14. Symptom

3.5K 115 3
                                    

"Sebelum membaca, absen dulu disini!"

Tolong penuhi komentar di setiap paragraf. Juga vote yang gratis di pojok kiri bawah. Don't be siders. Kalau kalian aktif, aku juga akan aktif update.

• Selamat Membaca •

•••

"Huek... huek..."

Suara batuk disertai dengan seseorang yang terdengar ingin muntah, membuat semua mata tertuju pada asal suara. Di tengah keheningan kelas yang sedang belajar, suara itu jelas nyaring memenuhi langit-langit ruang kelas.

"Arini, kamu kenapa?" Suara itu terdengar khawatir, dengan nada khas seorang Ibu, guru perempuan itu melangkahkan kakinya mendekati kursi Arini yang saat ini sedang berjongkok dibawah, disamping kursinya.

Cewek itu seperti ingin memuntahkan sesuatu, namun tidak ada yang keluar. Melihat itu semua kepala jelas memandang bingung dan heran pada apa yang terjadi dengan salah satu teman kelas mereka.

Elena yang duduk sebangku dengan Arini pun sudah berada keluar dari kursinya, ikut berjongkok sembari mengelus pelan punggung Arini. Matanya terlihat sangat khawatir. Jemi yang kini mulai berdiri pun tak kalah khawatirnya melihat Arini seperti itu.

Khawatir Arini kenapa-kenapa.

Khawatir dengan kandungan Arini.

Khawatir dengan apa yang akan mereka jelaskan nanti. Alasan apa yang paling masuk akal dengan kondisi Arini saat ini.

Dan, khawatir dengan apa pikiran teman kelas yang lain terutama guru mereka yang kini sudah ikut berjongkok didekat Arini.

"Sumpah gue lagi nulis, kaget si Arini tiba-tiba jongkok."

"Dia emang lagi sakit 'kan, ya beberapa hari ini kalau nggak salah?"

"Kayaknya nggak sarapan deh itu."

Jemi yang mendengar berbagai ucapan dari teman-teman kelas mereka setidaknya sedikit menghela nafas lega. Tidak ada yang memikirkan hal-hal sampai sejauh memikirkan Arini yang hamil.

"Ayo, kita ke UKS aja," ucap Bu Ani, guru Bahasa Inggris yang sedang mengajar dikelas mereka saat ini. Guru itu mengangkat Arini yang sudah terlihat lemas.

"Eh, Bu. Biar kita aja yang nganterin Arini ke UKS. Nggak enak sama anak-anak yang lain pelajarannya jadi ketunda," ucap Elena tersenyum tak enak menatap teman-teman kelasnya yang lain.

Murid-murid 12 IPS 3 yang mendengar ucapan Elena beberapa menimpali, protes karena bagaimanapun Arini teman mereka. Tidak apa-apa, namanya juga orang sakit.

Elena yang mendengarnya hanya tersenyum. Sedangkan Jemi justru terkekeh ringan ditempatnya.

"Ya udah, gapapa. Kalian bisa bawa Arini ke UKS dan sementara temani dulu, takut dia kenapa-napa lagi. Nak, kalau udah nggak kuat langsung minta izin ke ruang TU buat pulang aja, oke?" Suara penuh keibuan itu hanya dibalas dengan anggukan oleh Arini. Tubuhnya sudah terlampau lemas. Kalau tidak di papah oleh Elena dan Jemi, mungkin dirinya akan terjatuh.

"Maaf ya, Bu. Kami izin bawa Arini dulu. Permisi, Bu," ucap Jemi mengangguk sopan, lalu diikuti Elena yang juga mengangguk tersenyum menatap guru itu. Dan mereka berdua berjalan sembari memapah Arini yang berada ditengah-tengah untuk keluar dari kelas.

RAGAZTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang