Air berwarna hijau namun sedikit keruh terlihat membentang luas sejauh mata memandang. Manusia diberi akal dan pikiran oleh Tuhan, membuat tanah yang semula daratan kini diubah sedemikian rupa agar dapat menampung berliter liter air dan berharap akan serupa dengan lautan, nyaris sempurna seperti ciptaan Tuhan. Namun seindah apapun ciptaan Manusia takkan pernah bisa menandingi ciptaan pencipta-Nya.
Sebuah batu melambung jauh menyentuh permukaan air yang tenang, menimbulkan gelombang ombak juga percikan air. Mata yang semula menyorot tajam itu kian menunduk, perlahan namun pasti bahunya nampak bergetar. Tangis yang sekuat tenaga ditahan akhirnya pecah juga. Pilu sekali...
Apakah laki laki tidak boleh menangis? Tentu saja boleh. Apakah dengan menangis akan membuatnya terlihat cengeng? Tentu saja tidak. Menangis tidak mengenal gender.
Isak tangisnya terdengar sangat pilu bagi siapapun yang mendengarnya, beruntungnya hari ini danau tampak sepi.
Ya, karena langit juga semakin beranjak gelap. Matahari kembali keperaduannya, semburat jingga itu terasa kelu. Perpaduan antara merah dan kuning menciptakan warna orange yang memberikan kehangatan dan semangat namun perasaan lelaki itu justru biru, membiru. Sedih tak bermangat seperti orange.
Lelaki itu masih urung menyudahi tangis pilunya. Entah karena apa Ia menangis. Untuk anak seusianya mungkin kebanyakan menangis karena cinta? Mungkin saja. Tapi apakah boleh lelaki nampak lemah seperti itu hanya karena perempuan? Entahlah, hanya Ia yang tahu apa penyebab tangisnya itu.
Pemuda itu nampak mengeluarkan sesuatu dari dalam kerah baju seragam sekolahnya. Ya, sesuatu itu adalah kalung. Rosario lebih tepatnya. Digenggamnya bandul berlambang tanda salib itu dengan kuat. Matanya memejam sepertinya Ia sedang bermunajat.
"Tuhan... Mengapa harus aku? "
Suaranya terdengar sangat lemah bahkan nyaris tak terdengar terbawa angin. Ia menatap lurus kedepan, terlihat semburat jingga yang sangat indah namun mulai sedikit menghilang. Ia berharap senja berwarna penuh semangat itu memberinya sedikit tumpahan warnanya. Meski rasanya sulit hanya untuk menyebut kata 'semangat'.
Tarik napas dalam-dalam dan buang perlahan, lelaki itu melakukannya berulang-ulang sampai rasanya kembali lega. Selanjutnya si empu memaksakan untuk tersenyum, meskipun senyumnya terlihat sangat pahit.
"Zio gak kuat..." lirihnya.
Bagi siapapun yang melihatnya pasti akan merasa iba. Maka dari itu ia menyembunyikan kerapuhannya sendiri ditempat ini tanpa satu orangpun yang tahu kecuali Tuhan tentunya. Biarlah ia menikmati lukanya sendiri dan menunggu luka itu sembuh dengan sendirinya. Namun apa mungkin sembuh? Atau mungkin malah semakin parah?
KAMU SEDANG MEMBACA
StructurED [END] revisi
Fiksi Remaja#Karya 2 [Fanfiction] (Spin-off Izinkan Aku Bercadar) WARNING!!! ⚠⚠⚠ [Harap baca Izinkan Aku Bercadar terlebih dahulu! Apabila terdapat kekeliruan didalam cerita] ___Satu satunya cara TUHAN menunjukan kepada kita bahwa Dia yang MENGENDALIKAN adalah...