Hari ini hari pertama Jisoo kembali ke mansion Han setelah sepuluh tahun selalu mencari-cari alasan demi menolak dengan sopan agar tidak pulang. Jisoo tidak bermaksud kejam, dia masih menemui keluarga yang hanya bisa mengunjungi ketika dia dalam masa pelatihan.
Di setiap kunjungan yang jarang itu, Jisoo selalu melihat air mata di ujung mata ibunya. Itu menggetarkan hatinya. Jisoo menyadari dirinya mungkin telah bersikap tidak berperasaan. Namun, sepuluh tahun tanpa pulang itu membuat Jisoo yakin, mansion Han kini menjadi tempat pulang yang dia rindukan.
Jantung Jisoo berdebar ketika matanya menembus kaca mobil melihat gerbang megah mansion Han terbuka.
Kelihatannya hari ini lebih besar daripada hari pelantikanmu sebagai pasukan khusus, J-key.
"Vero, namaku Jisoo."
Itu terdengar keren. Tidak akan ada yang mengira kau mendapat nama itu karena jago membuat kimchi. Jisoo Kimchi, seharusnya JK saja cukup, tetapi Suho membuatnya lebih keren.
Jisoo jadi lebih sering mengalah ketika berhadapan dengan Veronica. Dari dulu Veronica memang begitu, semakin menyebalkan kalau terus ditanggapi.
Nafas Jisoo berhembus dengan usaha menetralkan rasa grogi. Ini terasa lebih menegangkan daripada saat berhadapan dengan misi mematikan.
Jisoo mengantar langkah dengan perasaan sulit dijelaskan. Dia bahagia, tapi terasa seperti ingin menumpahkan air mata. Dia ingin segera melihat wajah-wajah orang yang merindukannya, namun juga bingung nanti harus bersikap seperti apa.
Jisoo semakin dekat dengan pintu, pintu utama mansion Han yang terbuka lebar, seakan memang sengaja dibuka untuk menyambut kedatangannya.
Jisoo menghentikan langkah, nafasnya berhembus lebih tenang, angin terasa berhembus lebih santai. Senyum terharu ibunya adalah kehangatan pertama yang menyambutnya.
Jisoo tidak ingat apa pun selain betapa ingin dia memeluk ibunya. Langkahnya semakin cepat bergulir demi mewujudkan keinginan itu.
Jisoo merasakan betapa lembut dan hangat dekapan kerinduan ibunya. Rasanya berbeda dari saat terakhir kali mereka berpelukan. Sekarang Jisoo merasa lebih tinggi dan lebih kuat dari ibunya. Meski begitu, Jisoo hampir sepenuhnya bertumpu pada tubuh ibunya.
"Aku pulang."
Tidak ada ungkapan kerinduan lain dari Taeyeon kecuali pelukan yang semakin mengikat.
Jisoo melihat Jennie berdiri cukup jauh. Senyumnya masih menggemaskan. Namun, Jisoo tidak ingin mengakuinya begitu. Jennie sudah 26 tahun, sudah tidak layak disandingkan dengan kata menggemaskan.
Di samping masih memeluk ibunya, Jisoo merentangkan sebelah tangan agar Jennie mendekat. Jisoo heran bisa mendapat balasan muka Jennie yang melengos. Akan tetapi selanjutnya Jennie mendekat dan memeluk mereka.
Saat pelukan mereka berakhir, tangan Jisoo terangkat, begitu saja mengacak rambut Jennie. Tentu Jennie langsung menepis dengan wajah yang sudah sedikit asam. Jisoo pikir Jennie ini apa dan siapa?
Jisoo tersenyum mengejek melihatnya.
"Apa maksudnya itu?"
"Apanya?"
"Senyummu seperti sedang sangat merendahkan. Eomma lihat sendiri, kan? Dia seolah bilang, tidak ada perubahan dalam diri orang ini."
Jisoo mengangkat bahu. "Kenyataannya begitu, kan?"
Kalau tidak ada Taeyeon, Jennie pasti sudah memukul kepala Jisoo.
Taeyeon begitu bahagia bisa melihat momen seperti ini. Mulai sekarang peristiwa-peristiwa seperti itu akan sering terjadi. Jisoo mengambil cuti walau hanya tiga bulan. Mereka akan semakin sering menghabiskan waktu bersama. Namun, Jisoo tetap harus selalu siap dipanggil, meski masa cutinya belum habis.
YOU ARE READING
Incomplete: Part 3. J-key and Lilac
FanfictionPertemuan kami bukan puncaknya, perpisahan di antara kamilah akhirnya. Tekad Jisoo untuk menemukan adiknya yang berponi tidak sia-sia. Tidak pernah sekali pun terbayangkan dalam daya perkiraan Jisoo, dia akan menghadapi Lisa yang telah berseberangan...