Varish memandangi wajah Arasyaa yang tertidur di sofa ruang tamu rumah Ayahnya. Seperti dugaannya, Alexandro mengantar putranya bahkan setelah jam makan malam selesai. Sangat larut untuk Arasyaa yang masih punya jam malam. Beruntung besok hari minggu, baik dia maupun Sandra tidak terlalu pusing untuk membangunkan Arasyaa esok hari.
Setelah mandi tadi, Arasyaa ngotot ingin mengobrol dengan Kakeknya. Katanya kangen. Tapi nyatanya baru 5 menit duduk di sofa bocah menggemaskan itu sudah tertidur lelap. Rajendra yang baru keluar dari kamarnya pun terkekeh melihat kelakuan cucunya.
Sandra akan membangunkan Arasyaa atau setidaknya menggendong putranya untuk pindah ke kamar tidur namun dicegah Rajendra, kasian jika terbangun dan rewel nantinya. Berakhir Ibu satu anak itu menyelimuti Arasyaa dengan selimut kesayangan anak itu yang sesungguhnya Sandra sudah ingin buang sedari lama.
Selimut berwarna cokelat susu itu sudah berlubang di beberapa bagian, keempat ujungnya ada saja benang yang terjulur karena Arasyaa suka sekali memainkan benang yang keluar."Asaa tidak membawa Tatanya?" tanya Varish setelah menyesap cokelat panas buatan Sandra
"Tertinggal di rumah Ibuku. Tuan Alexandro membelikannya teddy bear itu tadi." jelas Sandra yang duduk satu sofa dengan Arasyaa, mengusap pelam kaki putranya yang tertutup selimut.
"Dan masih ada beberapa kantong mainan di kamar atas. Pria tua itu terlalu gampang luluh dengan Asaa." omel Varish
Rajendra yang memang berada di ruang santai keluarga lebih dulu tersenyum sekilas. Tubuhnya memang masih lelah, namun sudah lebih baik.
"Semua orang akan luluh dengan Asaa. Anak itu terlalu menggemaskan, siapa yang tega berkata tidak padanya.""Ibunya." jawab Varish singkat
Sandra mencubit pinggang suaminya pelan. Varish mengaduh dan mencoba membalas cubitan Sandra, lalu mereka berdua tertawa pelan, takut-takut membangunkan Arasyaa dan berakhir rewel.
Rajendra mengamati semua gerak-gerik anak dan menantunya. Tak sadar jika air matanya sudah mengalir membasahi pipi.
Dalam benaknya, Rajendra mengumpati dirinya sendiri yang sengaja membuat jarak dengan putra satu-satunya itu. Kenapa baru sekarang dia sadar betapa bodoh dirinya, menyalahkan Varish atas takdir yang sudah tertulis jauh sebelum anak itu ada.
Putra sulungnya sudah dewasa, menamatkan sekolahnya, membangun perusahaannya sendiri, bahkan sudah menikah dan memiliki anak. Rajendra benar-benar melewatkan cerita dari setengah kehidupan Varish. Memilih menenggelamkan dirinya pada kubangan kesedihan, dan bersikap acuh pada anugerah Tuhan yang masih tersisa.
Banyak hal yang ingin Rajendra tahu. Semua hal yang dengan bodohnya ia lewatkan begitu saja. Semua hal yang hanya akan terjadi sekali seumur hidup. Rajendra ingin mendengar semua cerita Varish. Pria tua itu sangat yakin, bahwa putra sulungnya itu melewati jalan gelap yang sangat panjang untuk sampai pada detik ini. Varish tumbuh tanpa ada sosok orang tua di sampingnya.