42 Mimpikah?

2.4K 109 27
                                    

Zio nampak sedang asyik berkutat dimeja belajarnya, Zio menulis sebuah kalimat panjang yang ia tulis dengan tangannya sendiri dalam sebuah kertas panjang.

Ratih masuk kekamar putranya pelan setelah mengetuk pintu dan Zio mempersilahkannya, Ratih melihat lebih dekat lagi.

"Sayang lagi ngapain? " tanyanya.

"Nulis surat."

"Surat? " kening Ratih berkerut.

Zio tersenyum,"Buat Caca, nanti kalau Io udah gak ada. Caca suruh baca ini ya, Ma." ucapnya seraya menunjukan surat itu kemudian Zio masukan surat itu dalam sebuah kotak sedang. Dan menyimpannya disudut meja.

Ratih terenyuh batinnya terasa sakit, raut wajah Zio memang terlihat bahagia tapi Ratih juga tahu bahwa putranya pasti menyimpan kekalutan yang luar biasa. Didunia tidak ada manusia yang siap mati begitu saja dan sikap Zio seolah-olah siap akan hal itu padahal ketakutan pasti menyelimuti hatinya.

Ratih mencoba untuk bersikap biasa saja padahal dengan sekali kedipan air mata yang berada dipelupuk matanya pasti terjatuh, Ratih mendekat mengelus kedua bahu putranya dari belakang sedangkan Rony sedang duduk dibangku tempat biasa ia belajar. "Kenapa harus pake surat? Kenapa gak ngomong langsung aja?" ucapnya mencoba tenang.

"Kalau Io ngomong langsung pasti Caca gak mau dengerin, Ma. " keluh Zio.

Ratih yang mendengarnya berusaha untuk tegar. Ratih menengadahkan wajahnya guna menghalau air mata yang tak tahu dirinya malah ingin meluncur.

"Io sayang banget ya sama Caca? " tanyanya dengan suara pelan seraya berubah duduk ditepi kasur Zio.

Zio mengubah duduk dan menatap Ratih sepenuhnya lalu mengangguk, "Selain Io sayang sama mama dan papa, Io juga sayang sama Caca. Kalau Tuhan ngizinin Io untuk hidup lebih lama lagi Io cuma pengen terus sama Caca, ma."

Ratih tersenyum haru, "Maaf, nak." batinnya menjerit.

"Bersama sebagai kekasih? " Zio mengangguk.

"Tapi kalian beda." kata Ratih lagi yang berhasil membuat Zio tertampar namun lagi-lagi lelaki itu menolak untuk sadar.

"Perbedaan keyakinan masih ada jalan keluarnya, ma."

"Kecuali hubungan darah itu gak ada jalan keluarnya." ucap Ratih pelan nyaris menyeret namun Zio untungnya bisa mendengar dengan jelas.

"Maksud Mama? " Zio heran, alisnya bertaut dengan kening berkerut.

Ratih terkejut langsung meluruskan ucapannya.

"Eh, nggak. Ma-maksud Mama gak boleh suka sama saudara sendiri." ucapnya mulai gagap.

Zio menyatukan alisnya semakin heran, "Hah? "

Ratih panik, "Enggak, sayang. Gak usah dipikirin ya. Mama akan dukung apapun itu selagi kamu bahagia, Nak." Ratih memeluk Zio.

"Udah kamu bobok gih, besok sekolah kan? " Zio mengangguk masih dengan perasaan herannya.

Ratih mengacak pelan rambut Zio dengan senyuman, "Mama keluar dulu, ya. Inget langsung bobok jangan begadang." peringatnya lalu pergi.

"Iya, Ma."

Karena belum merasakan kantuk Zio berniat untuk menelpon kekasihnya. Zio merebahkan dirinya dikasur.

Caca❤

ca, udah tidur?

belum, kenapa?

Zio langsung menekan tombol panggilan.

StructurED [END] revisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang