Varish terbangun dengan peluh yang bercucuran, badan gemetar, dan nafas terengah-engah. Mencari tahu dimana dia sekarang dengan menatap sekelilingnya.
Ia tidak tahu kapan dan kenapa dia ada disini. Duduk di atas brankar rumah sakit. Sejak kapan ia tertidur, atau kah pingsan.
CEKKLLEEK
Varish menoleh.
"Oh, kau sudah bangun?" tanya seseorang
"Bang Alex, dimana ini?"
Alexis, merotasikan matanya pelan,
"Kau buta? ini kamar rumah sakit."Bungsu Mikolas itu berjalan mendekati brankar yang ditempati Varish. Duduk di kursi yang tersedia dan membuka sekaleng kopi instan.
CTAASS
"Kau mau?" tanya Alexis menyodorkan minumananya
Varish menggeleng, sekali lagi mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan.
"Kau pingsan dari kemarin. Papa Vic bilang tidak ada yang salah pada tubuhmu, hanya shock."
Mendengar penjelasan Alexis membuat Varish semakin bingung,
"Kemarin? Aku pingsan seharian?""Sehari semalam sih." jawab Alexis santai
"Kenapa ak-
...VARSHA!" seketika Varish berteriak
Tanpa bertanya lagi, dia tahu mengapa dirinya sampai pingsan.
Alexis diam tidak menyahut, membuat Varish semakin takut.
"D-dimana Varsha?" tanya Varish pelan
....
"Bang, d-dimana saudaraku?!"
....
Alexis masih bungkam, emosi Varish tersulut.
"KATAKAN DIMANA AD-
"KAU TAU JAWABANNYA VARISH!" teriak Alexis tak kalah keras
Dan Varish bungkam. Ia tahu, sangat tahu dimana kembarannya itu sekarang. Dirinya sendiri melihat brankar Varsha di dorong masuk. Dan karena melihatnya, kini ia berakhir di ranjang pesakitan rumah sakit.
"T-tidak.. katakan mereka tidak membawa Varsha ke ruangan itu." lirih Varish
Alexis tidak menyahut, pemuda bersurai gelap itu memalingkan wajahnya dari Varish.
"B-bagaimana kabarnya...
..ah tidak..tidak.. biar aku saja yang melihatnya." Varish sudah bersiap akan turun dari brankar sebelum tangan besar Alexis mencekal bahu kanannya.
"Percuma. Tidak ada yang boleh menjenguk Varsha."
Dan jika jantung bisa jatuh dari tempatnya, mungkin Varish adalah yang pertama merasakannya. Perasaannya campur aduk, sedih, takut, marah, semua ia rasakan.
Alexis sedikit panik karena Varish tidak mengatakan apa-apa. Tidak menanggapi ucapannya dan tidak bergerak sama sekali. Alexis melihat sorot mata Varish menggelap, lalu kosong. Hatinya pun terluka.
"H-hei.. V-varish.. hallo.." Alexis melambaikan kedua tangannya di depan wajah Varish
Varish berkedip sekali, beralih menatap Alexis yang masih sibuk dengan lambaian tangannya.
"Aku bermimpi buruk."