"Sebelum membaca, absen dulu disini!"
Tolong penuhi komentar di setiap paragraf. Juga vote yang gratis di pojok kiri bawah. Don't be siders. Kalau kalian aktif, aku juga akan aktif update.
• Selamat Membaca •
•••
"Masih nggak aktif juga nomornya." Elena menghela nafasnya kasar setelah mematikan ponselnya. Cewek itu mengusap wajahnya. Rasa khawatirnya masih meningkat akan kondisi Arini saat ini.
"Gue juga udah chat semua sosmed-nya, semoga dia buka deh," ucap Jemi kemudian.
Saat ini Jemi sedang berada di rumah Elena. Rumah Elena yang dari pagi sampai sore akan sepi memang selalu menjadi pilihan mereka jika ingin bermain pulang sekolah. Keduanya masih terus mencoba menghubungi Arini, meskipun tak ada satupun yang dapat jawaban.
Namun setidaknya mereka mencoba.
Kabar kematian Ayah dari sahabat mereka benar-benar mengguncang batin keduanya. Mereka memang lumayan dekat dengan kedua orang tua masing-masing dari mereka.
Oh, kecuali orang tua Jemi tentu saja.
Bahkan ketiganya sudah merencanakan tiga minggu lagi akan pergi ke tempat tinggal orang tua Arini dengan menggunakan fasilitas yang diberikan oleh orang tua Jemi.
Arini sudah merindukan orangtuanya, dan sekaligus ingin mengetahui bagaimana kondisi sang Ayah. Mendengar itu, keduanya dengan kompak ingin ikut. Mereka juga ingin menjenguk seseorang yang sudah mereka anggap sebagai Ayah mereka juga.
Arini tentu saja senang mendengarnya. Namun awalnya ia menolak. Tak enak kepada keduanya karena perjalanan menuju ke tempat tinggal kedua orangtuanya tidaklah murah.
Namun, jangan panggil Jemi jika hal seperti itu tidak dapat ia urus. Dan Elena hanya tertawa menanggapinya.
Tapi sekarang?
Mereka berdua bahkan mengetahui kabar meninggalnya Ayah Arini lewat speaker sekolah.
"Arini gimana ya, Na?" Jemi sudah berkaca-kaca menatap Elena yang juga masih terdiam ditempatnya.
"Gue takut deh. Pikirannya masih nggak bagus dia, tuh. Perasaannya juga masih sensitif banget. Gue takut dia ngelakuin hal yang aneh-aneh," ucap Jemi lagi. Cewek itu sudah menutup wajahnya menggunakan kedua tangannya. Tubuhnya sudah terlihat bergetar dengan pelan.
"Gue juga nggak tau mau gimana, Jem. Gue juga khawatir sama dia. Mana kita belum sempet minta alamat orangtuanya ke dia," balas Elena sendu.
"Kita berdoa aja. Semoga—" Entahlah, Elena bahkan tak tahu ingin mengatakan apa. Suara cewek itu tercekat. Pikirannya yang selalu tenang kini ikut kacau.
"Kalau sampe gue tau ini ada sangkut-pautnya sama si Anjing itu, liat aja." Jemi berkata penuh ancaman. Tatapannya terlihat tajam penuh amarah.
---
"Aku boleh minta penjelasan sama ucapan Kakak cewek tadi di sekolah?"
Ragaz memejamkan matanya lalu menghela nafasnya kasar mendengar ucapan dari adik kelas sekaligus tunangannya ini.
Mereka baru saja sampai didepan rumah mewah Mawar. Setelah jalan-jalan menghabiskan waktu berjam-jam sepulang sekolah, akhirnya saat malam tiba mereka memutuskan pulang. Dan Ragaz tentu harus mengantar sang tunangan terlebih dahulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAGAZ
Teen FictionUPDATE SETIAP HARI! [FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA!] Find me on Instagram @yeremisaragih WARNING⚠️ Mengandung adegan dewasa serta bahasa yang kotor dan frontal! _____ "Karena tenang nggak harus mati." Arini tidak tahu, lebih tepatnya tidak sadar, kala...