"Sebelum membaca, absen jam berapa kamu baca part ini."
• Selamat Membaca •
•••
Dering alarm terdengar kencang, membuat seorang perempuan diatas kasur yang tubuhnya tertutupi dengan selimut melenguh pelan. Terganggu mendengar suara yang memenuhi langit-langit kamarnya. Tangannya bergerak tak tentu arah, mencoba menggapai alarm untuk mematikannya.
"Aduh!" Mencoba bangkit dari tidurnya, ringisan itu yang keluar pertama kali dari mulutnya.
Menghiraukan rasa sakit yang terasa hampir di seluruh tubuhnya, terutama bagian bawahnya, perempuan itu mengedarkan pandangannya saat retinanya tak menangkap entitas seseorang yang bersamanya tadi malam.
"Gaz?" seru perempuan itu sedikit keras, berharap seseorang yang ia panggil namanya menyahuti panggilannya. Lengang sejenak, tidak ada suara selain detik jam yang terdengar beraturan.
Menghela nafas, perempuan itu, Arini namanya, kembali menjatuhkan tubuhnya pada kasur. Masih ada satu jam untuk bersiap-siap ke sekolah.
Matanya menatap atap kamarnya, kamar kos yang terhitung hampir dua bulan sudah ditempatinya. Seorang diri.
Sekitar dua bulan yang lalu, Ayahnya memberitahukan kabar yang membuatnya terkejut. Perusahaan tempat Ayahnya bekerja meminta Ayahnya untuk pindah ke luar kota. Sang Ayah tentu tidak bisa menolak.
Namun Arini menolak, memberikan alasan bahwa sebentar lagi dirinya akan lulus, kurang dari setahun, akan repot kalau harus pindah sekolah. Ia berkata tidak mau meninggalkan sahabat-sahabatnya disini. Juga mengatakan, belum tentu ia akan mendapatkan teman jika pindah sekolah.
Mendengar penjelasan dari sang anak, kepala keluarga itu mencoba menatap sang istri. Jawabannya sudah jelas. Gelengan kepala yang dilihatnya. Menghela nafas, ini jelas keputusan yang sulit. Namun entah apa yang Ayahnya bicarakan pada sang Bunda, besoknya dirinya diberitahukan, jika boleh tinggal sendiri dengan banyak syarat yang Arini terima tanpa pikir panjang.
Setelah keberangkatan kedua orangtuanya, Arini menghubungi sahabat-sahabatnya untuk membantunya pindah ke sebuah kamar kos. Semuanya berseru senang saat mengetahui hal itu. Mereka memang sudah diceritakan oleh Arini tentang hal ini.
Setelah seminggu menempati kamar kos barunya, akhirnya Arini menceritakan tentang dirinya yang sudah tinggal sendiri di kos kepada sang pacar. Kedua orangtuanya jelas tidak mengetahui jika anak mereka sudah mempunyai pacar. Arini menutupinya.
Namun, setelah itu setiap pulang sekolah, sang pacar, Ragaz namanya, selalu menyempatkan mampir di kamar kos Arini hingga sore, lalu kemudian pulang setelah Adzan Maghrib terdengar.
Tempat kos-kosan Arini memang bukan kamar kos khusus perempuan. Kosan bebas yang ditempatinya. Arini bukan sengaja, memang ini yang ia dapat dengan cepat, tak mau ambil pusing mencari kos khusus perempuan. Lagi pula hanya ini yang paling dekat dengan sekolahnya.
Tak banyak yang mereka lakukan di kamar perempuan itu. Hanya mengobrol, makan, bermain handphone, lalu bercanda. Seminggu kegiatan mereka setiap pulang sekolah selalu seperti itu. Walaupun terkadang Arini bermain bersama sahabat-sahabatnya.
Sampai akhirnya, tiga minggu setelah Arini tinggal di kosannya, hari itu, Ragaz sudah pulang dari kosannya, tepat Adzan Maghrib berkumandang. Namun pada tengah malam sekitar jam sebelas, cowok itu datang, berkata bahwa ia ingin menginap semalam disini, membuat Arini terkejut bukan main.
Namun saat melihat sang pacar yang terlihat keruh wajahnya, dengan rahang yang mengeras, tanda bahwa cowok itu sedang dalam suasana hati yang buruk, Arini akhirnya mempersilahkan cowok itu masuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAGAZ
Teen FictionUPDATE SETIAP HARI! [FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA!] Find me on Instagram @yeremisaragih WARNING⚠️ Mengandung adegan dewasa serta bahasa yang kotor dan frontal! _____ "Karena tenang nggak harus mati." Arini tidak tahu, lebih tepatnya tidak sadar, kala...