9. Far too Much

280 48 10
                                    

"Aku akan langsung menyusul ke bandara. Tunggu saja aku di sana." Jisoo berlari tidak menunggu jawaban mereka. Begitu yakin Lisa mau  menemuinya setelah pertemuan terakhir mereka.

"Unnie yakin?! Penerbangan kita masih nanti siang!" Jennie rasa teriakannya tidak sampai pada Jisoo yang sudah melesat. "Itu juga berarti dia menyuruhku mengemasi barang-barangnya."

Penantian Jisoo di tempat perjanjiannya dengan Lisa masih tidak terasa lama pada satu jam pertama. Jisoo sudah dengar Lisa tidak ingin lagi es krim, tapi di meja itu tetap ada dua cup es krim yang kini hampir sepenuhnya mencair.

Jisoo selalu menatap pintu ketika lonceng di pintu kedai itu terdengar, namun dia belum juga melihat Lisa sebagai orang yang melewati pintunya.

Dia tidak akan datang, Jisoo. Atau dia mungkin datang, tapi tidak ingin menemuimu.

Jisoo terus mengaduk es krimnya sampai warna putih vanilanya berubah lebih cokelat akibat chocochips-nya ikut terlarut.

"Aku akan menunggunya."

Lonceng pintu terdengar kesekian kalinya, dan itu masih bukan Lisa. Jisoo melihat sekitar. Mungkin Vero benar, Lisa sudah di sini tapi tidak ingin bertemu dengannya.

"Hanya sendirian?"

Jisoo tidak mengira gadis itu benar-benar duduk satu meja dengannya.

"Apa aku boleh memakan es krimnya?"

Jisoo hanya menatapnya. Dia tidak mengenalnya, tetapi semakin mengingatkannya pada Lisa. Memang bukan hanya Lisa yang memiliki poni, tetapi itu adalah identitas khas Lisa bagi Jisoo.

"Apa tidak boleh?"

"Bukan begitu, itu sudah mencair. Aku bisa memesankan yang baru untukmu."

"Tidak masalah, yang ini saja. Boleh?"

Jisoo mengangguk lekas tersenyum. Mata gadis itu begitu tulus dan polos, meski tindakannya sedikit tidak tahu malu karena tiba-tiba meminta es krim orang.

Lili mengarahkan sesendok es krim itu pada Jisoo. "Unnie duluan."

Senyum Jisoo memudar. Tatapan matanya berubah meneliti lebih jauh. Mencari identitas diri gadis itu yang tentu saja tidak tertulis di wajahnya.

Lili yang ganti tersenyum. Itu memang senyum merasa menang karena sudah menduga reaksi Jisoo begitu.

"Di mana Lisa? Dia ada di sini, kan? Aku harus bertemu dengannya."

Lili duduk lebih tenang dengan bersandar. "Melihat kau memesan es krim ini, memperlihatkan betapa kau masih sangat buta. Dia bukan Lisa yang dulu kau kenal. Kau sama sekali tidak mengenalnya dan tidak tau apa pun tentangnya. Menurutmu penderitaannya berhenti hanya sampai ibunya meninggal? Seberapa banyak pun kau membelikannya es krim, atau sebanyak apa pun es krim yang akan dia makan, dia tidak akan pernah tau seperti apa rasanya. Seperti hati kalian semua, lidah kakakku tidak bisa merasakan rasa apa pun. Kau ingin membuat hatinya mati rasa juga?"

Mata Jisoo terpejam menahan gertakan rahangnya. "Lisa ...." Sedikit saja, Jisoo ingin Lisa mempercayainya. Sekali saja, Jisoo ingin Lisa mau mendengarkannya.

"Jangan sok-sokan sedih begitu. Mungkin dulu kau memang tidak punya kesempatan, tapi sekarang kau punya. Namun kau tetap meninggalkannya."

"Apa dia di sini? Dia menitipkan sesuatu untukku?"

Lili mengangkat kedua tangannya. "Tidak ada. Sampai jumpa."

"Secepat itu?" Jisoo berdiri menodongkan pistol ke arah Lili.

Lili tersenyum sungguh mengagumi Jisoo. Jisoo tidak ragu menciptakan kehebohan dengan mengeluarkan senjata di tempat umum.

Jisoo dengan cepat mendekat hingga Lisa lebih dulu datang menghadang menahan bahunya.

Incomplete: Part 3. J-key and LilacWhere stories live. Discover now