22. Endpoint

3.5K 149 127
                                    

"Sebelum membaca, absen dulu disini!"

Guys, please bantu aku dengan vote setiap chapter yaa. Aku minta tolong.

Tolong penuhi komentar di setiap paragraf. Juga vote yang gratis di pojok kiri bawah. Don't be siders. Kalau kalian aktif, aku juga akan aktif update.

• Selamat Membaca •

•••

BRAK!

"WOY!"

"Anjing!"

"Kaget anjir!"

Semua mata memusatkan pandangannya pada seseorang yang dengan tiba-tiba membuka kasar pintu kelas mereka yang sedang jam kosong saat ini. Murid-murid yang berada di kelas itu menatap cewek dengan tampilan berantakan, dengan berbagai tatapan.

"Maaf, kenapa ya? Salah masuk kelas apa gimana?" Sang ketua kelas angkat suara setelah melihat siswi yang bukan bagian dari kelasnya itu berdiri didepan kelas.

Tak mengindahkan suara-suara yang membicarakannya, cewek itu dengan mantap berjalan kearah pojok kelas. Lebih tepatnya pada kursi yang sedang diduduki oleh seorang cowok yang asyik memainkan ponselnya. Terlihat tidak terganggu dengan keributan yang terjadi di kelas.

BRAK!

Murid-murid menatap tak percaya.

PLAK!

Kali ini disertai jeritan heboh dari murid-murid yang menatap langsung bagaimana cewek asing itu mengambil ponsel yang berada di genggaman teman kelas mereka, lalu membantingnya ke lantai tanpa beban.

Dan terakhir, suara nyaring karena telapak tangan cewek itu yang beradu dengan pipi sebelah kiri sang cowok kontan membuat semua murid-murid kini mendekat.

Siapapun bisa melihat dan merasakan bagaimana marahnya cewek asing itu. Jejak air mata, rahang yang mengetat, serta kepalan tangan yang bergetar membuat mereka bertanya-tanya dalam hati.

Apa yang terjadi?

"I don't care anymore. It's all over. Lo udah ngerusak semuanya, sampai udah nggak ada lagi yang bisa lo rusak dari gue, Ragaz. Ayo apalagi! Beginian doang nggak bikin gue gila." Suara itu bergetar namun terdengar tajam.

Cowok itu, Ragaz, hanya terpaku menatap mantan kekasihnya yang berdiri didekatnya. Semuanya terlalu tiba-tiba. Ragaz butuh waktu untuk memproses apa yang terjadi. Tindakan Arini saat ini tak pernah ada dalam bayangannya.

Ragaz tak tahu kalau Arini akan seberani ini.

"Ragaz." Arini melirih pelan. Kali ini matanya kembali berkaca-kaca menatap presensi seseorang yang dulu pernah amat dicintainya. Sedangkan Ragaz mematung menatap bagaimana mata yang dulu menemani hari-harinya itu saat ini terlihat begitu amat terluka di sana.

Dan Ragaz benci dengan fakta bahwa itu semua karenanya. Aneh, perasaan sesak menggerogoti dadanya tiba-tiba.

"Lo pikir gue bakal baik-baik aja dengan semua perbuatan lo ke gue? Hah? Gue tau dendam itu nggak baik. Tapi sakit dibalas maaf itu juga nggak adil. You never even said sorry." Arini tersenyum tipis menatap cowok itu.

"Tapi inget satu hal. Kalau semua yang terjadi ke gue beberapa minggu ini akhirnya terjadi juga ke lo, lo harus inget, karma nggak pernah salah tempat. Apapun yang terjadi nanti, sekalipun Tuhan yang ngebales lo, lo harus inget, kalau itu karena perbuatan lo ke gue." Arini menghapus air matanya dengan cepat saat setetes air matanya jatuh melewati pipinya.

RAGAZTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang