23. I Already Assist You

182 41 23
                                    

Lisa kembali ke ruangan tempat Jaehyun dan Seung-hyun masih menetap. Sama seperti Jisoo tidak tahu apa saja yang menimpa Lisa, Lisa juga tidak tahu hal apa saja yang telah menyiksa kakaknya selama mereka berpisah.

Lisa tidak bisa memaafkan Jisoo yang sekarang begitu mati-matian membentengi keluarga Han. Lisa merasa terkhianati, melihat kakaknya bisa berpaling muka darinya hanya demi orang-orang yang dulu pernah sangat menyakiti mereka.

Namun, di balik semua itu, di belakang tabir itu, ada luka yang dalam. Seperti Lisa yang pernah sangat tersiksa, lalu ada Soohyuk dan Lili yang merentangkan tangan padanya. Jisoo mungkin juga merasakan hal sama dari keluarga Han.

Ketika dunia Jisoo terasa runtuh seruntuh-runtuhnya, kemudian ada tangan-tangan yang memeganginya, bagaimana bisa Jisoo justru memenggal tangan-tangan yang menariknya.

Lisa masih yakin, ketika seseorang melakukan dosa, dosa itu akan kembali pada pelakunya. Dalam kehidupan ini, jika bukan Tuhan sendiri, Lisa yang akan melakukannya. Satu saja kesempatan, dia akan membuat kesempatan itu.

"Oppa, kita bisa berangkat sekarang." Kalimat itu terucap tepat sesaat pintu ruangan terbuka.

"Sesuatu terjadi?"

"Ya ... tapi itu sesuatu yang bagus."

Jaehyun mengangguk. "Bersama Han Jisoo?"

Lisa terdiam. Menalar ke depan apa yang harus dia lakukan. "Iya." Ucapan singkat Lisa tersambung dengan jeda yang panjang. "...dan tidak."

Jaehyun menunggu kelanjutannya tanpa buka suara.

"Dia masih belum sadar. Aku tidak perlu membuatnya sadar. Semua akan jauh lebih mudah kalau dia tetap seperti sekarang. Itu juga akan lebih mudah baginya."

"Itu tidak akan jadi lebih mudah baginya. Tapi aku setuju dengan rencanamu."

Mata Jaehyun dan Lisa sama-sama beralih pada seseorang yang baru melewati pintu.

"Ada yang datang."

Lisa dan Jaehyun saling menatap, lantas mengangguk pada satu sama lain.

"Berapa banyak?"

"Sekitar 10 orang, Nona."

Dengusan Lisa diiringi dengan suara hati yang meremehkan. "Apa mereka ingin bunuh diri?" Lisa bergumam pada diri sendiri.

"Minta yang lain bersiap. Kita akan lakukan apa yang mereka perkirakan."

"Lisa ...." Jaehyun memanggil untuk menghentikan pergerakannya. "Mungkin salah satu dari mereka adalah kekasih kakakmu."

"Aku tidak akan menyesali apa pun." Tidak ada keraguan dalam tatapan mata Lisa. Kebencian Jisoo padanya sebatas resiko tak seberapa. "Oppa siapkan mobil. Ini akan segera berakhir."

Lisa membuka lemari dalam ruangan itu. Dia naik ke atap gereja dengan menenteng tas senjata sniper-nya.

Dia menghindar dari pertimbangan lebih dalam. Segalanya harus diakhiri demikian. Sejak awal tidak ada akhir bahagia untuk ini. Tidak ada, dan Lisa tidak akan memilihnya lagi.

Di atap bangunan yang diselimuti hijau dedaunan, di bawah langit pagi yang tidak cerah, mata Lisa menyipit melihat melalui teropong senjatanya.

Dia menarik pelatuk, terjawab dengan pecahnya otak di dalam kepala seseorang.

Ujung senjatanya cekat bergeser menuju kepala lain.

Setiap darah dari kepala-kepala yang meledak, Lisa akan mempertanggungjawabkannya atas nama dirinya sendiri.

Bibir Lisa hanya mengatup rapat. Sesekali mata lebar itu berkedip cepat meski sebenarnya darah mereka tidak pernah terciprat langsung ke wajahnya.

Lisa membiarkan hatinya menghitam. Menyerahkan diri pada kemarahan dan keburukan yang selama ini terpendam. Membebaskan penderitaan yang selama ini mengekang untuk mengambil alih dirinya.

Incomplete: Part 3. J-key and LilacWhere stories live. Discover now