10. A Blow

225 35 8
                                    

Mata Jennie terbuka dan langsung disuguhi Jisoo yang masih tertidur pulas. Namun, cairan di wajah Jisoo sangat mengganggu Jennie.

Tubuh Jennie yang berbaring dengan cepat ditarik menjadi duduk.

"Unnie, Unnie." Jennie mengguncang tubuh Jisoo pelan, lalu bertambah cepat ketika Jisoo belum juga menunjukkan reaksi. "Unnie! Unnie!"

"Hah?!" Karena terkejut Jisoo bangun dengan langsung terduduk. Melihat sekeliling yang masih normal-normal saja.

"Apa?" Jisoo menatap Jennie kesal bercampur kelegaan karena tidak ada apa-apa yang darurat.

Melihat itu, Jennie berekspresi lebih heran. Jennie menyentuh dahi Jisoo untuk memeriksa suhu tubuhnya.

"Unnie tidak apa-apa? Tidak pusing? Hidungmu mimisan."

Jisoo meraba bawah hidungnya, namun tidak ada bekas apa pun tertinggal di jarinya.

"Pasti sudah kering, coba lihat cermin." Jennie tidak bercanda atau salah lihat akibat baru bangun tidur. Memang ada darah di sana.

Jisoo melihat cermin. Hanya begini saja Jennie membuat kehebohan seolah rumah mereka mau meledak.

"Pasti karena kelelahan. Kalau ada masalah lain, Vero pasti memberitahu. It's okay, aku punya alat kesehatan pribadi lebih canggih dari yang ada di rumah sakit terbaik sekali pun."

"Dihh."

"Jangan bilang Eomma. Mungkin ini karena kepalaku kepenuhan. Sebenarnya aku sedang banyak pikiran. Malang sekali nasibku."

Gerakan Jennie tertahan pada memegang selimut yang mau dia lipat, kini menatap Jisoo.

"Unnie menjadikan itu candaan? Mungkin terlalu gelap untukku yang lemah lembut dan ceria."

"Aku akan buka tirainya." Jisoo seolah tidak peduli, tetapi mendekati Jennie, membuka tirai itu hanya dalih.

Jisoo menendang bokong Jennie dengan sengaja. Puas sekali rasanya ketika itu berhasil. Namun, kepuasannya tidak lama, karena Jennie diam saja.

"Ada perubahan ternyata. Kelihatannya tempramenmu sudah membaik." Jisoo menggerakkan diri membuka tirai.

Jennie kira itu kesempatan sempurna untuk memukul langsung wajah Jisoo dengan bantal. Sayang sekali tangan Jisoo lebih tangkas sehingga bantal itu hanya mengenai tangannya.

Jisoo melipat tangan di dada. "Kau tidak akan bisa menang. Aku manusia superior."

"Jangan membuatku kesal. Aku mau tampil cantik saat pameran." Jennie lanjut merapikan sprei.

"Tidak berguna kalau tidak punya pacar."

"Minimal bersihkan dulu hidungmu. Apa kau tidak malu?"

Jisoo mendekat. Mengacak-acak sprei yang baru Jennie rapikan.

Jennie kesal sekali sampai hanya bisa diam. Sepertinya Jisoo ini memang cari mati.

"Satu lawan satu?" Sebelah alis Jennie terangkat dengan maksud menantang.

"Lawan seribu musuh pun pasti aku yang menang."

"Tapi kau tidak akan menang melawan satu adikmu."

Itu ucapan spontan yang terdengar seperti masa depan yang akan terealisasi.

Tubuh Jisoo memantul di kasur. Menyadarkan Jisoo, dia akan segera menerima tubuh Jennie membebani tubuhnya. Jisoo membuat tubuhnya siap, tetapi tidak menghindar.

Jennie menekan berat tubuhnya ke Jisoo yang berada di bawah punggungnya.

"Masih mau bilang Unnie akan menang?"

Incomplete: Part 3. J-key and LilacWhere stories live. Discover now