8. (Him/Her) Coming

4.7K 121 13
                                    

"Sebelum membaca, absen dari kota mana kamu berasal?"

• Selamat Membaca •

•••

"Hapus!" titah Arini geram. Tangannya terlihat gemetar saat menunjuk ponsel Ragaz yang masih menayangkan video tak senonoh dirinya. Sedangkan Ragaz hanya tersenyum menyeringai melihat Arini yang terlihat pucat disana.

Dalam hidupnya, kejadian ini, hari ini, dan semua hal yang berkaitan dengan apa yang dilakukannya bersama Ragaz, total menjadi pengalaman paling buruk yang dialaminya semasa hidup. Arini sebenarnya sudah teramat takut. Namun terus mencoba berdiri, kuat melawan Ragaz yang terlihat santai di sofa.

Dari tadi ponselnya terasa bergetar di tangannya. Kedua sahabatnya pasti mencarinya. Namun memilih untuk tidak peduli, karena ada hal yang lebih penting disini. Menyangkut masa depannya.

Yang detik ini ia sadari. Entah ia masih punya masa depan atau tidak.

"Gue udah ngomong baik-baik. Gue juga nggak mau ada masalah. Sekali lo hapus semua video atau foto gue di HP lo, urusan kita selesai. Dan masalah ini nggak akan besar. Jadi gue minta tolong buat hapus semuanya, sekarang," ucap Arini tenang.

"Haha, kocak. Gue nggak tau lo sebenernya itu pinter atau goblok. Arini, Arini, jadi cewek kok bego banget. Lo terlalu naif," balas Ragaz tajam. Cowok itu sudah kembali memasukkan ponselnya ke saku bajunya. Kondisi Ragaz masih dengan memakai celana pendeknya yang sedikit mengetat. Sedangkan celana abu-abunya masih tergeletak ditengah-tengah ruangan.

"Mau lo apa sekarang?" tanya Arini jengah. Dirinya kembali mual. Pikiran-pikiran buruk terus berdatangan pada otaknya.

"Simple. Kalau lo nggak mau video lo kesebar, lo harus muasin gue kapanpun gue mau. Nggak susah, 'kan?" ujar Ragaz tersenyum menyeringai menatap Arini.

"Brengsek. Lo kira gue lonte?" sarkas Arini menatap marah Ragaz yang terkekeh kecil ditempatnya.

"Loh, emang lo nggak sadar? Lo 'kan, emang lonte gue dari awal, Arini. Jalang gue," balas Ragaz tertawa ditempatnya.

"Jaga mulut lo!" ucap Arini bergetar. Tangannya kembali menunjuk Ragaz dengan matanya yang sudah kembali berkaca-kaca. Rasanya benar-benar sakit mendengar ucapan orang yang masih ia cintai itu.

"Alah, udah nggak usah drama. Buruan sini, mumpung gue masih sedikit tegang nih," ucap Ragaz.

"Gue nggak mau!" Suara Arini terdengar naik membuat Ragaz menggeram ditempatnya.

"Dasar perek. Lo mau gue kirim videonya ke grup sekolah sekarang? Atau ke orang tua lo? Biar Bapak lo yang penyakitan itu makin sekarat liat anaknya ngelonte di sini?" Arini menutup mulutnya dengan tangannya yang gemetar. Cewek itu sudah terisak ditempatnya.

"Buruan, anjing. Gue nggak punya banyak waktu. Kalau nggak mau biar gue kirim sekarang juga," ucap Ragaz tak sabaran. Dirinya hanya menatap datar Arini yang menangis dengan tubuh gemetar itu. Tidak ada satupun belas kasihan nya melihat Arini yang seperti itu.

Arini mengangkat kepalanya. Masih dengan terisak cewek itu menganggukkan kepalanya sembari berjalan mendekati Ragaz yang kini tersenyum penuh kemenangan.

"Hadeh gitu aja lama. Padahal seneng 'kan, dikasih kontol. Buruan jalannya. Mulai sekarang lo itu perek gue, lo harus inget. Video lo bakal aman selagi lo nurut." Ragaz tersenyum menyeringai melihat Arini yang sudah berjongkok diantara kakinya yang terbuka.

---

"Arini lo kenapa?" Elena bertanya panik saat Arini datang ke kelas dengan matanya yang sembab. Wajah cewek itu terlihat kacau.

RAGAZTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang