Waktu : Petang

445 55 17
                                    

"Apa kabar, maaf aku baru berani mengunjungi kalian lagi sekarang."

Angin berhembus sedikit lebih dingin, matahari enggan muncul dan bersembunyi di balik awan abu-abu. Rintik hujan masih setia menemani walau di beberapa tempat sudah reda.

Mantel tebal berwarna cokelat muda, kaos turtle neck, celana jeans hitam dan sepatu berwarna senada, juga tak lupa payung hitam di tangan kanannya, Varish berdiri di depan rumah abadi Varsha dan Rajaa.

Menghela nafas sejenak,
"Bagaimana kabar kalian?" ulang Varish

Tentu saja tidak ada yang menjawabnya. Hanya ada dirinya seorang disana.

"Oh, jika kalian mencari Asaa, maaf aku tidak mengajaknya hari ini. Anak itu sedikit demam."

Hening.

Varish menatap dengan mata sendu ukiran diatas sebuah batu putih dengan tinta emas nama saudara kembarnya.

"Sha.. apa..

..a-apa kau sudah bertemu dengan Ibu?"

"Bagaimana kabarnya? Apa Ibu masih cantik?"

Varish terkekeh pelan mendengar pertanyaan dirinya sendiri.

"A-aaku tidak tahu harus memulai dari mana..

..ada banyak hal yang ingin aku ceritakan padamu..

..t-tapi aku tidak..

..mengerti.."

Rintik hujan turun perlahan menjadi gerimis. Varish merapatkan diri pada sisi kiri pilar kokoh yang menjadi hiasan rumah abadi kedua saudaranya itu.

Berbeda dengan rumah Ibunya, rumah baru Varsha dan Rajaa tidak memiliki atap kaca. Hanya 12 pilar kokoh yang saling berhadapan dan membentuk lengkungan.
Pernah lihat Open Air Theatre? Seperti itulah bentuk rumah abadi dua bersaudara Wijaya.

Jadi, meskipun Varish berusaha berlindung dari gerimis, akan basah juga karena tidak ada atap yang menaungi bangunan itu. Bersyukur, ia tidak melupakan pesan istrinya untuk membawa payung.

Varish kembali menatap sebidang tanah berbentuk persegi panjang yang rapi diselimuti rumput hijau, berhias batu besar berwarna putih dengan ukiran tinta emas.

in Loving Memory
Varsha Nava Putra Wijaya

"Mungkin kau tidak tahu, karna memang aku tidak pernah mengucapkannya secara langsung..

..dari detik dimana dokter memvonismu dengan penyakit sialan itu, aku bersumpah akan bersamamu hingga gerbang surga..

..yah, aku sadar dosaku terlalu banyak, jadi mungkin hanya sampai gerbang saja lalu aku berbelok pergi ke neraka.."

Kalimat Varish begitu pelan, diakhiri dengan kekehan kecil.

"Tapi, Sha..

...maaf, aku harus mengingkari sumpahku sendiri.., maaf aku tidak bisa menemanimu di alam kebahagiaanmu..

..a-aku tidak b-bisa meninggalkan anak dan istriku kan..

..lalu A-ayah... hikss..

..maafkan aku Arsha..." tangis Varish akhirnya tumpah

Tatapannya berpindah pada sebidang tanah yang mirip dengan milik Varsha.

"Rajaa.. maaf karena keegoisanku, kau harus menggantikanku menemani Varsha..

..maaf membuatmu pergi tanpa ada yang berada disisimu saat itu..

..maaf..

..maafkan kakakmu yang brengsek ini.."

After The RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang