payudaraku satunya.

Tangan satunya sudah bermain di intiku. Kepunyaannya tampak mengeras dan panas di depan liangku. Aku tidak tahu harus bagaimana. Ini terlalu mendadak dan di luar kendaliku.

"Ahh... Anne... Aku mencintaimu.. Ahh.... "

Kai mengerang saat miliknya melesak masuk ke dalamku. Aku hanya menggigit bibir menahan rasa perih saat dia meneroboskan seluruh miliknya. Aku menghilangkan kehormatanku sebagai wanita dengan satu malam.

Kami saling bertatapan. Kai menatapku dalam. Aku mengenal tatapan itu. Tatapan orang yang membuatku penasaran beberapa hari lalu. Ternyata Kai adalah orang yang mengawasiku selama ini.

Bodohnya aku karena mengiyakan ajakan laki laki untuk mampir ke dalam rumahnya. Yah.. Semuanya berawal dari kebodohanku. Andai saja aku tidak menerimanya dan kekeh pulang. Hari ini adalah hari penyesalanku seumur hidup.

Aku membenci laki laki yang tampak menahan hasratnya di atasku. Aku membenci diriku sendiri karena tidak bisa menolak. Dan aku membenci kenapa Tuhan memberikanku azab seperti ini.

Kai tampak tidak terganggu dengan cakaranku di punggungnya. Rasa perih itu lama lama sudah menghilang berganti dengan rasa candu saat milik Kai bergerak aktif di bawah sana.

Laki laki itu tampak gempar memaju mundurkan miliknya. Tak lama dia melesakkan dalam dalam sampai aku merasakan rasa berkedut di bawahku.

"Terimakasih Anne.... "

Dan aku membenci puncak kenikmatan antara Kai dan aku. Sentuhan ini, rasa hangat ini masih terekam jelas. Kai jatuh ambruk diatasku setelah menyemburkan spermanya di dalamku.

Aku menangis di bawahnya. Rasanya sangat kosong dan aku kehilangan harapanku. Cita citaku. Kepercayaan kedua orang tuaku. Dan kepercayaan diriku sendiri.

To be Continue

Salam hangat, Fi

Kopi SusuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang