Paul diam termenung sambil menatap temannya yang sedang diberi obat pengurang rasa sakit.
Paul bisa melihat Zio mengerang pelan saat selang bening berisi satu kantung darah yang mengalir dari siku bagian dalam tangan lelaki itu, darah itu menyerap kedalam tubuh Zio.
Dalam diam Paul menatap iba, hatinya mencelos. Manusia pemilik tubuh ringkih dihadapannya itu selalu saja bersikap seolah semuanya baik-baik saja. Paul melihat mata Zio terpejam. Seseorang menepuk bahunya.
"Saya boleh bicara sebentar sama kamu." ucap seseorang itu. Paul mengangguk.
"Diluar aja, biarin Zio istirahat sebentar."
Paul mengikuti langkah seseorang itu. Ia duduk dikursi di luar ruangan, Paul ikut duduk disampingnya. Perempuan cantik berblezer putih itu menunduk. Paul masih memperhatikannya.
"Kamu temennya Zio? "
Paul mengangguk, "Iya, Dok."
"Ternyata Zio sudah jujur sama kamu, ya? " lagi-lagi Paul mengangguk.
"Paul, nama kamu Paul kan? "
"Iya, Dok."
"Saya bersyukur, akhirnya ada salah satu dari keluarga atau teman dekat Zio yang mengetahui kondisinya. Saya khawatir kalau dia habis pulang dari sini tidak ada yang menemani, saya takut terjadi hal yang tidak-tidak pada anak itu."
"Paul, belakangan ini Zio susah sekali dibujuk untuk cuci darah, katanya udah capek. Kamu tolong bantu kuatin anak itu ya? Saya udah anggap dia kaya adik saya sendiri. Dia anak yang kuat, semua dia lalui sendiri. Kalau saya ada diposisinya saya gak akan mungkin bisa sekuat dia." tuturnya sendu.
Paul mendengarkan dengan seksama, "Dok, apa Zio bisa sembuh? "
"Ya, seperti yang kamu liat. Zio hanya bisa hidup dengan ketergantungan pada cuci darah dan obat-obatan, jika tidak tubuh Zio akan semakin memburuk."
"Apa bisa sembuh dengan donor ginjal? " perempuan bernama Vhica itu mengangguk, "Saya tidak bisa menjamin, tapi itu bisa jadi salah satu usaha untuk kesembuhannya. Apa kamu ada orang yang mau jadi pendonornya? " Paul menggeleng.
"Paul, saya memang bukan orang terdekatnya. Tapi selama enam bulan ini saya yang terus mengawasi perkembangan penyakitnya. Keadaannya sempat stabil dan jauh lebih baik. Tapi akhir-akhir ini keadaannya sedikit memburuk, apa dia sering kecapekan?"
Paul mengingat beberapa kegiatan tempo hari lalu. "Beberapa hari lalu kita sempet ke Yogja."
"Anak itu sudah saya peringati untuk selalu mengelola jadwal hariannya. Usahakan jangan terlalu kecapekan, rupanya anak itu masih ngeyel. Kamu coba nasihati ya, barangkali dia mau nurut." Paul mengangguk.
Zio kembali membuka matanya, dalam ruangan ini hanya ada dirinya seorang diri. Ia menatap langit-langit putih rumah sakit, pikirannya jauh menerawang.
Tubuhnya terlentang, tangannya terasa kaku. Darah terasa mengalir kedalam tubuh melalui selang itu. Zio menghembuskan napasnya pelan.
"Tuhan, kali ini aku lelah. Lelah yang sungguh-sungguh lelah, hari ini rasanya aku ingin berhenti. Aku juga ingin bahagia seperti mereka, bahagia dimasa muda. Hidup tenang tanpa rasa cemas, hingga aku lupa bagaimana rasanya terluka. Tuhan, jika tak kau izinkan aku untuk menyerah hari ini, jika tugasku belum selesai, jika masih banyak orang yang harus kubahagiakan dan jika aku adalah manusia kuat yang kau pilih untuk melewati semua ini. Aku mohon, tolong beri aku kekuatan. " ucapnya lirih.
Pintu terbuka ada Paul dan Vhica, Vhica melepaskan selang yang menempel ditubuh Zio karena cairan darah yang ada dikantung itu sudah habis. Zio hendak duduk Paul dengan sigap membantunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
StructurED [END] revisi
أدب المراهقين#Karya 2 [Fanfiction] (Spin-off Izinkan Aku Bercadar) WARNING!!! ⚠⚠⚠ [Harap baca Izinkan Aku Bercadar terlebih dahulu! Apabila terdapat kekeliruan didalam cerita] ___Satu satunya cara TUHAN menunjukan kepada kita bahwa Dia yang MENGENDALIKAN adalah...