11. Resistance

3.7K 127 3
                                    

"Sebelum membaca, absen pakai tahun lahir kamu!"

Maaf ya, kemarin nggak update. Aku kena writer's block kemaren😩

Tolong penuhi komentar di setiap paragraf. Juga vote yang gratis di pojok kiri bawah. Don't be siders. Kalau kalian aktif, aku juga akan aktif update.

• Selamat Membaca •

•••

"Gue butuh tau semuanya dari lo. Gue penasaran banget. Omongan Ragaz waktu itu bikin gue kepikiran sampe sekarang. Apa maksud dia ngomong tentang Abang gue? Gue aja nggak pernah cerita apapun tentang Abang gue ke dia, kok dia bisa tau?"

Jemi menghela nafasnya mendengar ucapan Arini. Mereka berdua sedang berada di kamar kosan Arini. Sepulang sekolah, Arini memutuskan mengajak kedua sahabatnya untuk pergi menemaninya di kosan. Sekaligus ada yang ingin ia bicarakan pada mereka.

Sedangkan Elena, saat ini cewek itu sedang pergi ke warung. Karena rasa penasarannya yang semakin meningkat, Arini langsung bertanya pada Jemi selepas mereka duduk di bawah lantai yang sudah terpasang karpet.

"Boleh tolong tunggu Elena dulu? Biar nggak dua kali gue ceritanya," ucap Jemi hati-hati. Baru saja Arini ingin membantahnya, deringan ponsel yang berada di nakas samping tempat tidurnya berbunyi nyaring.

Arini mengatur nafasnya dengan tenang saat melihat siapa yang meneleponnya. Setelah nafasnya teratur, cewek itu baru mengambil ponselnya, lalu memencet sesuatu.

"Halo, Bun." Arini yang pertama kali membuka suara.

Mendengar ucapan Arini, Jemi memilih diam, menyibukkan dirinya dengan bermain ponsel. Diam-diam cewek itu menghela nafas lega, karena perhatian Arini kini teralihkan dari Bundanya.

"Maaf ya, sayang. Bunda baru bisa hubungi kamu lagi. Kondisi Ayah semakin buruk. Doain Ayah ya, Nak. Semoga Ayah cepet pulih." Arini menahan tangisnya mendengar ucapan Bundanya yang terdengar serak diseberang sana.

Cewek itu langsung mengusap pipinya saat setetes air matanya jatuh, mengatur nafasnya setenang mungkin,"Iya, Bunda. Arini kangen sama kalian. Semoga nanti kalau Arini kesana, kondisi Ayah udah membaik ya," ucapnya dengan tenang.

"Amin, Nak. Kamu lagi ngapain tadi?" tanya sang Bunda.

Arini menolehkan kepalanya, menatap Jemi yang kini terlihat asyik memainkan ponselnya. Atau lebih tepatnya, terlihat berpura-pura asyik agar Arini berpikir dirinya tidak sama sekali mendengar percakapannya dengan Bundanya.

"Jemi sama Elena lagi main di kosan aku, Bun." Kali ini Jemi mengalihkan pandanganya pada Arini setelah namanya disebut cewek itu. Arini hanya menganggukkan kepalanya membalas tatapan Jemi.

"Nggak, emang cuma main doang. Udah lama nggak begini, biasanya kita belajar tau."

"Iya, Bunda. Siap! Bunda juga jaga kesehatan, biar bisa kuat jagain Ayah. Bye, Bunda!"

Setelah menutup teleponnya dengan sang Bunda, Arini berjalan mendekati Jemi lalu kembali duduk di tempat awal dirinya duduk.

"Si Elena lama amat, dah," ucap Arini.

"Gue rasa makan dulu 'tuh, anak di warung," balas Jemi bercanda. Arini hanya tertawa kecil mendengarnya.

"Hayo, ngomongin gue ya?" Suara seseorang yang tiba-tiba datang dari pintu kamar, membuat kedua manusia yang berada didalamnya sontak menolehkan kepalanya pada asal suara.

RAGAZTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang