Menyamar menjadi lelaki di sekolah baru?!.
Mungkin itu adalah tindakan paling gila dan para spesies dimuka bumi pasti bakalan memandangnya sebagai perempuan abnormal.
Tetapi hal itu bukanlah sebuah alasan yang membuat Wiwi harus mundur dari rencana-rencana anehnya. Wiwi telah bertekat dengan memulai sekolah baru pasti bakalan seru dibuka dengan aksi yang mainstrem!.
Well, nyatanya Wiwi itu hanya satu dari miliyaran spesies di muka bumi yang otaknya terselip disela-sela telapak kaki. Akalnya sedikit berfungsi. Tidak ada yang tahu pas kecil kepalanya pernah terbentur kolom meja atau mungkin saja tertimpuk minyak telon hingga setelah beranjak dewasa otaknya malah salah beroperasi.
Tetapi dibanding itu, masih adakah tipe gadis yang selalu penasaran dengan apa yang dilakukan para lelaki setiap saat.
Penguntit!
"Gak! aku ini bukan penguntit!." Wiwi berbalik menatap mamanya setelah barusan mengatainya penguntit.
Gadis itu terlihat seperti remaja lelaki berwajah ayu. Mungkin orang yang baru mengenalnya bakal menjudje dia sebagai pria yang cantik. Potongan rambut mullet serta sepasang seragam sekolah pria hasil merayu mamanya untuk membelikannya di pasar telah terpasang sempurna di tubuhnya. Wiwi berseru senang dalam hati melihat penampilan barunya di cermin.
"Wiwi kamu seriusan mau ke sekolah dengan penampilan seperti itu". Mamanya berjalan masuk lebih dalam ke kamarnya lalu berhenti di hadapannya dengan pandangan tak suka. "it's not really pretty. Kamu terlihat seperti preman". Lanjut wanita paru baya itu.
Wiwi gak merasa kesal dengan omongan berkecamuk Mamanya. Punya jiwa keinginan tahuan yang besar justru membawanya melakukan satu tindakan yang salah. Wiwi tidak peduli. Setidaknya pikirannya cuman mengatakan kalau kali ini dia berhasil menjalankan kemauannya sendiri.
"Justru itu bagus Ma. Semakin orang-orang melihat aku kayak preman. Maka semakin bagus penyamaran yang aku lakukan. Itu berarti mereka pasti gak bakalan tahu kan kalau aku cewek beneran."
Mamanya hanya menatap terheran-heran tingkah lakunya. Wanita yang berbeda usia dengannya itu perlahan bergerak mundur. Cepat-cepat ia menutup pintu melihat Wiwi yang masih terus bercermin menata seragam sekolahnya yang sudah rapi.
"Kamu gila Wiwi!".
BBAM!!
(◍•ᴗ•◍)
"Astaga. Aku kan udah jawab pertanyaan mama ini yang kesepuluh kali. Coba Mama ganti pertanyaan lain. Misalnya. Apakah anakmu hari ini sudah sangat ganteng?".
Pemilik suara itu sontak langsung mendapat pelototan tajam. Wiwi menyengir. Ia hanya jengah ketika Mamanya berulang kali menyeru pertanyaan yang sama.
"Mama gak lagi bercanda untuk meladeni omongan gila kamu Wiwi!. Mama benar-benar khawatir kamu bakalan tinggal di asrama laki-laki. Kamu gak mikir jauh dampaknya bakal tinggal sendiri di sana dengan banyaknya anak laki-laki?".
Tahu kok. Wiwi tahu. Bahkan dia sudah merencanakan langka pertama yang harus dilakukan jika para laki-laki itu berbuat yang tidak-tidak padanya.
Ia memicing langsung memposisikan tubuhnya menghadap ke samping kemudi sesaat pandangannya baru saja melihat lampu rambu jalan berganti merah. Lantas segera memeluk erat punggung mamanya sembari menepuk-nepuk menenangkan
"Mama khawatir ke aku kan?." Tangan yang memeluk Mamanya semakin di eratkan ketika merasakan anggukan kepala yang berulang-ulang.
"Mama gak perlu takut. Aku kan kuat. Memangnya seberapa berani mereka melakukan sesuatu yang buruk ke aku. Aku bisa lawan balik kalo misal mereka mau apa-apain aku. Serius mama gak perlu takut!." Wiwi mengatakan itu dengan kobaran api sungguh-sungguh.

KAMU SEDANG MEMBACA
Live in a Boys Dormitory
Genç KurguBagaimana jika wiwi memilih membawa sendiri dirinya tinggal ke dalam Asrama putra. Demi menutupi identitas aslinya sebagai seorang cewek tulen Wiwi rela mengubah penampilan feminimnya agar bisa menyamar sebagai sosok pria. Predikat murid baru menja...