23. Too Painful

3.8K 133 14
                                    

"Sebelum membaca, absen dulu disini!"

I'm so sorry baru bisa update lagi. Beneran lagi banyak kerjaan yang nggak bisa kutinggal karena pulangnya udah malem banget juga, jadi ga sempet nulis. Tapi aku akan berusaha untuk mulai update terus sekarang.

Guys, please bantu aku dengan vote setiap chapter yaa. Aku minta tolong.

Tolong penuhi komentar di setiap paragraf. Juga vote yang gratis di pojok kiri bawah. Don't be siders. Kalau kalian aktif, aku juga akan aktif update.

• Selamat Membaca •

•••

Kacau.

Ragaz tak tahu harus melakukan tindakan apa saat ini.

Bundanya dikabarkan kritis setelah sempat diperiksa oleh dokter keluarga dan langsung dibawa ke rumah sakit. Bahkan sang Ayah sampai membatalkan penerbangannya malam ini ke luar kota untuk urusan pekerjaan.

Ragaz sudah tak lagi menghitung berapa lama dirinya berada didepan kamar rawat sang Bunda. Dua jam? Tiga jam? Entah sudah berapa kali Ayahnya menyuruhnya untuk masuk, namun Ragaz tetap memilih untuk berada di luar.

Cowok itu hanya takut.

Cowok itu tak siap.

Penyakit jantung Damara sudah bukan lagi penyakit ringan. Ragaz jelas tahu separah apa penyakit sang Bunda. Sedikit lagi saja kabar buruk yang masuk ke telinga Bundanya, maka sudah dapat dipastikan...

Ragaz menggelengkan kepalanya dengan kencang, lalu memukul beberapa kali untuk menghilangkan semua pikiran buruk yang terus merasuki otaknya.

Ragaz kembali mengingat apa yang dirinya lihat di dalam ponsel Damara tadi. Rekaman suara, foto, dan video yang dikirimkan oleh seseorang yang jelas cowok itu kenal.

Dan semuanya sudah dilihat dan didengar oleh sang Bunda.

Kedua tangan cowok itu terkepal erat dengan rahangnya yang sudah mengeras. Matanya yang tajam menatap lurus pada pintu kamar rawat Bundanya.

"Iya, nanti gue kabarin lagi. Oke, bye Na!"

Ragaz langsung berdiri setelah matanya melihat entitas seorang cewek yang hendak memasuki kamar inap Bundanya dengan ponsel yang berada di telinga cewek itu. Dengan cepat Ragaz berjalan menghampiri cewek itu, lalu mencekal pergelangan tangan seseorang yang ternyata sepupunya itu.

Jemi tersentak saat merasakan pergelangan tangannya di genggam dengan kuat. Cewek itu langsung menolehkan kepalanya pada pelaku yang dengan tak sopan memegang tangannya dengan tiba-tiba.

Memutar kedua bola matanya setelah melihat siapa seseorang yang sudah lancang memegangnya, dengan keras Jemi langsung melepaskan tangan kanannya yang digenggam oleh Ragaz.

"Duh, kuman pada nempel deh," sarkas Jemi sembari mengusap pelan pergelangan tangannya tanpa melihat Ragaz.

Tak mau bahkan untuk sekedar menanyakan maksud Ragaz menghampirinya, Jemi berniat kembali melangkahkan kakinya untuk masuk kedalam kamar inap Damara.

"Mana Arini?"

Namun suara itu jelas mengganggunya dengan sangat. Cewek itu kembali membalikkan tubuhnya dan kini menatap penuh dan datar pada seseorang yang baru saja menyebut nama sahabatnya.

RAGAZTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang