27. Nearly Perish

177 42 24
                                    

Tiffany baru tiba di depan pintu mansion Han ketika sebuah panggilan menyapa ponselnya.

Sementara mendekatkan ponsel ke telinga, Tiffany melangkah masuk melewati pintu yang terbuka untuknya.

"Iya, Oppa?"

"Kau di mana? Apa kakakmu jadi melakukan pemeriksaan rutin hari ini? Bisa ke rumah untuk memastikan keberadaannya? Aku tidak bisa menghubunginya."

Langkah Tiffany terhenti mendengar suara Tae-soo yang terkesan memburu. Matanya berkeliling mendadak mengkhawatirkan suasana sepi yang seharusnya sudah biasa di sana.

Tiffany mempercepat langkah hingga dia bertemu salah seorang pelayan. "Ada apa, Oppa?" Tiffany melanjutkan gerak bibir untuk bertanya tanpa suara pada pelayan itu.

"Jennie mengantar Taeyeon unnie ke rumah sakit, Oppa." Wajah Tiffany berubah lebih cemas penuh tanya ketika hanya hening yang dia terima.

"Baiklah. Lihat berita, jangan ke rumah sakit. Mereka akan baik-baik saja. Ada penjaga bersama mereka. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan."

"Ada apa, Oppa? Tunggu, Oppa, bagaimana dengan Jisoo? Oppa ada informasi tentang keberadaannya? Ada kemungkinan Appa dan Jisoo bersama Koo Lisa, kan?" Dahi Tiffany mengerut berusaha mendengarkan pembicaraan penuh desakan Tae-soo dengan seseorang.

"Ehmm, kami menelusuri arah mobil Koo Lisa. Dia ke gedung bekas itu. Gedung bekas milik ayahmu. Namun, aku tidak bisa memastikan Jisoo atau ayahmu bersamanya atau tidak."

Tiffany terdiam menggenggam lebih erat ponselnya. "Koo Lisa tidak akan ke sana jika tidak membawa Appa. Jika demikian, Jisoo pasti juga bersamanya. Aku akan ke sana."

"Tidak, jangan ke sana! Aku akan mengatasinya. Kami akan mengatasinya, Tiffany, kau dengar? Jangan ke sana."

Tiffany dalam kebimbangan singkat sebelum memutuskan melesat.

Di waktu yang sama, namun tempat berbeda, Lisa berjongkok di samping Jisoo yang masih tak mau mengalihkan mata dari pemandangan menakutkan di depannya.

"Tidak apa-apa, tidak apa-apa. Itu hanya Nam-gil. Sebentar lagi giliran ibumu. Ayo tunggu mereka di dalam."

Mata Jisoo lepas dari kekosongan, seyakin hatinya terkunci pada satu keputusan.

"Lisa-ya, kau tau aku tidak akan membiarkan itu terjadi, kan?" Jisoo membalik tubuh dari tengkurap, melemparkan segenggam tanah ke wajah Lisa.

Lisa terhuyung mundur, mengusap-usap matanya yang perih. "Jisoo, sialan!" Lisa menggertakkan giginya mencoba membersihkan tanah dari wajah dengan sesekali meraba-raba sekitar mewaspadai serangan Jisoo. "Han Jisoo!"

Jisoo menghempaskan lengan sekuat tenaga. Membuat Lisa terlempar ke tanah merasakan pukulan kuat menghantam pinggiran dahinya.

Jisoo melompat ke atasnya. Menekan leher Lisa. Menahan kuat-kuat tubuh Lisa agar tetap menempel di tanah.

Bahunya yang patah menghalanginya untuk memukul. Jisoo menghantamkan kepalanya pada wajah Lisa.

Ketegangan tubuh Lisa dalam memberontak sedikit memudar seiring hantaman kepala Jisoo yang berkelanjutan mengakibatkan nyeri dan pening berlipat.

Lengan Lisa lemas sempurna dari usaha mengusir tangan Jisoo dari lehernya.

Nafas Lisa terdengar sesenggukan akibat leher yang tertekan dan jalan hidung yang terhalangi darahnya.

Kini bukan hanya sisa-sisa tanah yang memburamkan matanya, melainkan juga karena bengkak pada kelopaknya.

Lisa menyampingkan wajah. Terbatuk membuat percikan darah keluar dari mulutnya.

Incomplete: Part 3. J-key and LilacWhere stories live. Discover now